Dalam sidang THE UN COMMITTEE ON ECONOMIC SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (CESCR) atau Komite ECOSOC PBB di Jenewa, Swiss (29/4). LBH Jakarta memaparkan empat isu-isu tentang kegagalan Pemerintah Indonesia untuk memenuhi tanggung jawab mereka dalam memenuhi, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat Indonesia di:
- Hak Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran Indonesia
- Hak Serikat Pekerja
- Hak Pendidikan
- Hak atas Tanah dan Perumahan
A. Hak untuk Bekerja
Pekerja Rumah Tangga di Indonesia
Saat ini tidak ada peraturan yang dibuat untuk melindungi mereka. Jadi sekitar 10 juta rakyat Indonesia tidak terlindungi dari: Bekerja dengan beban tak terbatas tanpa surat kontrak dan gambaran pekerjaan terutama pekerja rumah tangga yang hidup dengan majikan, jam kerja yang panjang: umumnya lebih dari 14-16 jam per hari sampai malam dan mereka harus selalu siap jika dipanggil, tidak ada upah minimum dan dibayar lebih rendah atau bahkan tidak dibayar sama sekali, tidak punya hak untuk cuti tahunan, libur mingguan, cuti haid, cuti hamil atau cuti melahirkan dan hak lainnya. Kurangnya atau minimnya akses komunikasi sosial menyebabkan pekerja rumah tangga tertahan atau dijauhkan dari kontak sosial, baik dari keluarga, tetangga atau masyarakat, yang menyebabkan kurangnya intervensi dan kontrol sosial. Pekerja Rumah Tangga bertahan pada situasi psiko – sosial seperti perasaan cemas, takut membuat kesalahan, takut menyatakan pendapat, berekspresi, dan menganggap diri mereka diremehkan. Tidak ada mekanisme penyelesaian sengketa; Oleh karena itu, penyelesaian sering bias. Eksploitasi oleh agen pemasok pekerja rumah tangga atau pihak lain yang sengaja untuk perdagangan pekerja. Tidak ada standar pekerjaan yang layak, tidak ada undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga. Situasi ini relatif tergantung pada majikan, sehingga pekerja rumah tangga rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan, kekerasan fisik, psikologis dan verbal.
Masyarakat Sipil telah mengajukan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ke DPR RI dan Pemerintah sejak tahun 2004. Legislasi RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga telah berjalan selama 10 tahun. Undang-undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga telah diusulkan, namun ada resistensi dari DPR dan Pemerintah untuk membahas dan mensahkan menjadi undang-undang.
Tidak ada keinginan juga dari pemerintah dan DPR untuk meratifikasi Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga. Meskipun Presiden Republik Indonesia telah menyatakan pada 100th Session og Konferensi Perburuhan Internasional 14 Juni di Jenewa bahwa Indonesia mendukung dan akan meratifikasi Konvensi ILO Pekerjaan yang Layak untuk Pekerja Rumah Tangga dan akan membuat undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga. Tapi sampai sekarang tidak ada realisasinya.
Rekomendasi:
Untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga, LBH Jakarta merekomendasikan:
- DPR dan Pemerintah Republik Indonesia harus segera mempertimbangkan dan mensahkan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
- DPR dan Pemerintah Republik Indonesia harus segera meratifikasi Konvensi ILO No 189 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga
- Mengintegrasikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dalam regulasi pekerja rumah tangga di Indonesia, termasuk juga Draft RUU tentang Pekerja Rumah Tangga saat ini sedang dipertimbangkan, serta UDHR, ICESCR, CEDAW, CRC, CMW, dan Konvensi ILO No 189.
Pekerja migran
Migrasi merupakan hak asasi manusia. Tapi kita harus membahas ada konteks khusus migrasi di negara berkembang. LBH Jakarta menyebut sebagai migrasi paksa, karena hal itu terjadi karena kemiskinan dan kurangnya tempat kerja dan kegagalan negara untuk memenuhi hak pendidikan. Tapi sekarang fenomena Buruh Migran Indonesia telah dikomoditi, karena tidak ada regulasi yang tepat untuk melindungi Buruh Migran Indonesia. Peraturan tersebut hanya menekankan pada penempatan pekerja migran, tanpa dilindungi haknya.
Rekomendasi:
Pemerintah Indonesia harus mengeluarkan Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Migran Indonesia yang bekerja di Luar Negeri dan menyesuaikan revisi undang-undang ini dengan semua prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang telah diratifikasi oleh Undang-undang Nomor 6 tahun 2012.
