Pada hari Kamis, 17 Oktober 2013 bertempat di SMK Negeri 20 Jakarta, Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasila mengadakan penyuluhan hukum perburuhan dan hubungan industrial, di SMK Negeri 20 Jakarta Selatan.
Para Pembicara dalam Penyuluhan Hukum Perburuhan dan Hubungan Industrial tersebut yaitu Ismanto, S.H. dari Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan, Maruli Rajagukguk Pengacara Publik LBH Jakarta dan Restaria Hutabarat dari Dosen Hukum Perburuhan Universitas Pancasila.
Sesi pertama acara ini diisi oleh Ismanto yang menjelaskan mengenai lingkup kerja Dinas Tenaga Kerja khususnya Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan, dengan memberi sedikit pengantar mengenai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan industrial, kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja. Dan ia juga berbagi trik dan cara-cara melamar pekerjaan kepada peserta yang memang rata-rata setelah lulus ingin langsung melanjutkan bekerja, seperti membuat surat lamaran sampai cara-cara melihat lowongan-lowongan pekerjaan yang ada. Diakhir sesi beliau menjelaskan bahwa Dinas Tenaga Kerja pada dasarnya berkepentingan untuk melindungi pihak yang berada dalam hubungan industrial, baik buruh dan pengusaha.
Sesi kedua dilanjutkan oleh Maruli, sebagai Pengacara Publik LBH Jakarta yang menjelaskan mengenai dasar-dasar hukum perburuhan, seperti sifat dasar hukum perburuhan yang bersifat publik dan privat, adanya sifat publik karena adanya campur tangan pemerintah dalam bidang hukum perburuhan yang dapat dilihat buktinya dengan paket 3 buah undang-undang di bidang perburuhan yaitu UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh
Lebih lanjut Maruli menjelaskan berbagai permasalahan dalam hukum perburuhan seperti permasalahan upah layak, Outsourcing, mogok kerja, pemberangusan serikat pekerja, Jamsostek dan PHK. Selanjutnya Maruli menjelaskan mengenai pentingnya memiliki serikat buruh dan peran serikat buruh bagi seorang pekerja karena pada dasarnya seorang pekerja/buruh tidak akan sanggup berjuang sendirian melawan kesewenang-wenangan perusahaan, misalnya pekerja dipecat secara semena-mena. Tetapi ketika buruh/pekerja menjadi anggota serikat pekerja maka serikat pekerja, menjadi garda terdepan melawan penindasan yang dilakukan oleh perusahaan. Dimana bentuk perlawanannya bukan lagi individual tetapi sudah menjadi perlawanan bersama. Di akhir sesi Maruli menjelaskan mengenai jenis-jenis perselisihan hubungan industrial dan proses berperkara di mekanisme PPHI.
Sesi terakhir materi diberikan oleh Restaria Hutabarat, pada materi ini Resta menjelaskan bahwa hakikatnya hubungan antara buruh dan majikan tidak seimbang, buruh selalu berada dibawah pengusaha dan oleh karena itu pemerintah mengatur dengan dua cara seperti memberikan hak-hak lebih banyak kepada kaum buruh dan memberikan kewajiban yang lebih besar kepada pengusaha dengan tujuan menyeimbangkan kedudukan buruh dengan pengusaha yang awalnya tidak seimbang.
Lebih lanjut Resta menjelaskan Ada 3 poin penting yang disampaikan yaitu hukum perburuhan mengatur standar minimum, jadi tidak boleh suatu perjanjian kerja mengatur hal yang lebih rendah dari yang diatur oleh undang-undang, kedua secara filosofis UU Ketenagakerjaan bertujuan untuk melindungi buruh dari kesewenang-wenangan yang mungkin dilakukan oleh pengusaha dan yang ketiga adanya peran aktif negara dalam hukum perburuhan guna menciptakan posisi yang seimbang antara pengusaha dan kaum buruh.
Beberapa pertanyaan pun diajukan oleh peserta seminar dan pelatihan ini, seperti apa yang salah dengan sistem kerja outsourcing (OS). Atas pertayaan para peserta tersebut Maruli menjawabnya bahwa beberapa diskriminasi terjadi kepada pekerja OS seperti diskriminasi gaji, kurangnya jaminan sosial dan yang paling parah adalah tidak adanya pesangon apabila buruh Outspurcing menerima pemutusan hubungan kerja. Pertanyaan lain yang menarik dari para peserta adalah mengenai pekerja anak, khususnya mengenai apakah diperbolehkan adanya pekerja anak, lalu Resta menjawabnya bahwa pada dasarnya di UU Ketenagakerjaan melarang anak-anak untuk bekerja, tetapi ada beberapa pengecualian yang dibuat oleh UU itu apabila anak diperbolehkan bekerja, seperti tidak menggangu jam sekolah dan tidak melakukan pekerjaan yang berat. Resta menambahkan bahwa anak-anak tidak diperkenankan bekerja karena secara psikologis adanya relasi yang tidak seimbang sehingga sangat sering anak-anak yang bekerja di eksploitasi oleh pengusaha maupun rekan sesama pekerja, tutupnya.