Kami, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang peduli dengan peristiwa kekerasan terhadap kelompok minoritas Syiah di Sampang, menuntut agar Pihak Kepolisian bekerja dengan profesional dan jujur terutama dalam melakukan penegakan hukum. Penangkapan Roisul Hukama yang dikenakan dengan Pasal 354 KUHP, karena diduga memicu kerusuhan di Sampang, serta menangkap 7 orang lainnya tidaklah cukup.
Dalam catatan hasil pemantauan dilapangan bahwa peristiwa di Sampang, 26 Agustus 2012, ditemukan bukti yang kuat rangkaian eskalasi kekerasan, baik yang bersifat turut serta, memotivasi sampai pelaku lapangannya. Oleh karenanya, polisi harus memeriksa; pertama, pihak-pihak yang mengorganisir pertemuan-pertemuan anti Syiah dan merencanakan tindakan jahat atau kekerasan terhadap anggota kelompok Syiah. Kedua, pihak-pihak yang dengan wewenangnya di organisasi atau lembaganya, mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memotivasi dan melegitimasi dibangunnya kebencian terhadap Syiah terutama kebencian yang berujung pada tindakan kekerasan. Ketiga, aktor-aktor yang menyebarkan (syiar) kebencian terhadap kelompok lain, dalam hal ini kebencian terhadap kelompok Syiah. Termasuk, keempat, memeriksa pihak-pihak yang melakukan intimidasi terhadap pengikut Syiah paska mereka kembali dari pengungsian akibat penyerangan pada 29 Desember 2011. Kelima, mereka yang mengajak, memimpin dan melakukan pencegatan terhadap rombongan perempuan dan anak-anak dalam mobil pada 26 Agustus 2012. Keenam, mereka yang memobilisir (mengajak) mengumpulkan orang dan mengajak melakukan kekerasan/penyerangan ke rumah penduduk sipil dari kelompok Syiah, seperti rumah Ustad Tajul Muluk, dan beberapa kelompok lainnya. Ketujuh, mereka yang melakukan kekerasan hingga jatuhnya korban yang meninggal dan luka-luka, yang melakukan pembakaran rumah-rumah.
Sementara Komnas HAM dan Kompolnas, harus memeriksa modus pembiaran dan kelalaian mekanisme kerja Polisi hingga akhirnya polisi tidak memberikan perlindungan pada jemaah Syiah, bukan hanya pada 26 Agustus 2012, akan tetapi atas sejumlah laporan intimidasi dan penyebaran kebencian yang sudah berlangsung cukup lama terhadap komunitas Syiah di Sampang.
Kami juga menyayangkan pernyataan dari pihak pemerintah pusat yang tidak membangun iklim perdamaian dan tidak menunjukan sikap anti terhadap kejahatan/kebencian satu kelompok terhadap kelompok lain di Indonesia. Kami mencatat setidaknya ada pernyataan-pernyataan Menteri Agama, Mendagri, Menkumham, yang berupaya menyembunyikan kerentanan masalah keberagaman di Indonesia. Seolah-olah bahwa persoalan di Sampang hanya sebatas persoalan keluarga dan bersifat kriminal biasa.
Kami ingin menegaskan bahwa penyerangan dengan dilakukan oleh 500 orang lebih patut duga merupakan upaya yang sistematis. Yang terlibat bukan lagi anggota sejumlah keluarga saja, melainkan sudah pihak-pihak diluar keluarga. Dari sisi historis, sejak 2006, bisa dilihat bahwa indikasinya sudah masuk pada tingkat upaya membangun kebencian terhadap kelompok Syiah. Justru konflik keluarga baru ada pada 2009.
Jakarta, 30 Agustus 2012
Aliansi Solidaritas Kasus Sampang
YLBH-Universalia, KontraS, YLBHI, Wahid Institute, SEJUK, LBH Jakarta, ELSAM, HRWG, ILRC, Aman Indonesia, Komnas Perempuan, ILRC, ANBTI, Setara-Institute, PWAG, Inspirasi Indonesia, Ma’arif Institute, LAPPAN Maluku, YAKKUM, Imparsial, Adat Karuhun Sunda Wiwitan Cigugur, Binangkit Jabar, SAPA Institute Bandung, Yayasan Lambu Ina Muna, 6211, Pupa Bengkulu, Madia Jakarta, Bidang Diakonia PGI, LBH Apik Makassar & Bali, Aliansi Sumut Bersatu, LP MMT, PB PMII, Fahmina Institute, ISIF Cirebon, APAB, Rahima Jakarta, PB HMI
Untuk keterangan media, hubungi :
Choirul Anam (HRWG): 08158718498
Febionesta (LBH Jakarta): 087870636308
Haris Azhar (Koordinator KontraS): 081513302342
Hertasning Ichlas (LBH Universalia): 08119698210