Senin (02/03), Tim Advokasi untuk Demokrasi (LBH Jakarta, Kontras, LBH Pers, LBH Masyarakat, dan Imparsial) bersama dengan perwakilan koran brutalitas kepolisian saat aksi Reformasi Dikorupsi, melakukan pengaduan ke Ombudsman RI atas dugaan tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Pusat, serta Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat dalam menangani aksi #ReformasiDikorupsi pada September lalu. Kedatangan Tim Advokasi untuk Demokrasi diterima langsung oleh 2 (dua) orang komisioner Ombudsman RI, masing-masing Ninik Rahayu dan Adrianus Eliasta Meliala.
Berdasarkan data dan kronologi yang dihimpun oleh Tim Advokasi untuk Demokrasi, disimpulkan bahwa telah terjadi dugaan tindakan maladministrasi oleh kepolisian yang berada di lokasi aksi unjuk rasa sejak 24-30 September 2019 berupa tindakan penangkapan tanpa alasan yang jelas terhadap para peserta aksi unjuk rasa, tindakan “sweeping” (terhadap massa aksi yang sudah membubarkan diri, kekerasan luar biasa berupa penganiayaan ringan sampai berat terhadap para peserta unjuk rasa, pemeriksaan orang yang ditangkap melebihi waktu 1×24 jam, hingga tidak diberitahukannya penangkapan terhadap keluarga sehingga keluarga mengira bahwa korban menghilang.
Selain melampirkan kronologi, bukti medis dan juga foto kepada Ombudsman RI, Tim Advokasi untuk Demokrasi juga menghadirkan 3 (tiga) orang sebagai perwakilan korban kekerasan kepolisian saat aksi #ReformasiDikorupsi, yaitu 2 (dua) orang mahasiswa dan 1 (satu) orang jurnalis. Terlihat jelas bahwa para mahasiswa dan jurnalis luka-luka atas brutalitas Kepolisian, bahkan menyisakan bekas fisik maupun psikis hingga kini.
Tim Advokasi untuk Demokrasi berharap agar Ombudsman RI sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dapat menindaklanjuti laporan pengaduan yang dilakukan, serta dapat melakukan investigasi atas dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh kepolisian. Ombudsman RI juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi atas peristiwa aksi 24-30 September 2019 di sekitar Gedung DPR RI. Selain itu, Ombudsman RI juga diharapkan dapat menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan melakukan sinergi dengan Komnas HAM dan LPSK mengingat kerugian-kerugian yang dialami korban membutuhkan koordinasi lintas sektor.
“Kepolisian diduga melakukan maladministrasi karena melakukan penangkapan-penangkapan tanpa surat, meski polisi bisa melakukan penangkapan tanpa surat jika penangkapan tersebut adalah tangkap tangan, sementara rata-rata korban ditangkap saat sudah ingin pulang,” Ungkap Oky Wiratama Pengacara Publik LBH Jakarta. (Dirga)