Jakarta, bantuanhukum.or.id—Trade Union Right Center (TURC) gelar seminar dengan tajuk “Seminar Nasional Pengadilan Hubungan Industrial dan Keadilan bagi Buruh” di Merlyn Park Hotel, Kamis (27/08). Acara ini diadakan sehubungan dengan akan diadakannya revisi terhadap Undang-Undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. UU tersebut selama ini dianggap belum mengakomodir kebutuhan buruh maupun pengusaha dalam sebuah sengketa perburuhan.
Hadir sebagai pembicara dalam acara ini adalah Irma Suryani Chaniago selaku Anggota Komisi IX DPR RI. Ia memaparkan tentang usulan terhadap materi Revisi Undang-undang tersebut, yang mana sudah mulai dirapatkan dalam rapat pertama Panitia Kerja di Komisi IX. Hadir pula sebagai pemateri Surya Tjandra selaku direktur eksekutif TURC dan Indra Munaswar selaku perwakilan dari buruh.
Sementara itu, di sisi yang berlawanan dari para pemateri dalam seminar ini, hadir Gustav dari Aspindo, kemudian Germant Anggent dari LKP, Sahala Aritonang selaku Hakim Ad Hoc dari Serikat Pekerja di PHI Bandar Lampung, dan juga Ahmad Biky Pengacara Publik LBH Jakarta. Ada beberapa tanggapan yang patut menjadi catatan terkait dengan isu revisi UU PPHI ini, seperti misalnya usulan untuk kembali kepada model Panitia Penyelesaian Permasalahan Perburuhan (P4) namun dengan penguatan-penguatan tertentu seperti larangan mengajukan PTUN, juga usulan membuat PHI seperti mekanisme small claim court dalam Peraturan MA no 2 tahun 2015.
Sementara itu dalam seminar ini, Ahmad Biky selaku Pengacara Publik LBH Jakarta menanggapi permasalah revisi UU PPHI dengan hasil penelitian LBH Jakarta yang sudah meneliti sekitar 3000 putusan PHI dan mengutarakan temuan beberapa masalah yang muncul di sistem peradilan pada Pengadilan Hubungan Industral saat ini.
“Kami menemukan permasalahan antara lain sistem beracara yang masih berpatokan kepada Hukum Acara Perdata yang menyulitkan buruh karena minimnya bukti-bukti surat yang mereka miliki, jangka waktu yang pada faktanya tidak sesuai dengan Undang-undang, adanya kesulitan melakukan eksekusi putusan, serta munculnya terminologi “disharmonis” dalam menentukan Pemutusan Hubungan Industrial,” jelas Biky.
Dalam Seminar ini, LBH Jakarta secara aktif memberikan saran bahwa Peradilan PHI janganlah dikembalikan kepada model P4 seperti dahulu, melainkan tetap di bawah yudikatif, namun harus ada revisi-revisi yang dilaksanakan sebagaimana hasil temuan tersebut. Sehingga lebih dapat mendekatkan buruh terhadap keadilan. (Rendra)