Berbagai kementerian, instansi, dan lembaga negara telah membuka lowongan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) dan mengumumkan persyaratan pelamar CPNS. Di antara sekian lembaga tersebut, beberapa lembaga dan kementerian menerbitkan informasi persyaratan pelamar CPNS yang sifatnya justru diskriminatif dan tidak sensitif terhadap kelompok minoritas rentan di Indonesia.
Pada persyaratan CPNS Kejaksaan RI misalnya, syarat yang diskriminatif dapat dilihat dalam laman website https://rekrutmen.kejaksaan.go.id/, dimana dalam laman tersebut tertuang syarat pelamar CPNS seperti: “Tidak buta warna baik parsial maupun total, tidak cacat fisik, tidak cacat mental, termasuk kelainan orientasi seks dan kelainan perilaku (transgender)”. Persyaratan ini secara eksplisit mendiskriminasi kelompok minoritas seksual, transgender, dan disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan lewat seleksi CPNS.
Tidak cukup sampai disana, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin dalam beberapa pemberitaan menyatakan pihaknya menolak kelompok LGBT agar tidak masuk ke Kejaksaan RI, dengan dalih pihaknya hanya menerima “yang normal-normal, wajar-wajar saja, dan tidak mau aneh-aneh”. Pernyataan ini tentu sangat menyakitkan bagi kelompok minoritas rentan yang selama ini didiskriminasi.
Sedangkan pada persyaratan CPNS Kementerian Agama RI dan Kemendikbud RI yang diskriminatif, dapat dilihat dalam laman website https://kepri.kemenag.go.id dan https://cpns.kemdikbud.go.id, dimana pelamar dinyatakan: “tidak boleh terafiliasi dengan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila”. Selain sarat akan stigma negatif dan mendiskriminasi, syarat ini melanggar prinsip hak kebebasan berpikir dan berkeyakinan yang dijamin oleh konstitusi dan hak asasi manusia.
Di sisi lain, Kemenpan RB (Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) sebagai Kementerian yang bertanggung jawab mengkoordinatori proses seleksi CPNS, tidak memberikan respon dan melakukan tindakan yang tegas terkait kebijakan-kebijakan seleksi CPNS yang diskriminatif di lembaga-lembaga tersebut. Hal ini menunjukkan adanya upaya pembiaran terhadap praktik diskriminasi oleh lembaga negara terhadap warga sipil, khususnya yang memiliki identitas gender, seksual, fisik, dan ideologi yang berbeda.
LBH Jakarta menilai bahwa praktik diskriminasi yang terstruktur dan sistematis dalam seleksi CPNS 2019 di Kejaksaan RI, Kemenag RI, maupun Kemendikbud RI ini, pada dasarnya bertentangan dengan ketentuan Pasal 28I UUD NRI 1945 yang telah menyatakan: “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Ketentuan ini telah jelas bahwa setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat membedakan atas dasar apa pun, termasuk atas dasar perbedaan identitas gender, seksual, kondisi fisik dan mental, maupun ideologi.
Dalam konteks isu hak atas pekerjaan, seleksi CPNS 2019 di Kejaksaan RI, Kemenag RI, maupun Kemendikbud RI yang diskriminatif bertentangan dengan prinsip hak atas pekerjaan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, prinsip kebijakan manajemen ASN yang nondiskriminatif sebagaimana Pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan juga prinsip non diskriminasi dalam Pasal 3 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, sebagai sebuah kebijakan administrasi pemerintahan, praktik diskriminasi dalam seleksi CPNS 2019 di Kejaksaan RI, Kemenag RI, maupun Kemendikbud RI telah nyata bertentangan dengan prinsip AUPB (Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik) dalam Pasal 10 Undang-undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang salah satunya adalah Asas Ketidakberpihakan dalam membuat kebijakan administrasi pemerintahan.
Ada pun yang dimaksud dengan Asas Ketidakberpihakan itu sendiri adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif. Artinya mengacu pada asas dalam AUPB ini, maka semestinya CPNS 2019 di Kejaksaan RI, Kemenag RI, maupun Kemendikbud RI mempertimbangkan kepentingan semua pihak, termasuk yang berbeda identitas gender, seksual, kondisi fisik dan mental, identitas ideologi, dan sebagainya.
Di sisi lain, praktik diskriminasi dalam seleksi CPNS 2019 di Kejaksaan RI, Kemenag RI, maupun Kemendikbud RI menjadikan kelompok minoritas gender, seksual, dan disabilitas, mengalami kesulitan dalam akses dan memilih pekerjaan sesuai apa yang diinginkan. Hal tersebut telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 28E UUD NRI 1945, dimana setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk bebas memilih pekerjaannya.
Untuk itu, LBH Jakarta mendesak agar:
- Presiden RI Joko Widodo dan Kemenpan RB RI untuk mendesak Kejaksaan RI, Kemenag RI, maupun Kemendikbud RI menghapus ketentuan persyaratan seleksi CPNS 2019 yang diskriminatif di masing-masing instansi
- Kejaksaan RI, Kemenag RI, maupun Kemendikbud RI menghapus ketentuan persyaratan seleksi CPNS 2019 yang diskriminatif di masing-masing instansi, dan membuat kerangka seleksi CPNS yang lebih mengakomodasi dan ramah terhadap kelompok minoritas dan rentan;
- Pemerintah RI –baik lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif-, mendorong terbitnya kebijakan maupun produk hukum yang melindungi hak asasi manusia dan hak konstitusional kelompok minoritas rentan, termasuk kelompok minoritas identitas gender, seksual, dan disabilitas
Jakarta, 20 November 2019
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA