Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi mengumumkan penerapan Kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar selama 14 hari di wilayah DKI Jakarta, terhitung sejak 14 September 2020 hingga 27 September 2020 melalui Pergub No. 88 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
PSBB ini kembali diterapkan oleh Pemprov DKI Jakarta guna menarik rem darurat akibat wabah covid-19 yang dianggapnya sudah mengkhawatirkan. Selain itu, hal ini dilakukan mengingat terus meningkatnya kasus kematian di wilayah DKI Jakarta. Ada tiga indikator penting yang menjadi pertimbangan Pemprov DKI Jakarta, yakni tingkat kematian (Case Fatality Rate), tingkat keterisian rumah sakit baik untuk tempat tidur isolasi maupun ICU serta peningkatan jumlah kasus baru yang tak terkendali.[1]
Ada 5 faktor yang menjadi fokus dalam pelaksanaan PSBB kali ini. Pertama, pembatasan aktivitas sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan lain-lain. Kedua, pengendalian mobilitas. Ketiga, rencana isolasi yang terkendali, lalu pemenuhan kebutuhan pokok, dan penegakan sanksi.[2] Dalam Pergub DKI Jakarta 88/2020, ada 11 sektor bidang usaha yang masih diperbolehkan untuk tetap beroperasi dengan kapasitas minimum. Kesebelas sektor tersebut diantaranya adalah sektor kesehatan, energi, keuangan, perhotelan, industri strategis, pemenuhan kebutuhan sehari-hari, bahan pangan, komunikasi, logistik, konstruksi, serta pelayanan dasar utilitas publik yang ditetapkan sebagai objek vital nasional.
Di hari yang sama dengan penerapan kembali PSBB di Jakarta, TNI-Polri justru melibatkan sejumlah Ormas untuk membantu penegakan protokol kesehatan Covid-19. 18 (delapan belas) komunitas dan Ormas di kawasan Pasar Tanah Abang juga direkrut oleh Polda Metro Jaya untuk membantu pengawasan penggunaan masker di masyarakat yang diberi nama Tim Penegak.[3] Sebelumnya, pemerintah melibatkan TNI-Polri dalam penanganan pandemi Covid-19 yang dinilai tidak sesuai dengan mandat UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia merupakan alat pertahanan negara yang ditujukan untuk menghadapi pertempuran di medan perang, bukan untuk mendisiplinkan warga dalam penanganan Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan Covid-19 masih menggunakan pendekatan represif keamanan.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan kritis LBH Jakarta terkait dilakukannya kebijakan PSBB di wilayah DKI Jakarta ini, di antaranya:
- Ketidaktepatan pembatasan transportasi/mobilitas dalam PSBB, karena bila merujuk pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, untuk sampai melakukan suatu pembatasan mobilitas/arus transportasi, Pemerintah seharusnya menerbitkan terlebih dahulu aturan pelaksana dan menerapkan kebijakan Karantina Rumah, Karatina Wilayah, maupun Karantina Rumah Sakit dengan didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.
Di sisi lain, keengganan Pemerintah RI (Pemerintah Pusat) untuk menerbitkan aturan pelaksana kebijakan Karantina Rumah, Karatina Wilayah, maupun Karantina Rumah Sakit menjadi tanda tanya besar dan menunjukkan Pemerintah RI seolah bersikap setengah hati dan tidak konsisten menerapkan kebijakan kekarantinaan kesehatan dalam menangani wabah pandemi COVID-19.
