Sidang permohonan praperadilan atas nama para Pemohon Herianto, Aris dan Bihin terkait dugaan upaya paksa tidak sah, yakni penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyiksaan kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (07/06). Agenda persidangan kali ini memasuki pemeriksaan 3 saksi fakta serta pemeriksaan bukti surat pihak termohon yaitu Polda Metro Jaya. Kuasa hukum para pemohon menghadirkan Arifin Effendi (supir transportasi online), Lia (tetangga para pemohon), Bobi Winata (suami dari kakak Herianto).
Kuasa hukum para pemohon menghadirkan Arifin Effendi untuk diperiksa pertama pada persidangan. Saksi Arifin Effendi merupakan seorang supir salah satu moda transportasi online yang jasanya digunakan oleh keluarga para pemohon untuk pergi ke Polda Metro Jaya. Pada tanggal 10 April 2017 saksi mengungkapkan bahwa ia melihat salah satu keluarga pemohon, Sulastri (kakak Herianto) menangis. Sulastri diceritakan oleh saksi menangis karena tidak tega melihat kondisi adiknya yang memar dan babak belur. Hal tersebut diduga merupakan akibat penyiksaan dalam proses penyidikan untuk mendapatkan pengakuan. Selanjutnya, saksi Arifin Effendi juga kembali mengantar keluarga para pemohon untuk kembali ke Polda Metro Jaya pada tanggal 14 April 2017.
“Iya, saya ingat tanggal 14 April 2017 mengantar mereka (keluarga pemohon) ke Polda, buktinya ada di telepon karena mereka selalu menelpon saya untuk antar jemput. Saya juga yang menganjurkan mereka ke LBH untuk mendapat bantuan hukum karena saya merasa ada kejanggalan, dimana Herianto, adik Ibu Sulastri, dituduhkan melakukan suatu tindakan pencurian yang terjadi sebelum ia datang ke Jakarta,” ungkap Arifin Effendi dalam persidangan.
Saksi selanjutnya yang dihadirkan oleh kuasa hukum para pemohon adalah Lia yang merupakan tetangga para pemohon. Dalam pemeriksaan, Lia menyatakan bahwa pada saat penangkapan yang diduga terjadi tanggal 7 April 2017, tidak berada di kontrakannya. Namun, ketika ia kembali ke kontrakannya, ia mengetahui dari tetangga lain bahwa telah terjadi penggerebekan kepada para pemohon. Tanggal 8 April 2017, kontrakan saksi yang bersebelahan persis dengan kontrakan salah satu pemohon, Aris Winata Saputra, terbangun karena mendengar suara-suara dari kontrakan Aris. Saksi berjalan ke warung seberang kontrakan saksi dan melihat bahwa kembali terjadi penggerebekan di kontrakan Aris.
“Saya keluar untuk beli rokok, terus saya lihat pintu kontrakan Aris yang terbuka tapi tidak seutuhnya. Ada banyak orang, sekitar 6 orang di dalam lagi buka-buka lemari. Saya merhatiin dari luar saja hingga kira-kira 30 menit. Setelah itu, saya melihat Aris juga keluar dan dengan kondisi baju berdarah-darah, saya masih ingat jelas. Kemudian, ia menghampiri saya dan menanyakan istrinya,” jelas Lia.
Bobi Winata adalah saksi terakhir yang diperiksa dalam persidangan tersebut. Saksi merupakan suami dari kakak Herianto, ia juga mengenal Aris Winata Saputra dan Bihin. Dalam persidangan, terkuak bahwa saksi Bobi adalah yang pertama kali mengantar keluarga para pemohon ke Polda Metro Jaya, yaitu pada 8 April 2017. Pada hari tersebut keluarga para pemohon tidak berhasil bertemu dengan para pemohon. Saksi Bobi juga pernah secara tiba-tiba diperiksa telepon genggamnya oleh salah satu anggota Polda Metro Jaya ketika sedang mengantarkan istri Aris, Zulia, ke kontrakannya. Pada tanggal 14 April 2017, saksi juga menyatakan ikut berkunjung bertemu para pemohon dan melihat kondisi para pemohon banyak luka, memar, benjol yang diduga terjadi karena para pemohon dipaksa mengakui tindakan yang tidak pernah dilakukannya.
“Iya, saya ikut ke Polda tanggal 14 April 2017. Saya di sana sempat ketemu dengan Heri, Aris dan Bihin. Saya kemudian mengetahui mereka mengalami perlakuan tidak manusiawi, digebuk, diludahi, dibalsem mulut dan kemaluanya. Saya sendiri melihat kok kondisi mereka babak belur di hari itu. Mereka mengatakan bahwa mereka disiksa oleh kepolisian untuk mendapatkan pengakuan atas tindakan yang tidak dilakukan oleh mereka”, tegas Bobi dalam kesaksiannya.
Pada persidangan kali ini, hadir pula 3 orang perwakilan termohon yaitu Iman Hadi, Ahsanul Muqaffi dan Adri Desas Furyanto. Pihak termohon juga menghadirkan bukti surat yang diantaranya adalah berkas perkara kepolisian perkara yang dialami Herianto dkk. Akan tetapi, saat pemeriksaan alat bukti surat terdapat beberapa kejanggalan, di antaranya ada beberapa surat yang dirobek dan ditempel secara tidak wajar.
“Selama pemeriksaan alat bukti surat yang dihadirkan oleh termohon, kami melihat ada beberapa keanehan. Ada bukti surat yang mana berada dalam satu bundel, tapi ternyata ditempel, bukan murni dari dalam bundel. Ada juga yang distaples dan ada halaman yang robek-robek. Pihak Termohon ketika ditanyakan juga tidak dapat memberikan alasan yang logis, hanya menyatakan dapatnya memang begini dari sananya,” pungkas Bunga Siagian, Pengacara Publik LBH Jakarta.
Lebih lanjut, terkait dugaan upaya paksa yang tidak sah serta penyiksaan selama proses penyidikan Bunga menyatakan surat-surat penangkapan dan penahanan yang seharusnya diberikan kepada keluarga tidak diberikan. Penggeledahan dan penyitaan juga dilakukan tanpa menunjukkan surat perintah. Bahkan, saksi-saksi melihat dengan mata kepala sendiri bahwa kondisi para pemohon dalam keadaan memar, babak belur, luka-luka dan ada yang berdarah-darah.
“Hal ini semakin menguatkan dugaan kami bahwa mereka (para pemohon) diperlakukan secara sewenang-wenang dengan tidak mengindahkan aturan dan dipaksa untuk mengakui tindakan yang tidak pernah mereka lakukan dengan cara disiksa,” tutup Bunga. (JCA)