Pada tanggal 4 Oktober 2013, berlokasi di Rumah Kemuning, diadakan diskusi Pengembangan Partisipasi Aksi Riset (PAR). Narasumber yang dihadirkan adalah Sardi Winata, seorang peneliti yang mengembangkan metode PAR di berbagai wilayah provinsi di Indonesia. Metode PAR (Partisipasi Aksi Riset) yang disajikan oleh Sardi Winata ini tidak jauh berbeda dengan materi PAR yang diberikan ketika mengikuti Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu), hanya saja diskusi PAR ini berangkat dari pengalaman seorang peneliti yang belasan tahun mengembangkan metode PAR.
Pengertian PAR dan Urgensinya
Di dalam diskusi dikemukakan bahwa PAR adalah sebuah metode pendekatan riset yang semangat-nya melakukan pembebasan masyarakat dari belenggu ideologi dan relasi kekuasan; metode pendekatan riset yang melibatkan partisipasi komunitas/masyarakat aras bawah untuk melakukan kontrol melalui pendidikan orang dewasa dan penelitian kritis; dan proses masyarakat membangun kesadaran diri melalui dialog dan refleksi kritis.
PAR merupakan metode penelitian yang berbeda dengan metode penelitian ilmiah lainnya yang biasa dilakukan oleh para akademisi, lembaga survey, dll. Di dalam metode penelitian ilmiah pada umumnya seorang researcher menjadikan suatu kelompok masyarakat hanya sebagai objek yang diteliti untuk mendapatkan suatu inti permasalahan tanpa memberikan perubahan (transformasi) nilai di dalam suatu masyarakat tersebut.
Beda halnya dengan metode PAR, seorang researcher bertindak sebagai sebagai fasilitator (baca: penghubung antara permasalahan yang dialami dengan solusi yang harus digali dari suatu masyarakat atau objek yang diteliti) dan masyarakat sebagai subyek (actor) perubahan nilai itu sendiri atas adanya belenggu ideologi atau ketimpangan relasi kekuasaan.
Prinsip-Prinsip PAR
Berdasarkan paparan Sardi, prinsip PAR adalah sebagai berikut:
- Partisipasi : Tidak ada dominasi dalam proses, ruang demokratisasi dibuka seluas-lausnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Peneliti adalah fasilitator.
- Orientasi Aksi : Transformasi nilai untuk perubahan yang lebih baik
- Triangulasi : Data-data primer dikumpulkan melalui proses yang melibatkan komunitas atau masyarakat.
- Luwes atau Fleksibel: Konsep yang disusun tidak baku.
Di dalam PAR, seorang researcher harus melibatkan seluruh pastisipasi masyarakat dengan melakukan ruang dialog, pendidikan kritis, dan pembelajaran orang dewasa untuk menggali pengetahuan dan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Setelah masyarakat mengetahui objek permasalahan yang sama baru kemudian masyarakat menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan harus dipecahkan bersama pula dengan membangun basis kekuatan seperti perkumpulan atau organisasi.
Pengorganisiran tersebut diharapkan untuk memberdayakan masyarakat itu sendiri melakukan perjuangan-perjuangan terhadap belenggu ideologi atau ketimpangan relasi kekuasaan khususnya atas pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang seringkali diabaikan bahkan dirampas.
Metode atau Teknik Penggalian Data PAR
Sardi menyampaikan dalam metode sangat penting untuk menentukan tujuan (goal) PAR yakni membawa perubahan nilai di masyarakat, seorang peneliti harus berpartisipasi langsung (live in) terlibat dalam membawa perubahan nilai di masyarakat serta mengajak masyarakat membangun kesadaran kritis dengan melakukan dialog-dialog di ruang publik yang disesuaikan dengan jadwal rutin aktivitas bersama masyarakat dengan melihat:
- Kapan suatu masyarakat di desa sedang mengalami panen.
- Kapan suatu masyarakat di desa mempunyai waktu luang lebih.
- Kapan suatu masyarakat di desa sering melangsungkan acara perkawinan.
- Kapan suatu masyarakat di desa atau kota mempunyai kegiatan bersama di lingkungan RT/RW atau kelurahan.
Hal diatas untuk menjaga efektivitas penelitian serta mendorong semakin terbukanya masyarakat atas permasalahan yang dihadapi karena sikap adaptif dan rendah hati seorang peneliti.
Seorang peneliti juga harus pandai membuat pertanyaan-pertanyaan kreatif dalam menggali suatu pengetahuan dan solusi yang ada masyarakat, karena pada prinsipnya pengetahuan dan solusi perubahan nilai itu ada di masyarakat itu sendiri.
