Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta
Siaran Pers Bersama
Jakarta, 02 April 2016.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mendesak Presiden Joko Widodo selaku Presiden untuk menghentikan seluruh Proyek Reklamasi di Teluk Jakarta karena diduga keras dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum dan korupsi seperti yang terjadi pada Kamis malam lalu di mana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap basah Sanusi terkait korupsi dalam Proyek Reklamasi di Teluk Jakarta. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta meminta KPK tidak hanya menyasar kepada Presiden Direktur selaku penanggung jawab Korporasi, namun juga harus membongkar keterlibatan Korporasi APL, sebab tindak pidana korupsi yang dilakukan patut diduga demi untuk dan atas nama Korporasi APL dalam Proyek Reklamasi.
KPK telah menetapkan Presiden Direktur APL sebagai tersangka atas penyuapan anggota DPRD DKI Jakarta dalam membentuk Perda yang berkaitan dengan reklamasi. 02 Maret 2015 Gubernur DKI Jakarta mengusulkan Ranperda yakni Ranperda (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan 25 November 2015 mengusulkan Ranperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta). Ranperda RZWP3k dan Ranperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta pada intinya menjadi dasar pembangunan dan pemanfaatan Pulau-pulau hasil Reklamasi. Sehingga lebih tepat disebut Raperda Reklamasi.
Kedua Ranperda tersebut sarat dengan pelanggaran hukum yaitu UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang tidak memperhatikan kehidupan nelayan, melanggar UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengakibatkan kerusakan lingkungan pesisir laut, melanggar UU Kelautan karena karena tidak memiliki perspektif kelautan, melanggar UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena prosesnya tidak membuka partisipatif masyarakat. Sehingga sudah seharusnya dihentikan pembahasannya.
Pembuatan Ranperda RZWP3K juga bentuk penyelundupan hukum sebab Raperda ini baru muncul setelah Pemprov DKI mengeluarkan beberapa izin-izin Reklamasi kepada berbagai perusahaan. Seharusnya izin-izin Reklamasi tidak dapat keluar sebelum adanya peraturan tentang RZWP3K. Apabila mengikuti prosuder yang ada didalam UU 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil setiap Pemerintah yang ingin melaksanakan Reklamasi harus didahului dengan peraturan RZWP3K, kemudian menentukan izin lokasi, kemudian menyusun rencana induk, melakukan studi kelayakan dan penyusunan rancangan detail. Namun yang terjadi sebaliknya pengembang-pengembang Reklamasi telah lebih dulu menyusun rancangan detail penggunaan ruang pulau sebelum RZWP3K. PT Muara Wisesa yang merupakan anak perusahan APL bahkan sudah memasarkan hunian berkelas atas Proyek Reklamasi Pulau G sedang dikerjakan dan hingga saat ini masalah terkait NJOP, IMB dan lainnya masih belum jelas dan terus disimpangi.
Dalam kasus ini jelas bahwa terjadi kesalahan yang dilakukan oleh pengembang ataupun Pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan prosuder hukum Reklamasi Teluk Jakarta sebab menabrak berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu kami menuntut agar Proyek Reklamasi Teluk Jakarta segera dihentikan karena dilakukan dengan cara-cara yang salah yang bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan dilakukan dengan tindakan korupsi.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
M. Taher (DPW KNTI Jakarta di 087782000723), Rayhan Dudayev (ICEL, 0856 9560 1992), Saefudin, (Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke di 087883073707), Arieska Kurniawaty, (Solidaritas Perempuan di 081280564651), Martin Hadiwinata, (DPP KNTI di 081286030453), Tigor Hutapea (LBH Jakarta, di 081287296684), Alan (Walhi Jakarta, di 081314456798), Busyra, PBH Dompet Dhuafa, di 085375904107, Madjid (kopel di 082188892207), Nandang (YLBHI, 085727221793)