B. Sejumlah undang-undang yang menjamin kebebasan untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh telah gagal untuk melindungi hak-hak sejumlah besar buruh dan pekerja di perusahaan swasta maupun BUMN.
Kebebasan berkumpul dan berserikat dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945 , di mana prinsip hak asasi manusia diterapkan .
Buruh yang membentuk atau bergabung dengan serikat buruh biasanya menghadapi penskorsan, mutasi, penurunan pangkat, tidak mendapatkan tugas dan menghadapi pemecatan sepihak. Para buruh yang tergabung dalam serikat buruh dan berunjuk rasa, atau melakukan pemogokan sering diberikan sanksi bahkan dikriminalisasi. Dewan serikat pekerja dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik atau umpatan. Misalnya di Makassar, Sulawesi Selatan, secara eksplisit, Ada beberapa peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah yang melarang hak mogok untuk pegawai negeri sipil. Di daerah lain, kasus beberapa gubernur memberikan sanksi kepada pegawai negeri sipil yang bergabung dengan pemogokan (Misalnya : di Bandung, Jawa Barat). Dasar hukum yang digunakan oleh pemerintah daerah adalah UU No 53 Tahun 2010 tentang Pegawai Negeri Sipil yang mengatur tentang larangan bagi PNS untuk mengikuti kegiatan politik, atau kegiatan yang memberi atau menimbulkan dampak buruk secara langsung maupun tidak langsung kepada negara.
Dalam 4 tahun terakhir, dari puluhan laporan tentang union busting hanya ada 1 kasus di mana majikan dituntut dan dikenakan dengan union busting dalam kasus King James di Jawa Timur. Kasus-kasus lain dihentikan polisi atau jaksa. Para penegak hukum tidak memiliki kapasitas yang memadai dan pengetahuan tentang kejahatan tenaga kerja terutama union busting. Dengan menghilangkan union busting, pemenuhan hak-hak buruh akan terus terhambatnya.
Ironi dalam union busting bahwa beberapa pelaku signifikan adalah perusahaan milik negara, seperti PT . ASDP (perusahaan pelabuhan) , PT . ASKES (yang sudah berubah nama menjadi BPJS Kesehatan – perusahaan jaminan sosial) , PELINDO (perusahaan transportasi air) , PT . Pertamina (perusahaan minyak & gas).
Rekomendasi:
- Peningkatan kuantitas dan kualitas serta kemampuan pengawas ketenagakerjaan dengan hak asasi manusia dan perspektif gender mengenai peningkatan penegakan hukum dalam undang-undang perburuhan.
- Pemerintah membahas penegakan undang-undang perburuhan terutama untuk sanksi pidana setiap kejahatan tenaga kerja.
C. Pendidikan yang berkualitas di Indonesia hanya dapat diakses oleh orang kaya yang tinggal di kota-kota besar. Dan untuk itu, LBH Jakarta menghimbau kepada Komite merekomendasikan Pemerintah Indonesia untuk:
- Pemerintah Indonesia harus segera menyusun politik pendidikan Indonesia untuk menjaga dan pencegahan dini, ketidakkonsistenan kebijakan yang berpotensi melanggar pemenuhan hak atas pendidikan.
- Pemerintah Indonesia harus menjamin hak semua anak, terutama yang berasal dari kelompok miskin dan kurang beruntung, tanpa diskriminasi, untuk menerima pendidikan formal. Hak atas pendidikan harus dipastikan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi dengan standar dan kualitas yang sama di seluruh pelosok Indonesia, bahkan di daerah terpencil
- Dalam mengejar pemenuhan hak pendidikan, pemerintah harus mencabut atau mengubah semua kebijakan dan praktek-praktek yang bertentangan dengan pemenuhan dan perlindungan hak atas pendidikan, responsif terhadap isu-isu gender dan hak-hak perempuan di bidang pendidikan. Terutama Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menggeser tanggung jawab dari negara kepada sektor swasta dan para siswa. Hal ini didasarkan pada statistik dari salah satu universitas terkemuka di Indonesia, Universitas Indonesia, yang menunjukkan pendapatan mereka dari siswa 48% pada tahun 2008, 42% pada tahun 2009, 44% pada tahun 2010, 46% pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 meningkat secara signifikan menjadi 57%. Angka-angka menunjukkan bahwa universitas diprivatisasi tergantung kepada siswa mereka sebagai sumber pendapatan. Ini akan secara langsung dan tidak langsung meningkatkan biaya kuliah. Akibatnya, hanya orang-orang dengan kemampuan keuangan bisa mengakses pendidikan tinggi dan jumlah pelanggaran terhadap hak yang sama atas pendidikan.
- Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2596 K/PDT/2008 dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 377/PDT/2007/PT.DKI dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST yang mencabut Ujian Nasional bagi siswa. Karena masih banyak standar kualitas pendidikan yang berbeda.
D. Hak Atas Tanah dan Perumahan
Pertama. Kegagalan pemerintah dalam melakukan Reforma Agraria sejak tahun 1960-an melalui penegakan UU No 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, telah menyebabkan pendudukan sebagian tanah oleh tuan tanah dan jutawan, dan sebagian besar ditinggalkan. Sementara di sisi lain, kaum miskin tidak mampu membeli beberapa lahan untuk tempat tinggal mereka. Kegagalan Negara dalam melakukan kepemilikan tanah dan sensus lahan terlantar telah menyebabkan pelanggaran hak atas tanah untuk sebagian besar warga negara Indonesia.
Selain itu , munculnya mafia tanah yang mudah mengusir orang-orang yang menempati lahan terlantar atau lahan masyarakat selama puluhan tahun oleh alasan bahwa mereka tidak memiliki dokumen hukum (sertifikat tanah).
Pemerintah juga belum mengatur prosedur penggusuran sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, terutama karena diabadikan dalam Instuksi Gubernur No 7 tentang Penggusuran Paksa. Pemerintah bahkan memberlakukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penggunaan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagai dasar hukum untuk mengusir, tanpa bukti yang jelas pada definisi kepentingan umum. Kasus ” BMW Garden” di Jakarta Utara adalah bukti praktek tersebut, di mana Pemerintah menggusur rakyat miskin yang telah tinggal selama bertahun-tahun di tanah itu untuk pendirian taman publik. Namun pada kenyataannya bahwa tanah yang tersebut untuk apartemen komersial.
Rekomendasi:
- Berdasarkan tersebut di atas, kami sarankan Pemerintah untuk melakukan sensus kepemilikan tanah di seluruh wilayah Indonesia dan mendistribusikan kembali kepemilikan tanah sebagai bentuk memperbaiki untuk kegagalan Reformasi Agraria dan untuk menjamin keadilan sosial.
- Mengembangkan undang-undang yang menyediakan prosedur penggusuran berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional dan melarang penggusuran paksa atau penggusuran untuk kepentingan umum tanpa konsultasi publik terlebih dahulu dan persetujuan dari korban penggusuran tersebut.
Kedua. Di Timor Barat, sebagian besar dari 113.000 orang yang telah memilih untuk tetap di wilayah ini setelah perpindahan mereka dari Timor Timur tahun 1999 tinggal di rumah sub-standar dengan fasilitas yang tidak memadai dan mereka umumnya lebih miskin daripada penduduk lokal. Karena kurangnya kepemilikan tanah dan mata pencaharian yang berkelanjutan dan akses mereka yang terbatas untuk layanan pemerintah. Pada awal 2014, 22.000 orang tetap tinggal di kamp-kamp tersebut, yang membutuhkan mata pencaharian dan bantuan untuk tempat tinggal. Kurangnya jaminan kepemilikan, diperburuk oleh kelangkaan tanah dan ketegangan antara pengungsi dan masyarakat setempat, diidentifikasi sebagai hambatan utama bagi solusi jangka panjang.
Rekomendasi:
Aksesibilitas lahan oleh pengungsi harus ditingkatkan melalui kebijakan pertanahan yang mengakui situasi kepemilikan bersama. Juga koordinasi ditingkatkan, diperlukan antara berbagai instansi yang bekerja pada isu-isu tanah pada tingkat nasional dan lokal.
Sebagai program khusus yang menargetkan mantan pengungsi berakhir pada akhir 2013, penting untuk memastikan bahwa kebutuhan mereka sangat penting, khususnya yang terkait dengan akses terhadap tanah dan jaminan kepemilikan, diarusutamakan dalam prakarsa pembangunan daerah dan nasional.
Pada awal 2014 , pemerintah mengadakan konsultasi dengan pemerintah daerah Timor Barat dan sejumlah lembaga internasional untuk menggunakan pengalaman mereka dalam bekerja dengan pengungsi yang berlarut-larut sebagai masukan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Konsultasi ini harus diperluas ke wilayah yang terkena dampak konflik lainnya, termasuk Aceh, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat dan Tengah, dan juga Papua serta Papua Barat.