14 buruh dari Serikat Buruh Multi Sektor-Indonesia (SBMSI) PT. Orson Indonesia kembali melanjutkan perjuangan untuk mendapatkan keadilan melalui perundingan bipartit, Kamis (06/10) di PT. Orson Indonesia. Upaya ini ditempuh setelah SBSMI melaporkan PT. Orson Indonesia ke Suku Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia beberapa bulan lalu karena memutus hubungan kerja 16 buruhnya secara sepihak. Didampingi oleh Gading Yonggar Ditya dan Harry Ashari, Pengacara Publik LBH Jakarta, ke 14 buruh tersebut melakukan perundingan bipartit meski perundingan ini juga belum menghasilkan titik temu.
Perjuangan para buruh tersebut bermula ketika manajemen PT. Orson Indonesia memutus hubungan kerja 16 orang buruh dari Serikat Buruh Multi Sektor-Indonesia secara bergilir. Hubungan kerja ke 16 buruh PT. Orson Indonesia tersebut diputus dengan alasan efisiensi perusahaan. Dikemudian hari, alasan tersebut bertolak belakang dengan surat Suku Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Jakarta Utara Nomor 4129/-1836 tertanggal 29 agustus 2016. Terungkap, bahwa PT.Orson Indonesia hingga sekarang masih aktif.
Nikson Juventus Simalango, Ketua SBMSI PT.Orson Indonesia, mengatakan peristiwa PHK secara bergilir terjadi ketika kami mengirimkan surat pemberitahuan pembentukan serikat kepada PT. Orson Indonesia. Setelah itu, 16 orang buruh yang merupakan anggota maupun pengurus dari serikat dipanggil untuk menghadap pihak manajemen perusahaan.
“Tidak tahu mengapa, kami langsung diberi surat PHK,” cerita Nikson.
Lebih lanjut, Gunawan selaku sekretaris SBMI menjelaskan akibat tindakkan dari PT. Orson Indonesia ini membuat banyak rekannya mengalami kesulitan menjalani hidup. Gunawan menjelaskan, dari 16 orang pekerja yang di PHK, 14 orangnya di PHK dengan alasan efisiensi perusahaan, 2 orang pekerja lainnya, di PHK karena mangkir. Padahal, satu diantara dua orang tersebut sedang sakit dan itu bisa dibuktikan dari surat keterangan dokter. Sementara untuk 1 orang lagi, ia di PHK karena memperjuangkan hak rekannya yang di PHK karena sakit.
“Untuk itu, kami berharap agar hak-hak kami yang telah direnggut oleh pihak perusahaan harus dikembalikan,” tegas Gunawan.
Sementara Gading Yonggar Ditya mengatakan sebagian dari pekerja yang di PHK menghabiskan masa hidupnya lebih dari 3 tahun di perusahaan. Sebagian lagi dikontrak tanpa adanya perjanjian kerja.
“Ada indikasi bahwa PT. Orson ingin lepas tangan dan tidak ingin mematuhi UU dengan mem-PHK para buruh tersebut,” kata Gading.
“Jadi Berdasarkan Pasal 57 jo. 59 Undang-Undang No 13 Tahun 2003, pekerja yang di PHK tersebut diangkat sebagai karyawan tetap, bukan justru di PHK,” tambahnya.
PHK sepihak yang dilakukan oleh PT. Orson Indonesia dianggap tidak berdasar oleh ke 16 buruh tersebut. Menurut mereka PHK ini dilakukan tanpa adanya perundingan. Selain itu, alasan efisiensi yang didalilkan oleh pihak perusahaan dianggap mengada-ada. Dalil PT. Orson Indonesia bertentangan dengan Pasal 164 ayat (3) Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 19/PUU-IX/2011 yang dengan tegas menyatakan pengusaha dapat mem-PHK karyawannya dengan alasan efisiensi ketika perusahaan tutup permanen. Namun, hingga sekarang PT. Orson masih tetap beroperasi.
Menanggapi hal tersebut, pihak PT. Orson Indonesia memberikan keterangannya. Menurutnya, PHK yang mereka lakukan tertuang dalam risalah perundingan bipartit pertama tertanggal 29 September 2016. Diwakili oleh Taha Haji Musa, diungkapkan bahwa PT. Orson Indonesia dalam mem-PHK karyawan sudah sah secara hukum karena sesuai dengan Perjanjian Bersama dengan Serikat Buruh Aneka Industri Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (SBAI-FBTPI) PT. Orson Indonesia dan Peraturan Perusahaan.
“Perusahaan mengambil keputusan ini karena menurut perusahaan ini aman. Dimana berdasarkan peraturan perusahaan dan perjanjian bersama dengan serikat buruh (SBAI-FBTPI), mengamanatkan untuk merampingkan manjemen demi perusahaan,” kata Taha, pada Bipartit kedua, di Ruang Meeting PT. Orson Indonesia, pada 6 Oktober 2016.
Banyak Pelanggaran
Menanggapi keterangan PT. Orson Indonesia, Harry Ashari, Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta, menyanggah pernyataan PT. Orson Indonesia. Menurut Harry PHK yang dilakukan PT. Orson Indonesia belum sah secara hukum, dan Harry pun meminta PT. Orson Indonesia untuk menghormati peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Bersama Gading Yonggar, Harry menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pihak PT. Orson Indonesia. Tindakkan PT. Orson Indonesia diduga mengandung beberapa pelanggaran. Pertama, adanya dugaan tindak pidana union busting.
“Untuk tindakkan union busting telah kami laporkan sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/4584/IX/2016/PMJ/Dit. Reskrimsus.,” tegas Harry.
Selanjutnya, PT. Orson Indonesia juga diduga melakukan tindak pidana penggelapan upah.
“Ada dugaan pihak perusahaan memotong secara perlahan hingga tidak membayar upah buruh yang di PHK,” kata Gading.
LBH Jakarta bersama-sama dengan serikat pekerja akan memproses pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Orson Indonesia sesuai dengan prosedur yang disediakan, baik prosedur melalui mekanisme nasional maupun internasional. (Harry)