- Penerapan PSBB yang bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 yang sedang terjadi di suatu wilayah tertentu, justru tidak sejalan dengan masih padatnya arus lalu-lalang antar wilayah serta padatnya daya tampung pada layanan fasilitas transportasi publik karena masih diadakannya pembatasan jam serta kuota operasional transportasi publik. Hal ini jugalah yang kemudian menyebabkan meningkatnya kepadatan ruas-ruas jalan akibat tingginya penggunaan kendaraan pribadi meskipun kebijakan ganjil-genap di DKI Jakarta ditiadakan;
- Ketiadaan skema jaring pengaman ekonomi-sosial yang konstan sehingga warga dibiarkan memenuhi kebutuhannya sendiri selama PSBB, meski pemerintah telah mendistiribusikan dana bansos sebelumnya, tetapi distribusi yang dilakukan masih belum merata dan maksimal[4]. Akibatnya ada potensi warga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari akibat diberlakukannya PSBB tanpa adanya pemenuhan hak ekonomi yang konsisten dari Pemerintah kepada warga;
- Pelibatan ormas paramiliter dan preman dalam melakukan pendisiplinan penanganan COVID-19 menunjukkan kesalahkaprahan partisipasi warga dalam pengendalian pandemi COVID-19. Semestinya, peran partisipasi warga dalam pengendalian pandemi COVID-19 lebih bersifat persuasif dengan melalui ajakan-ajakan positif lewat medium kampanye, pendidikan, sosialisasi, dll. dengan melibatkan tokoh tokoh fornal maupun informal dalam komunitas masyarakat. Seperti ketua RT, RW, Kepala kampung, tokoh agama, atau kelompok pedagang pasar atau organisasi kepemudaan, pelibatannya bukan sampai pada ranah pengawasan dan pendisiplinan yang domain tersebut merupakan kewenangan Pemerintah dengan aparat penegak hukum melalui penegakan ketentuan UU Kekarantinaan kesehatan dan peraturan turunannya.
Bahkan lebih “ngawur” lagi adalah rencana Kepolisian melibatkan preman atau jeger dalam pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan.[5] Hal tersebut jelas tidak masuk akal dan menghina hukum dan konstitusi kita. Indonesa Negara hukum bukan negara preman. Mencoba mengatasi masalah pandemi covid dengan pendekatan represif melalui penegakan hukum saja tidak tepat apalagi melibatkan preman yang tidak kenal aturan. Gagasan ini merendahkan institusi kepolisian sendiri yang diberikan mandat UU untuk menjadi penegak hukum.
Pelibatan ormas dan unsur paramiliter ini juga menandakan adanya kegagalan pemahaman terkait relasi antara penegakan hukum dalam wilayah keamanan oleh Kepolisian dan peran masyarakat sipil , yang mana semestinya ada batas tegas antara dua hal tersebut agar menjamin profesionalitas serta demokratisasi di dua ranah tersebut.
Tidak hanya itu, kebijakan penanganan pandemi wilayah DKI Jakarta tidak bisa berdiri sendiri, karena arus mobilitas dan transportasi di DKI Jakarta terkoneksi dengan daerah penyangga di sekitarnya, khususnya daerah kota/kabupaten Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Untuk itu, perlu ada integrasi kebijakan penanganan pandemi yang sistematik dan terintegrasi dengan kebijakan di daerah kota/kabupaten penyangga DKI Jakarta.
LBH Jakarta menilai bahwa telah terjadi kebuntuan dan kegagalan kebijakan penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia sejauh ini, dimana data kurva epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan kasus penularan wabah pandemi COVID-19 di Indonesia terus menaik dan menukik ke atas, dan tidak pernah menunjukkan adanya arah penurunan atau bentuk landai dari kurva itu sendiri. Di sisi yang lain, arah kebijakan penanganan pandemi COVID-19 masih mentok pada “Adaptasi Kebiasaan Baru”, “Instruksi Pendisiplinan Masyarakat”, hingga kini “PSBB Lanjutan”. Sampai saat ini bahkan Pemerintah RI tidak menerbitkan aturan pelaksana bagi kebijakan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, maupun Karantina Rumah Sakit.
