Rilis Media No. 168/SK-ADV-PMU/II/2019
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyampaikan turut berduka cita mendalam atas meninggalnya Bapak Zulfadli, salah satu penerima pinjaman online yang ditemukan meninggal dunia akibat bunuh diri pada hari Senin lalu. LBH Jakarta sudah melakukan investigasi awal dan datang bertemu dengan istri Alm. Bapak Zulfadli. Saat ini beliau dalam keadaan sangat terpukul, beliau membutuhkan waktu untuk menenangkan diri dan menarik diri dari publik. Berdasarkan hasil investigasi awal yang dilakukan, LBH Jakarta menemukan fakta bahwa benar Alm. Bapak Zulfadli meninggal dunia akibat tekanan yang sangat besar karena penggunaan aplikasi pinjaman online. Hal ini menunjukan bahwa persoalan pinjaman online sudah semakin parah. Jika dulu ada pengguna pinjaman online yang berusaha bunuh diri namun berhasil digagalkan, hari ini, pinjaman online sudah memakan korban jiwa.
LBH Jakarta telah berupaya melakukan tindakan efektif penyelesaian kasus pinjaman online dengan mengirimkan surat klarifikasi kebutuhan data dan mekanisme penyelesaian kasus kepada OJK pada tanggal 10 Januari 2019, namun hingga hari ini surat tersebut belum juga direspon oleh OJK. Hal ini menunjukan bahwa OJK tidak memiliki perhatian khusus terhadap kasus pinjaman online yang telah memakan korban jiwa. Disamping permasalahan data pengadu korban pinjaman online kepada LBH Jakarta, perlu diketahui bahwa Alm. Bapak Zulfadli tidak termasuk orang yang mengadu kepada LBH Jakarta, hal ini membuktikan bahwa penyelesaian masalah pinjaman online tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme “pemadam kebakaran”, yakni dengan menyelesaikan persoalan berdasarkan data yang ada pada lembaga yang membuka ruang pengaduan, menutup aplikasi dan tindakan-tindakan reaktif lainnya. Permasalahan ini harus diselesaikan dari akar, sehingga masalah serupa tidak terus-menerus terjadi, bahkan berkembang semakin parah dari waktu ke waktu.
Melalui berbagai media, OJK menyampaikan bahwa aplikasi pinjaman online yang digunakan oleh Alm. Bapak Zulfadli diduga bukan pinjaman online terdaftar di OJK. LBH Jakarta berpendapat, pemikiran ini merupakan pemikiran yang keliru. OJK sebagai regulator diperintahkan untuk mengatur permasalahan pinjaman online sebagaimana diamanatkan dalam UU OJK, yang secara hirearki peraturan perundang-undangan memiliki kedudukan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan POJK No. 77/POJK/2016. Masih berkutatnya OJK pada pemikiran pinjaman online “terdaftar” dan “tidak terdaftar” merupakan bukti ketidaktaatan OJK terhadap undang-undang, yang berdampak pada pengabaian nyawa penerima pinjaman online. Tindakan ini kemudian diperburuk dengan pelepasan tanggung jawab pengaturan tersebut kepada asosiasi yang juga merupakan perusahaan penyelenggara pinjaman online. LBH Jakarta menilai bahwa POJK No. 77/POJK/2016 merupakan kebijakan yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan pinjaman online hari ini, bahkan bersifat kontra produktif dengan UU OJK, yang menjadi marwah keberadaan OJK.
Berangkat dari keprihatinan LBH Jakarta terhadap hal-hal tersebut, LBH Jakarta:
1. Mendesak OJK untuk merevisi POJK No. 77/POJK/2016;
2. Mendesak OJK menaati Pasal 4, 5 dan 6 UU OJK dan bertanggung jawab atas semua persoalan pinjaman online, yang saat ini sudah memakan korban jiwa;
3. Mendesak OJK untuk mengeluarkan moratorium penggunaan pinjaman online hingga adanya regulasi yang memberikan perlindungan bagi masyarakat;
4. Menghimbau seluruh masyarakat untuk tidak menggunakan aplikasi pinjaman online, sampai OJK membuat regulasi untuk mengatur seluruh sistem pinjaman online yang berpihak kepada masyarakat.
Jakarta, 17 Februari 2019
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA