Minggu (9/12), LBH Jakarta kembali melanjutkan Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu) Buruh 2018 dengan materi “Buruh, Gender dan Perempuan” di Gedung YLBHI/LBH Jakarta. Ada pun yang menjadi narasumber kelas ini adalah Thaufiek Zulbahary (Komnas Perempuan).
Thaufiek Zulbahary dalam pembahasan tentang “Buruh, Gender dan Perempuan”, mengungkapkan bahwasannya masih banyak pelanggaran hak-hak normatif buruh perempuan yang terjadi. Hal tersebut diperparah dengan masih adanya peraturan di perusahaan-perusahaan yang tak ramah dalam mengakomodir hak-hak buruh perempuan. Hal tersebut bisa dilihat dari adanya: 1)Marginalisasi;2) Subordinasi atau anggapan tidak penting; 3) Streotip atau pelabelan negatif; 4) Kekerasan seksual dan psikis; serta 5) Peran ganda (di mana buruh perempuan juga menanggung beban kerja di rumah tangga).
Lebih lanjut, Thaufiek Zulbahary menjelaskan bahwa untuk memecahkan permasalahan ketertindasan buruh perempuan perlu beberapa upaya untuk dilakukan, salah satunya adalah dengan membentuk serikat atau bergabung dengan serikat pekerja. Melalui serikat, beban permasalahan buruh perempuan di tempat mereka bekerja dapat diatasi bersama, dan lebih terorganisir. Selanjutnya, perlu dilakukan pelatihan/pendidikan kepada para buruh perempuan menyangkut hak-hak buruh perempuan. Pelatihan/pendidikan oleh Thaufiek masih dianggap sebagai cara yang efektif untuk meningkatkan partisipasi para buruh perempuan, selain untuk membuat mereka memahami bahwa mereka juga memiliki hak yang harus dipenuhi perusahaan.
“Pelatihan dan pendidikan hak-hak buruh ini, merupakan forum yang dapat mengembangkan keterampilan, sebagai wadah evaluasi, memupuk kerja kolektif serta sebagai jalan pembentukan pola pikir dan mental buruh. Sebaliknya, pemerintah sebagai pelindung buruh, harus melakukan pengawasan terhadap pelanggaran hak-hak buruh, terutama buruh perempuan,” ungkap Thaufiek.
Selain dua hal di atas, Thaufiek menitikberatkan pada advokasi kebijakan yang masih merupakan upaya terpenting dalam memecahkan masalah penindasan buruh perempuan. Dengan melakukan advokasi kebijakan di tingkat perusahaan, harapannya perusahaan dapat membuat peraturan perusahaan yang mengakomodasi hak-hak perempuan yang menjadi kewajiban perusahaan, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Tenaga kerja perempuan berdasarkan undang-undang, sudah jelas memiliki beberapa hak-haknya sebagai pekerja, yaitu: 1.Hak untuk diperlakukan sama dengan pekerja laki-laki; 2. Hak untuk mendapatkan cuti hamil dan melahirkan; 3. Hak perlindungan selama masa kehamilan; 4. Hak cuti keguguran; 5. Hak untuk mendapatkan biaya persalinan; 6. Hak untuk menyusui, serta 7. Hak cuti menstruasi”,tegas Thaufiek.
Selain hal-hal di atas, Thaufiek juga mengungkapkan bahwa perlu bagi serikat buruh dan gerakan masyarakat sipil untuk terus mendorong pemerintah agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghapuskan masalah kekerasan seksual yang terjadi dalam dunia kerja.
Thaufiek Zulbahary membuka materi dengan melakukan perkenalan dengan berbagai perwakilan organisasi buruh yang mengikuti Kalabahu Buruh 2018. Pembahasan materi juga berlangsung dengan menarik karena peserta berdiskusi secara aktif serta bermain dengan permainan yang berwawasan buruh, gender dan perempuan. (Riyan)