Pernyataan Pers
No. No. 788/SK-RILIS/IV/2016
MS (16 tahun) seorang anak yang terjebak dalam sistem peradilan yang tidak berpihak pada perlindungan anak, apalagi memperhatikan tumbuh kembangnya. MS dituduh melakukan penganiayaan karena menyiramkan air keras kepada HB (38 tahun) tepat pada saat pergantian tahun ke 2016. Keluarga MS sudah berupaya menyampaikan kebenaran bahwa MS masih berumur anak. Namun, karena MS belum memiliki akta kelahiran, keterangan keluarga pun tidak digubris oleh pihak Kepolisian.
Dalam Surat Dakwaannya, Penuntut Umum menyampaikan bahwa kejadian berawal dari adanya kegiatan acara perayaan awal tahun baru dengan melakukan bakar ikan yang dilakukan MS bersama kawan-kawan sebayanya di sebuah gubuk di Kampung Flamboyan 7. Tiba-tiba MS mendengar suara bahwa ada serangan. Lebih lanjut, menurut penuturan MS, dirinya melihat ada segerombol orang menghampiri tempat ia duduk, yaitu berada di depan gubuk. Sebagian lainnya menuju gubuk di atas. Massa yang menyerang kelompoknya membawa senjata tajam. Jelas saja ia langsung menghindar dan mencoba menyelamatkan dirinya.
“Ada air keras di bawah gubuk!” MS mendengar seseorang dari kelompok Flamboyan—yang berada di atas gubuk menyampaikan hal demikian. Dengan pemikiran bahwa dirinya akan terkena bacok apabila tidak menyelamatkan diri, maka ia menuju bawah gubuk dan menyiramkan air keras kepada orang yang mencoba membacoknya. Diketahui lebih lanjut, bahwa HB ternyata saat itu telah menghabisi salah satu kawan MS, yaitu AR (20 tahun). AR meninggal seketika itu juga.
Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), yaitu UU Nomor 11 Tahun 2012, menyatakan bahwa dalam perkara yang dilakukan oleh anak dan ancamannya bukan 7 tahun ke atas, maka anak tidak boleh ditahan dan wajib diupayakan diversi. Namun kenyataanya, saat ini MS masih ditahan di rutan yang digabung dengan orang dewasa, meskipun Akta Kelahirannya telah terbit dan menunjukkan bahwa dirinya memang 16 tahun, serta persidangan sesat ini masih berjalan. Padahal, tim kuasa hukum telah memintakan proses sesuai UU SPPA kepada baik Kejaksaan maupun Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Judul di atas kami buat sesuai dengan Nota Keberatan (eksepsi) yang kami ajukan kepada Majelis Hakim. Kami menilai, apabila proses peradilan sesat ini dilanjutkan maka kita semua sesungguhnya sedang ‘membunuh’ seorang anak baik karakternya hingga masa depannya. Ini juga menjadi preseden yang buruk dalam implementasi UU SPPA yang saat ini sedang gencar diupayakan oleh pemerintah demi melindungi hak anak untuk bertumbuh dan berkembang serta mendapatkan solusi dalam permasalahan yang mengutamakan pendekatan keluarga. Oleh karena itu, LBH Jakarta, yang merupakan kuasa hukum MS meminta kepada Majelis Hakim Perkara 294/Pid.B/2016/PN.JKT.SEL untuk tidak melanjutkan persidangan ini.
Demikian Surat Pernyataan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
11 April 2016
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung: Bunga M. R. Siagian (08567028934)