Berikut skema metode PAR yang disampaikan oleh Sardi Winata:
Perbedaan antara Penelitian Konvensional dengan Kaji Tindak Partisipatif[1]
Penelitian Konvensional Kaji |
Tindak Partisipatif
|
Subyek permasalahan relatif parsial :
Subyek permasalahan dapat diikat (bounded), atau dengan kata lain implementasinya dengan kemampuan kendali yang sangat terbatas
|
Subyek permasalahan bersifat multidimensi, sistemik, dan holistik:
Subyek permasalahan tidak sepenuhnya dapat diikat (bounded) dan implementasinya adalah untuk menangani perubahan-perubahan yang lebih kompleks dengan kendali yang bersifat multy entry |
Peneliti terpisah dari permasalahan | Peneliti berperan secara pro-aktif dan keterlibatannya bersifat interaktif. |
Hasil penelitian ditransferkan dan tidak ada kewajiban langsung bagi peneliti untuk mempertanggungjawabkan jika terdapat kejanggalan atau kesalahan dalam alternative pemecahan masalah yang direkomendasikan. | Hasil penelitian terkait dengan peran aktif dan hubungan tanggung-jawab timbal balik denganberbagai pihak dalam rangka pengembangan kapasitas secara kolektif. |
Sesi Tanya Jawab
Dalam diskusi PAR ini dihadiri oleh berbagai peserta :
- Ahmad Mubaid (Penabulu)
- Sahroel Polontalo (Komunitas Ciliwung Depok)
- Herman Suparman Simanjuntak (Jembatantiga)
- Rambo (LBH Jakarta)
- Dinie Indirawati (Jembatan Tiga)
- Endra (Keuangan LSM)
Di tengah-tengah hangatnya diskusi ini, terlihat berbagai peserta antusias mengajukan pertanyaan seputar metode PAR atau membagikan pengalamannya melakukan metode PAR di berbagai wilayah.
Ada beberapa pertanyaan menarik dari beberapa peserta salah satunya pertanyaan yang diajukan perwakilan Komunitas Ciliwung Depok, Bpk. Sahroel Polontalo yang berkata bahwa dirinya sangat antusias memahami metode PAR ini karena hal tersebut bermamfaat sekali sebagai strategi untuk penguatan basis kekuatan di komunitas Ciliwung Depok. Apapun pertanyaan yang dia lontarkan adalah “apakah metode penelitian PAR ini serupa dengan metode penelitian ilmiah konvensional serta apakah metode penelitian PAR ini dapat digunakan dalam penyusunan larya ilmiah seperti skripsi atau tesis ? “
Sardi Winata menjawab bahwa metode penelitian PAR bertujuan untuk membangun Komunitas organisasi sebagai output atau tujuan penelitian sedangkan metode penelitian konvensional hanya bertujuan untuk memahami komunitas masyarakat, dimana komunitas masyarakat hanya sebagai objek penelitian bukan sebagai subyek yang dapat digali sumber pengetahuan dan solusi dalam menciptakan perubahan nilai di masyarakat.
Di samping itu perwakilan dari Jembatan tiga, Sdr. Herman Suparman Simanjuntak, membagikan pengalamannya selama melakukan metode PAR di wilayah masyarakat hukum adat di Indonesia. Dirinya menjelaskan bahwa dalam melakukan metode PAR, dibutuhkan tingkat kejelian dan kepekaan yang tinggi dari researcher untuk bisa beradaptasi dan membaur ke dalam social-cultural masyarakat yang ditelitinya, hal tersebut berguna untuk membangun sikap keterbukaan dan perduli secara kolektif atas permasalahan yang dihadapi.
Terkait hal tersebut, Sardi Winata juga menambahkan bahwa hal terpenting yang harus menjadi fokus seorang researcher adalah tujuan (goal) dalam PAR yang dilakukannya, dengan fokus pada tujuan seorang researcher tidak pantang menyerah dan selalu kreatif untuk memantik perubahan nilai di masyarakat tersebut.
Di akhir penutup diskusi, suhud perwakilan dari Kelas Kyutri (Q3) menambahkan bahwa PAR mamandang penelitian yang tidak hanya mengungkap masalah namun juga membangun konsensus dalam penyelesaian masalah lokal. PAR menekankan pada keterlibatan, rasa kepemilikan dan rancangan agenda penyelesaian masalah dimana masyarakat tidak hanya sebagai obyek namun juga subyek penelitian, tutupnya.