Jakarta, bantuanhukum.or.id—9 Maret 2015 Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dan Komite Aksi Perempuan (KAP) mendatangi Kementerian Tenaga Kerja untuk mendesak agar Menteri Tenaga Kerja melindungi perempuan dan pekerja rumah tangga (PRT). Aksi ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2015. Kurang lebih 25 orang yang terdiri dari pegiat perempuan, PRT, dan mahasiswa terlibat dalam aksi menuntut Menaker bekerja. Aksi ini diisi dengan orasi dari perwakilan organisasi atau individu yang hadir.
Perempuan di Indonesia mengalami beragam diskriminasi di tempat kerja, mulai dari pelecehan seksual, pembatasan cuti haid dan melahirkan, pembedaan upah, pelanggaran jam kerja, dan diskriminasi khusus perempuan Lesbian, Biseksual, dan Transgender (LBT). “Menaker harus bertindak tegas, jangan menunggu ada pengaduan”, terang Jumisih dari Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP).
Jumisih juga menambahkan bahwa pelanggaran-pelanggaran ini dibiarkan bertumpuk karena lemahnya pengawasan oleh Negara yeng menyebabkan perempuan bekerja sangat terdiskriminasi. Laporan pelanggaran ke pengawas ketenagakerjaan pun dibiarkan oleh petugas dan tidak ditindaklanjuti.
Secara khusus aksi ini juga menyuarakan keprihatinan nasional dalam bentuk mogok makan karena lalainya Negara melindungi PRT. Aksi mogok makan nasional ini diikuti oleh +/- 500 peserta baik di dalam maupun di luar negeri untuk mendesak pemerintah agar mengesahkan RUU Perlindungan PRT dan meratifikasi Konvensi ILO No 189.
“PRT tidak akan berhenti menuntut pemerintah agar segera sahkan RUU PRT”, kata Lita Anggraini dalam orasinya.
Dirjen Binapenta yang diwakilioleh Ibu Noura menemui seluruh peserta aksi di Ruang Tripatit, Kemenaker. Cukup disayangkan Menteri Tenaga Kerja tidak ada di tempat untuk menerima seluruh peserta aksi sehingga permasalahan yang ada dapat diterima dengan utuh oleh Menteri Tenaga Kerja.