Banyaknya rentetan dugaan kriminalisasi yang dituduh dilakukan polisi menimbulkan kekhawatiran kalau Polri bakal bertransformasi menjadi Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang eksis pada rezim orde baru.
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar berharap, Polri mampu menjaga profesionalitasnya sebagai penegak hukum. Tidak mencari-cari kesalahan orang apalagi melanggar HAM seperti yang dilakukan Kopkamtib.
“Kalau cara-cara Kepolisian mencari-cari kesalahan diteruskan, apakah polisi nanti mau jadi Kopkamtib ? Ini tidak boleh. Polisi jangan berpolitik tetapi menegakan hukum,” kata Bambang di Kantor LBH Jakarta, Jumat (2/10).
Menurutnya, kriminalisasi yang sejati bermakna pada adanya delik pidana baru. Namun sekarang ini kriminalisasi lebih bermakna mencari-cari kesalahan orang yang tidak bersalah untuk dijerat dalam perkara pidana.
“Arti kriminalisasi yang enggak benar itu mencari-cari kesalahan orang, ini tidak boleh. Penegak hukum tidak boleh mencari-cari kesalahan. Kalau kita menghadapi kriminalisasi harus kita lawan,” ujarnya.
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa menilai, sudah banyak contoh kriminalisasi yang terjadi dalam setahun terakhir. Dari buruh, petani, mahasiswa, Komisioner Komisi Yudisial (KY) hingga Komisioner KPK dikriminalisasi. Tindakan tersebut dianggap mengancam demokrasi.
“Orang yang tidak bersalah dianggap bersalah kemudian diproses, disidik, dan bisa jadi direkayasa perkaranya hingga ke pengadilan,” ungkapnya.
Dikatakan, kendati Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus ketentuan perbuatan tidak menyenangkan dalam Pasal 335 Ayat (1) KUHP namun faktanya ketentuan tersebut masih diterapkan untuk mengkriminalisasi.
Hal itu dialami oleh mahasiswa Universitas Khairun Ternate, Adlun Fiqri, yang ditersangkakan dan ditahan di Mapolres Ternate karena dituduh mencemarkan nama baik institusi dan pribadi polisi setelah mengunggah video berjudul “Kelakuan Polisi Minta Suap di Ternate” di situs Youtube. Artinya, kriminalisasi masih terjadi hingga detik ini.
“Fenomena (kriminalisasi) ini seakan-akan menjadi fenomena yang lazim di Indonesia. Kepolisian harus mau dikoreksi,” katanya. (sp.beritasatu.com)