Sejumlah serikat pekerja BUMN yang tergabung dalam gerakan bersama pekerja (Geber) BUMN mendugaada upaya yang menghalangi pekerja BUMN untuk ikut dalam mogok kerja nasional 2013. Menurut koordinator Geber BUMN, Achmad Ismail, ada beberapa modus yang dilakukan. Pertama, pengurus serikat pekerja di beberapa BUMN dikriminalisasi. Seperti yang dialami pengurus serikat pekerja di PT ASDP dan Petrokimia Gresik.
Kedua, pria yang disapa Ais itu melanjutkan, ada perusahaan BUMN yang berencana melibatkan TNI/Polri guna mengantisipasi mogok kerja. Seperti yang akan dilakukan PT.PLN. Ketiga, muncul intervensi kepada pekerja yang berniat melakukan mogok kerja. Menurut Ais, bermacam modus itu menimbulkan kegelisahan di kalangan pekerja sehingga dapat menghalangi bergulirnya aksi mogok kerja.
Untuk PLN, kekhawatiran manajemen atas mogok kerja yang dilakukan pekerja outsourcing menurut Ais sangat terlihat dalam rapat Panja Outsourcing BUMN di DPR pada 7 Oktober 2013. Sebab dengan mogok kerja itu manajemen PT PLN khawatir akan terjadi gangguan. Pengakuan para manajemen itu bagi Ais menunjukan bahwa pekerja outsourcing di PT PLN mengerjakan pekerjaan inti.
Padahal, mengacu UU Ketenagakerjaan jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing itu harusnya di jenis kegiatan penunjang. Sehingga, jika kegiatan penunjang itu dihilangkan, tidak mengganggu pekerjaan inti perusahaan. Oleh karenanya, Ais menilai sangat patut jika pekerja outsourcing di PT PLN mendesak agar diangkat menjadi pekerja tetap. “Tuntutan pekerja outsourcing di PT PLN menjadi pekerja tetap layak diakomodir,” katanya kepada hukumonline lewat telepon, Kamis (10/10).
Sayangnya, dalam rapat Panja Outsourcing BUMN itu Ais menilai hasil kesimpulan rapat tidak memberi tekanan kepada manajemen di BUMN untuk tidak melakukan penghalang-halangan terhadap rencana mogok kerja. Walau begitu Ais menyebut secara umum Geber BUMN menerima hasil kesimpulan rapat itu karena pembahasan Panja Outsourcing BUMN masih berlanjut. Sehingga nantinya ada rekomendasi yang bakal diterbitkan.
Atas dasar itu Ais menyebut Geber BUMN mengecam tindakan-tindakan perusahaan BUMN yang diduga kuat melakukan penghalang-halangan kepada pekerjanya yang hendak melakukan mogok kerja secara nasional. Kepada Polri, Geber BUMN mendesak agar tidak melakukan kriminalisasi dan kekerasan terhadap pekerja. Kemudian, Panglima TNI didesak untuk tidak mengintervensi perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha.
Serta mendorong pemerintah agar menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan di perusahaan BUMN dengan mengangkat pekerja outsourcing menjadi pekerja tetap tanpa syarat. Sekaligus mematuhi seluruh putusan pengadilan dan rekomendasi dari komisi-komisi negara. Jika pemerintah membiarkan masalah ketenagakerjaan berlarut dan tidak terselesaikan, DPR RI didorong untuk mengambil tindakan seprti “impeachment” kepada Presiden RI. Sebab dalam hal itu Presiden RI gagal menjalankan amanat undang-undang.
Terpisah, tim advokasi Geber BUMN dari LBH Jakarta, Maruli Tua Rajagukguk, mengatakan mogok kerja nasional yang akan dilakukan pekerja di BUMN dapat dilaksanakan di setiap daerah atau serentak secara nasional. Menurutnya, mogok kerja nasional itu dilakukan sebagai wujud pelaksanaan hak-hak dasar pekerja yang dijamin oleh undang-undang. Misalnya, dalam UU Ketenagakerjaan sangat jelas menyebut mogok kerja sebagai hak dasar pekerja. Dalam pasal 137 dan 143 UU Ketenagakerjaan memerintahkan untuk memberi “ruang” agar hak mogok kerja itu dapat terpenuhi.
Bahkan, Maruli menandaskan, UU Ketenagakerjaan menekankan tidak ada penangkapan atau penahanan terhadap pekerja yang menunaikan hak mogok kerja. “Pasal 144 UU Ketenagakerjaan malah tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada pergantian personil dari para pekerja yang melaksanakan hak mogoknya,” tukasnya.
Selain itu pelibatan TNI/Polri dalam perselisihan hubungan industrial bagi Maruli tidak dapat dibenarkan. Selain ditegaskan dalam pasal 144 UU Ketenagakerjaan, Perkap Kapolri No.1 Tahun 1995 dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan aturan pelibatan itu. Dimana TNI baru dilibatkan pada saat negara dalam keadaan darurat dan seizin DPR RI. Sedangkan mogok kerja yang akan dilakukan pekerja outsourcing di BUMN, termasuk di PT PLN tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai keadaan darurat.
Sebelumnya, dalam rapat Panja Outsourcing BUMN, pimpinan rapat, Ribka Tjiptaning, mengatakan masukan dari jajaran direksi BUMN yang hadir dalam rapat itu diakomodir untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun dan menerbitkan rekomendasi. Selain itu sebagaimana rapat Panja Outsourcing BUMN di DPR pada 9 September 2013, Ribka menyebut Menteri BUMN RI akan menjalankan rekomendasi yang bakal diterbitkan itu.
“Terkait dengan rekomendasi yang akan dikeluarkan oleh Panja Outsourcing Komisi IX DPR RI bahwa Menteri BUMN RI telah menyatakan kesanggupannya untuk melaksanakan semua isi rekomendasi,” urai Ribka ketika membacakan kesimpulan rapat Panja Outsourcing BUMN di ruang sidang Komisi IX DPR, Senin (7/10).