Jakarta, LBH Jakarta-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Rabu (08/10/14), menggelar konferensi pers di Gedung LBH Jakarta. Agenda konferensi pers kali ini terkait dengan kasus Nurdin Prianto korban salah tangkap. Kasus salah tangkap tersebut dilakukan oleh pihak yang mengaku dari kepolisian.
kejadian salah tangkap ini bermula pada hari Senin (06/10/14), saat itu Nurdin yang ingin menjalankan rutinitasnya sebagai pengamen ditangkap saat ia baru keluar dari Gang dekat rumahnya. Nurdin sempat mengobrol dengan salah seorang temannya tepatnya di depan sebuah bengkel. Namun, secara tiba-tiba Nurdin dibekap oleh orang yang mengaku dari Kepolisian Polda Metro Jaya.
Nurdin dipaksa oleh polisi untuk mengaku sebagai penjual narkotika, padahal Nurdin bukanlah pengedar maupun pemakai obat terlarang tersebut. Nurdin yang merasa tidak bersalah pun meronta-ronta, namun polisi tersebut justru menjatuhkan dan menginjaknya.
“Pas saya baru mau jalan ngamen, tau-tau saya udah ditangkep aja, dipaksa buat ngaku kalo saya jual narkoba,” cerita Nurdin dalam konferensi pers.
Kemudian Nurdin dibawa dan dimasukan ke dalam mobil oleh polisi dan kembali dipaksa mengakui dan menunjukkan bandar besar narkotika, sambil diancam akan ditembak kakinya dengan menggunakan pistol. Oleh polisi, Nurdin ditantang untuk melakukan test urine dan Nurdin pun bersedia menerima tantangan tersebut. Namun, belum sempat dilakukannya test urine, Nurdin kemudian dibebaskan di lokasi yang tidak berjauhan dengan lokasi awal ia ditangkap dan diancam supaya kembali lagi ke lokasi tersebut pada pukul 18.00 sore untuk melapor. Jika tidak, orang yang mengaku polisi tersebut akan mendatangi Nurdin kerumahnya. Setelah itu, Nurdin pun langsung melaporkan kejadian yang ia alami ini ke LBH Jakarta.
Hal yang menarik dari kasus ini adalah, Nurdin Prianto ini merupakan korban yang pernah mengalami kejadian salah tangkap juga pada tahun 2013 lalu. Nurdin adalah salah satu dari 6 (enam) terdakwa kasus pembunuhan di daerah Cipulir. Nurdin ditangkap berama rekan-rekannya oleh Polda Metro Jaya pada tanggal 30 Juni 2013 dengan tuduhan melakukan pembunuhan, padahal ia dan rekan-rekannya bukanlah pelaku dari pembunuhan tersebut. Selama proses di Kepolisian, Nurdin dan rekan-rekannya mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh Kepolisian seperti dipukuli, diinjak-injak, ditendang bahkan disetrum. Tujuannya adalah supaya Nurdin dan rekan-rekan mengakui perbuatan yang sama sekali tidak pernah dilakukan oleh mereka. Hingga akhirnya Nurdin dan rekan-rekan mendekam di Penjara, namun keadilan berpihak pada mereka sehingga Nurdin pun dibebaskan melalui Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta No. 50/PID/2014/PT.DKI dengan alasan tidak ada satu pun alat bukti yang dapat membuktikan kesalahannya.
Konferensi Pers pun berjalan dengan lancar. Pengacara LBH Jakarta dalam hal ini diwakili oleh Johanes Gea, S.H dan Nelson Nikodemus Simamora, S.H telah menyatakan pendapat mereka di depan rekan-rekan media yang hadir. Joge begitu sapaan akrab Pengacara Publik LBH Jakarta Johanes Gea, S.H, menyatakan bahwa “LBH Jakarta memprotes berat penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan terhadap Nurdin Prianto.”
LBH Jakarta sudah melakukan beberapa upaya diantaranya sudah melaporkan kejadian ini ke Polda Metro Jaya pada tanggal 7 Oktober 2014 untuk ditindak lanjuti. LBH Jakarta tidak ingin jika kasus ini hanya dikenakan sanksi pidana saja, tapi LBH Jakarta juga menginginkan jika kasus ini dikenakan pada sanksi kedisiplinan pihak Kepolisian yang bersangkutan, misalnya dikeluarkan dari keanggotaan sebagai Polisi. LBH Jakarta juga meminta kepada rekan-rekan media supaya tetap terus mengawal kasus-kasus semacam ini demi terwujudnya keadilan di Indonesia (MJ).