Siaran Pers
Tim Advokasi Novel Baswedan
Setelah memantau sidang pertama pembacaan dakwaan penyiram air keras Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara hari ini (Kamis, 19 Maret 2020), kami Tim Advokasi Novel Baswedan menyatakan sebagai berikut:
1. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunjukkan bahwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan hanya dinilai sebagai tindak pidana penganiayaan biasa yang tidak ada kaitannya dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi dan teror sistematis pelemahan KPK yang selama ini terus diterima oleh para penyidik KPK. Tidak ada Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 340 atau pasal pembunuhan berencana sesuai fakta bahwa Novel diserang karena kerja-kerjanya menyidik kasus korupsi dan hampir saja kehilangan nyawanya akibat cairan air keras yang masuk ke paru-paru.
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum sangat bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri untuk kasus Novel Baswedan yang menemukan bahwa motif penyiraman air keras terhadap Novel yang berkaitan dengan kasus-kasus korupsi besar yang ditanganinya. Padahal dakwaan JPU yang mengamini motif sakit hati (membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan Institusi Kepolisian), yang disampaikan terdakwa sangat terkait dengan kerja Novel di KPK. Tidak mungkin sakit hati karena urusan pribadi, pasti karena Novel menyidik kasus korupsi termasuk di kepolisian. Terlebih lagi selama ini, Novel tidak mengenal ataupun berhubungan pribadi dengan terdakwa maupun dalam menyidik tindak pidana korupsi.
3. Dalam dakwaan JPU tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap novel baswedan. Patut diduga Jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan. Hal ini bertentangan dengan temuan dari Tim Pencari Fakta bentukan Polri yang menyebutkan bahwa ada aktor intektual dibalik kasus Novel Baswedan.
4. Mabes Polri menyediakan 9 orang pengacara untuk membela para terdakwa. Hal yang sangat janggal karena perbuatan pidana para terdakwa bukanlah tindakan dalam melaksanakan tugas institusi namun mendapatkan pembelaan dari institusi kepolisian.
5. Sembilan pengacara yang mendampingi para terdakwa tidak mengajukan eksepsi. Hal ini sangat janggal bagi pengacara ketika tidak menggunakan hak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa.
6. Sidang selanjutnya akan langsung masuk kepada tahap pembuktian dan didahului dengan pemeriksaan saksi. Artinya sidang dibuat cepat dari lazimnya sidang pidana.
7. Sidang perdana yang dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara menunjukkan Mahkamah Agung tidak sensitif terhadap ancaman virus corona yang mengancam kesehatan publik. Tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah dan sangat beresiko memperluas ancaman penularan virus corona.
Berdasarkan fakta tersebut Tim Advokasi Novel Baswedan menilai bahwa sidang penyiram air keras terhadap Novel Baswedan tidak lain hanyalah formalitas belaka. Sidang dilangsungkan cepat, tidak ada eksepsi, tidak beroritentasi mengungkap aktor intelektual, dan kemungkinan besar berujung hukuman yang ringan.
Berdasarkan hal-hal di atas, kami mendesak:
1. Majelis Hakim mampu untuk mengadili kasus ini dengan independen dan progresif untuk mengungkap kebenaran materiil dalam kasus Novel Baswedan sehingga persidangan kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban dan masyarakat.
2. Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, Komnas HAM, Ombudsman RI, dan organisasi advokat untuk aktif memantau seluruh proses persidangan kasus ini.
3. Mendesak Komnas HAM memantau persidangan ini karena terindikasi untuk menyembunyikan jejak pelaku perencana/penggerak dan jauh dari temuan Komnas HAM.
4. Mengajak masyarakat dan media tetap mengawal pengungkapan kasus hingga ke aktor intelektual, “Jendral” di balik kasus penyiraman air keras Novel Baswedan.
Demikian siaran pers ini kami sampaikan. Terima kasih.
Jakarta, 19 Maret 2020
Hormat kami,
Tim Kuasa Hukum