Siaran Pers
Jakarta, 12 Januari 2015, LBH Jakarta mengecam keras tindakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) lakukan penggusuran paksa secara brutal dan sewenang-wenang kepada warga RT 11,12,15 RW 10 Bukit Duri, Jakarta Selatan dengan menggusur sebanyak 163 KK, 502 jiwa dan 97 bidang, meski surat yang menjadi dasar penggusuran tersebut masih disengketakan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Bukan hanya proses penggusuran paksa yang dilakukan secara melawan hukum dan mengabaikan proses pengadilan, Pemprov DKI juga melakukan tindakan kekerasan kepada salah satu pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta yang sedang mencoba dialog secara damai.
Isu penggusuran paksa yang dilakukan pada hari Selasa, 12 Januari 2016, terdengar sejak hari Sabtu melalui kabar di sejumlah media. Sehari sebelumnya, aparat kepolisian bersama satu alat berat sudah berjaga di dekat lokasi warga. Pada hari naas ini, sekitar pukul 06.30, ratusan aparat gabungan yang terdiri dari Satpol PP, kepolisian, militer , serta didampingi Camat Tebet datang ke wilayah Bukit Duri. Melihat hal tersebut, sekitar pukul 07.00 warga berupaya untuk melakukan negosiasi ke petugas agar menghentikan penggusuran tersebut. Warga melakukan pembelaan dengan melontarkan alasan yang kuat kenapa kegiatan penggusuran tesebut harus di hentikan dengan dua alasan: (1) dasar penggusuran tersebut masih disengketakan di PTUN; (2) Pihak DPRD DKI Jakarta telah memanggil Pemprov. DKI Jakarta dihari yang sama untuk mencari penyelesaian yang solutif bagi mereka,
Pada pukul 07.15, Alldo Felix Januardy, salah satu pengacara publik LBH Jakarta yang sedang mencoba memediasi hal tersebut secara damai, dengan mengingatkan bahwa Polisi, Satpol PP, dan Camat selaku aparat penegak hukum harus menghargai proses hukum yang ada. Namun sekitar lima orang petugas satpol PP dan kepolisian segera memukuli Alldo. Salah seorang oknum berteriak, “seret!”. Aksi pengeroyokan tersebutpun disaksikan dengan jelas oleh para warga, camat Tebet, walikota Jakarta Selatan, kepala satpol PP, Kapolsek Tebet, wartawan dan rekan-rekan LBH Jakarta lainnya. Akibatnya, kacamata milik Alldo menjadi pecah, wajahnya mengalami luka-luka, lebam dan berdarah, serta trauma. Setelah itu, ia ditarik jauh dari lokasi dan diancam untuk tidak mengutarakan pendapat apapun, dan jika ia tetap mengemukakan pendapatnya ia akan di tangkap. Alldo selamat setelah diselamatkan warga.
Usai diskusi berlangsung, Polisi, Satpol PP, Camat Tebet dan walikota Jakarta Selatan membawa ratusan aparat untuk menghancurkan secara manual. Tak cukup, ratusan aparat kembali mengawal backhoe masuk ke lingkungan warga dan menghancurkan seluruh bangunan yang ada.
Kisah warga Bukit Duri sesungguhnya tak jauh berbeda dengan kasus lainnya. Berdasarkan hasil penelitian LBH Jakarta, pada bulan Januari hingga Agustus, dari 30 kasus penggusuran yang dilakukan, 87 % tidak menggunakan proses musyawarah yang partisipatif. Bahkan lebih dari 50 % menggunakan cara-cara yang melanggar hak atas rasa aman, yaitu dengan melibatkan alat berat, TNI/POLRI.
“Hal seperti ini dimungkinkan saja terjadi karena belum ada pengaturan mengenai prosedur perlindungan paksa secara komprehensif” jelas Matthew, pengacara publik LBH Jakarta. “Sayangnya, belum sampai tahap yang seprogresif itu, pemerintah bahkan sudah melanggar aturan yang ada.” tambahnya
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Kontak: Matthew (085920641931), Yunita (08999000627)