Siaran Pers No 438/SK-RILIS/III/2016
Para pembela Hak Asasi Manusia mengecam keras kriminalisasi dan tindak kekerasan terhadap 23 Buruh, 1 Mahasiswa dan 2 Pengacara Publik LBH Jakarta. Ke 26 korban kriminalisasi tersebut saat ini akan segera menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka dikriminalisasi karena menyuarakan pembelaan terhadap hak buruh terkait penolakan PP Pengupahan pada tanggal 30 Oktober 2015 lalu di depan Istana Merdeka. Kedua Pengacara Publik LBH Jakarta yang saat itu sedang menjalankan tugasnya memantau jalannya aksi ikut ditangkap.
Kami menyebut ini sebagai kriminalisasi karena terdapat pola kejanggalan yang terlihat dalam kasus ini. Pertama, syarat administratif yang harus dipenuhi dalam melaksanakan aksi tersebut sudah dilaksanakan. Dengan demikian aksi tersebut sudah dibenarkan dan dijamin dalam Undang-undang. Kedua, tidak ada dasar hukum bagi pihak kepolisian untuk melakukan pemidanaan. Ketiga, pemidanaannya tidak hati-hati dan bersifat acak. Keempat, 26 orang segera ditetapkan menjadi tersangka sesaat setelah mereka ditangkap tanpa ada bukti yang cukup dan segera dilimpahkan ke Kejaksaan. Kelima, Tigor dan Obed, pengacara yang saat itu jelas merupakan
kuasa hukum juga dijadikan tersangka meskipun jelas ia dilindungi dengan UU Bantuan Hukum dan UU Advokat.
Bagi Geram Kriminalisasi, kasus pembela HAM yang diadili karena memperjuangkan hak, adalah pertama kalinya terjadi di Zaman Reformasi. Di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, hal ini hanya pernah terjadi pada Zaman Orde Baru, yaitu menimpa Alm. Adnan Buyung Nasution dan Alm. Yap Tiam Hien. Lebih lanjut, pola serupa juga mulai terlihat dari kriminalisasi kepada Bambang Widjajanto, Abraham Samad, dan Novel Baswedan (yang kasusnya sudah dihentikan). Selain mereka, puluhan aktivis anti korupsi saat ini juga dijadikan tersangka dan juga terancam untuk diadili.
Bukan hanya kriminalisasi, pola kekerasan semakin terlihat akhir-akhir ini, bahkan korbannya semakin meluas dan tanpa pandang bulu, termasuk aksi 1 Desember lalu hingga hingga melukai media yang meliput. Melihat arogansi penguasa yang terlihat dalam bentuk kekerasan dan kriminalisasi kepada para Pembela HAM sebagai cara untuk membungkam masyarakat sipil, maka kami para pembela HAM mendesak agar kasus kriminalisasi kepada para Pembela HAM, termasuk 23 Buruh, 1 Mahasiswa, dan 2 Pengacara LBH Jakarta, serta puluhan aktivis anti korupsi dihentikan.
Kami mendesak Pemerintah Republik Indonesia agar menghentikan perkara seluruh pihak yang dikriminalisasi dalam kasus tersebut dengan mengeluarkan SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan). Lebih lanjut, kami juga menyerukan agar Kepolisian Republik Indonesia juga harus direformasi, dengan salah satunya mengentikan seluruh bentuk kekerasan dan kriminalisasi pada masyarakat sipil.
Terakhir, kami juga menyerukan agar pemerintah Republik Indonesia membuat regulasi nasional dan menjamin keamanan para pembela HAM dalam melaksanakan kerja-kerja advokasi dan kemanusiaannya.
Jakarta, 13 Maret 2016
Hormat Kami
GERAM KRIMINALISASI
PPMI, F-SPASI, F-SEDAR, LBH Jakarta, Pembebasan, SPRI, BEM FH Jayabaya, Senat FH Jayabaya, LMND, Sudut Kota, Mappi FHUI, Papua itu Kita, FSBDSI-Tapal Batas, FSBI, MPLI, AP Dok. Koja Bekasi, Sahabat Munir, SEGAR, KPRI, FMK, AMI, GMNI, TAKTIS, LBH APIK, HWDI, BEM FHUI, KNTI, FSBI, JRMK, UPC, BEM Mpu Tantular, Paralegal LBH Jakarta, ICW, PI, PSHK, HRWG, Perempuan Mahardika, PBHI, BEM FH UKI, CM, GSPB, KontraS, Demos, SeBumi, YLBHI
Kontak: Yunita (08999000627)