Kemenristekdikti kembali memanggil Rektor Universitas 17 Agustus (UNTAG) 1945 Jakarta untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait drop out dan skorsing 6 (enam) mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNTAG Jakarta. Sesuai undangan yang dikirim seminggu sebelumnya, Rektor Untag diundang tanpa boleh diwakilkan, namun ternyata yang hadir adalah Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan, Pembantu Rektor bidang Akademik, Dekan FISIP, dan kuasa hukum dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Untag. Pertemuan ini diadakan di Gedung D lantai 9, Komplek Kemenristekdikti Senayan, (18/10).
LBH Jakarta melalui Pengacara Publiknya, Nelson Nikodemus Simamora selaku kuasa hukum ke 6 mahasiswa yang di DO dengan sewenang-wenang mengaku kecewa dengan ketidakhadiran Rektor UNTAG pada hari tersebut. Pembantu Rektor bidang Akademik UNTAG yang mewakili Rektor UNTAG menyatakan bahwa Rektor UNTAG sibuk dan meminta dirinya untuk menghadiri pertemuan ini. Kekecewaan kuasa hukum ke 6 mahasiswa yang di DO bertambah ketika ternyata Pembantu Rektor UNTAG ini mengaku tidak tahu apa-apa terkait permasalahan yang akan dibahas pada pertemuan ini.
“Saya tahu segalanya, tapi ini tentang apa?” tanya Pembantu Rektor UNTAG.
Mendengar hal itu, Nelson selaku kuasa hukum ke 6 mahasiswa UNTAG yang di DO menolak pertemuan tersebut dilanjutkan. Menurutnya hal itu menunjukan bahwa Rektor UNTAG tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Suasana pertemuan tersebut sempat memanas namun cepat reda saat akhirnya Nelson meminta agar pihak Kemenristekdikti berbicara dengan masing-masing pihak secara terpisah (model kaukus).
Dalam pertemuan terpisah ini, mahasiswa UNTAG bersama LBH Jakarta menyampaikan poin-poin yang harus dilaksanakan oleh Kemenristekdikti dan Kopertis. Pada intinya, LBH Jakarta meminta Kemenristekdikti untuk memaksa pihak UNTAG mencabut SK DO dan merehabilitasi kedudukan para mahasiswa berikut segala hak dan kewajibannya. Permintaan tersebut juga persis sama seperti apa yang tertulis dalam amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pertemuan tersebut menghasilkan kesimpulan di mana Biro Hukum dan Organisasi (Hukor) akan meminta pertimbangan dan persetujuan Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Dirjen Belmawa) untuk:
1. Meminta pertimbangan dan persetujuan Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Dirjen Belmawa) terkait dengan kebijakan masa studi keenam mahasiswa UNTAG yang dianggap sudah habis;
2. Melakukan cross check terkait tunggakan pembayaran yang memang ada sebelum Surat Keputusan (SK) DO dan skorsing dikeluarkan akan segera diselesaikan oleh para pihak mahasiswa yang bersangkutan;
3. Memasukan poin tentang pencabutan SK DO dan skorsing dalam surat rekomendasi Dirjen Belmawa;
4. Seluruh mahasiswa Untag yang bersangkutan akan mencari bukti kwitansi dan menghitung tunggakan pembayaran sebelum dikeluarkan SK DO tersebut jika memang ada;
5. Biro Hukor akan menanyakan kepada Dirjen Belmawa mengenai kebijakan penggunaan semester pendek untuk mempercepat studi mahasiswa yang bersangkutan;
6. Meminta Rektor untuk memastikan dan menjamin seluruh mahasiswa yang bersangkutan tidak akan mendapatkan gangguan-ganguan dalam bentuk apapun yang dapat berdampak buruk pada penyelesaian masa studi.
Pertemuan ini merupakan pertemuan kedua setelah sebelumnya pada 3 Maret 2016 pertemuan serupa telah diadakan, namun hasilnya tidak dilaksanakan oleh pihak kampus. Pihak Kemenristekdikti dan Kopertis Wilayah III juga harus didesak oleh LBH Jakarta untuk kembali menangani kasus ini.
Seperti diketahui, Rektor UNTAG Jakarta sebelumnya mengganjar 6 orang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan pemecatan (drop out), dan skorsing setelah mereka melakukan aksi unjuk rasa secara damai di depan pintu gerbang kampus pada 18-20 Desember 2013. Zainudin Alamon, Mamat Suryadi, Ade Arqam Hidayat, Arnold Dedy Salam Mau, Patrisius Berek, Muhammad Sani, Alfi Wibowo, dan Muhammad Rahmansyah melakukan unjuk rasa untuk menentang pembubaran seluruh organisasi kemahasiswaan oleh Yayasan yang didukung oleh Rektor Untag Jakarta. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), baik di tingkatan Universitas maupun Fakultas, Senat Mahasiswa Fakultas, Himpunan Mahasiswa Jurusan, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), Pecinta Alam UNTAG ’45 Jakarta (PATAGA), Resimen Mahasiswa, dan Unit Kegiatan Mahasiswa di bidang seni habis diberangus dan hingga sekarang tak lagi aktif lagi.
Semenjak DO, para mahasiswa harus menjalani hidup yang jauh dari kegiatan belajar. Pada akhirnya ada dari menjadi yang menjadi sales, security, bahkan nelayan yang menangkap ikan di Teluk Jakarta.
“Kami sulit sekali 3 tahun ini. Segala macam cara kami tempuh untuk bertahan hidup sambil berharap bisa kembali ke kampus. Semoga dengan pertemuan yang kedua kalinya ini kami bisa kembali ke kampus,” tutup Mamat Suryadi salah satu mahasiswa yang di DO. (Yudha)