Berdasarkan hal-hal di atas, LBH Jakarta mendesak agar:
- Pemerintah baik Pusat dan Pemerintah Daerah untuk segera mengevaluasi langkah penanggulangan Covid 19 yang selama ini terbukti gagal mencegah laju penularan Covid 19 di Indonesia dengan mengutamakan pendekatan kesehatan dan keselamatan masyarakat dalam penanggulangan Covid 19 serta berhenti membuat pernyataan dan kebijakan yang kontraproduktif yang kerap membingungkan dan bertolak belakang dengan penanggulangan penularan covid 19;
- Pemerintah Indonesia segera menerbitkan aturan pelaksana kebijakan Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, dan Karantina Wilayah sebagaimana mandat Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, agar adanya banyak opsi kebijakan kekarantinaan yang dapat diberlakukan baik secara sendiri maupun semuanya, demi memaksimalkan pencegahan penularan wabah pandemi COVID-19;
- Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia cq Pemprov DKI Jakarta untuk fokus dan bersinergi dalam menangani pandemi COVID-19 secara maksimal sesuai dengan mandat aturan hukum yang ada dengan menggunakan pendekatan kesehatan dan pendidikan masyarakat berbasis kajian kesehatan masyarakat yang melibatkan ahli/praktisi kesehatan serta partisipasi aktif masyarakat seperti tokoh tokoh fornal maupun informal dalam komunitas masyarakat. Seperti ketua RT, RW, Kepala kampung, tokoh agama, atau kelompok pedagang pasar atau organisasi kepemudaan;
- Pemerintah RI dan Pemprov DKI Jakarta mempersiapkan skema kebijakan jaring pengaman ekonomi-sosial bagi warga demi menghadapi dampak krisis ekonomi yang dihadapi warga akibat sejumlah pembatasan pada masa wabah pandemi COVID-19, agar kebutuhan dasar warga tetap terpenuhi; Pemprov DKI Jakarta melakukan integrasi dan sinergisasi kebijakan penanganan pandemi COVID-19 dengan kota/kabupaten di sekitar wilayah DKI Jakarta, khususnya kota/kabupaten Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi;
- Pemerintah RI membatalkan pelibatan Polri, TNI, maupun ormas paramiliter apalagi preman/jeger dalam penanganan wabah pandemi Covid-19 yang berpotensi represif dan melanggar serta membatasi hak-hak sipil warga Indonesia tanpa dasar hukum yang sah bahkan dengan cara “preman/diluar hukum”, serta menggantinya dengan kebijakan kekarantinaan kesehatan yang berbasis peraturan perundang-undangan dan hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan penanggulangan Covid 19 selama ini serta rekomendasi ahli, akademisi, serta praktisi kesehatan masyarakat;
Jakarta, 17 September 2020
Hormat Kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM JAKARTA
[1] Lihat, “Berbeda dari PSBB Sebelumnya, Anies Sampaikan Aturan Baru yang Harus Ditaati Selama PSBB Lanjutan”, Link URL: https://zonajakarta.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-18738985/berbeda-dari-psbb-sebelumnya-anies-sampaikan-aturan-baru-yang-harus-ditaati-selama-psbb-lanjutan?page=4
[2] Lihat, “PSBB Jakarta Jilid II, Ini Aturan Baru Kendaraan Pribadi di Pergub 88/2020”, Link URL: https://kumparan.com/kumparanoto/psbb-jakarta-jilid-ii-ini-aturan-baru-kendaraan-pribadi-di-pergub-88-2020-1uBwAwgGvXW
[3] Lihat, “Direkrut Jadi Pengawas PSBB, Pemuda Pancasila Bantu Pemerintah”, Link URL: https://metro.tempo.co/read/1386142/direkrut-jadi-pengawas-psbb-pemuda-pancasila-bantu-pemerintah
[4] Lihat, “DPRD DKI : Pembagian Bansos Belum Merata Banyak, Warga Butuh Tak Dapat”, Link URL: https://news.detik.com/berita/d-4975886/dprd-dki-pembagian-bansos-belum-merata-banyak-warga-butuh-tak-dapat
[5] https://www.jawapos.com/nasional/14/09/2020/tangani-covid-19-wakapolri-ungkap-alasan-dirinya-libatkan-para-preman/