RILIS PERS LBH-YLBHI SEJAWA
Senin, 28 April 2025 – Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, I Gusti Agung Made Wardana bersama LBH-YLBHI se-Jawa mengajukan permohonan informasi publik terkait pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pulau Jawa. Melalui permohonan informasi ini, Pemohon mengajukan permintaan informasi publik berupa Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Izin Lingkungan, Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Rencana Kelayakan Lingkungan Hidup. Selain itu, Pemohon juga meminta hasil pengukuran emisi dalam sistem pemantauan terus menerus emisi (continuous emission monitoring system atau CEMS) beserta laporan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dari 16 (enam belas) PLTU di Pulau Jawa, yaitu PLTU Kendal, PLTU Suralaya, PLTU Paiton unit 1 sampai dengan unit 9, PLTU Cirebon, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Cilacap, PLTU Pacitan, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Adipala, PLTU Indramayu, PLTU Labuan, PLTU Jawa Tengah, PLTU Jawa-7, PLTU Tanjung Awar-Awar, PLTU Rembang, dan PLTU Banten.
“Kami bermaksud untuk memasukan surat permohonan informasi publik berkaitan dengan 16 PLTU di Pulau Jawa yang menurut kami berdampak besar bagi lingkungan. Kami ingin melakukan kajian komprehensif dan kami ingin melihat bagaimana proses penyusunan dokumen lingkungan di PLTU di Pulau Jawa. Dokumen AMDAL adalah penting, sebab perkembangan pengetahuan terbaru telah menyebutkan bahwa harus ada analisis perubahan iklim yang dimasukkan ke dalam AMDAL. Bagaimana proyek tersebut berdampak pada perubahan iklim. Sekaligus juga kami perlu dokumen teknis untuk bisa melihat ketaatan pemilik proyek PLTU tersebut terhadap pemantauan emisi gas rumah kaca, sekaligus pengelolaan limbah B3.”
“Alasan kami mengajukan permohonan ini kepada Kementerian Lingkungan Hidup adalah karena kami berkeyakinan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi manusia, yang mana kewajiban ini diletakkan kepada negara untuk memastikan PLTU tidak menyebabkan pencemaran udara dan kerusakan lingkungan, tegas Akademisi yang kerap disapa Igam ini.
“Kajian terhadap PLTU di Jawa menjadi mendesak karena ada beberapa Putusan pengadilan yang harus ditindaklanjuti Kementerian Lingkungan Hidup. Pertama, Putusan Citizen Lawsuit soal polusi udara di Jakarta. Kedua, Putusan Edy Kusworo di Papua berkaitan dengan Suku Awau yang berkaitan dengan tidak diintegrasikannya AMDAL dengan Analisis Perubahan Iklim. Celakanya, Hakim mengafirmasi argumen Tergugat sehingga hal ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan. Setiap projek bagaimana pun juga harus memperhatikan perubahan iklim. Ketiga, Putusan berkaitan dengan PLTU Tanjung Jati di Bandung, di sana hakim memutuskan bahwa pengintegrasian Analisis Perubahan Iklim dalam AMDAL merupakan keharusan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Sehingga, AMDAL yang tidak memiliki aspek analisis perubahan iklim perlu dipandang sebagai cacat substansi. Oleh karena itu, izin lingkungan yang berasal dari AMDAL tersebut adalah cacat dan harus dicabut,” sambung Igam.
Alif Fauzi Nurwidiastomo, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menggarisbawahi tentang buruknya kualitas pelayanan publik pada Kementerian LH yang ditunjukkan dengan adanya ketidakjelasan mekanisme penerimaan surat dan ketiadaan tanda terima surat. “Pertama, kami sangat prihatin terhadap kualitas pelayanan publik Kemen LH karena ketidakjelasan tata persuratan yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Lingkungan Hidup.” Alif juga menyatakan perihal informasi sebagai uji kepatuhan PLTU. “Kedua, kami menilai permohonan ini adalah bentuk pengujian kepatuhan bagi PLTU untuk sejauh mana mereka melakukan pengukuran terhadap emisi yang dilakukan. Ketiga, permohonan ini juga bertalian dengan Putusan MA berkaitan dengan Polusi Udara Jakarta. Menteri LH sebagai Tergugat II diuji sejauh mana kualitas menteri dalam melaksanakan Putusan Pengadilan yaitu untuk menginventarisasi emisi lintas batas Provinsi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat,” kata Alif.
Selain itu, Danang sebagai Pengacara Publik LBH Yogyakarta yang juga merupakan kuasa hukum dari Pemohon
“Kami melihat di tapak bagaimana warga yang berdampingan dengan PLTU sering menerima dampak dari PLTU. Warga sering kali tidak mengerti bagaimana proses PLTU dibangun, beroperasi, dan apa saja tanggung jawab PLTU terhadap masyarakat. Warga selalu punya pendirian yang kokoh, yaitu pentingnya untuk mewujudkan hak atas lingkungan hidup. Ada dua aspek dari hak atas lingkungan hidup, yaitu hak atas informasi dan hak atas partisipasi. Bila tidak ada hak atas informasi, maka hak atas partisipasi sudah pasti tidak dapat terpenuhi dengan baik. Maka dari itu, informasi mengenai dokumen lingkungan yang dimintakan adalah penting sekali bagi warga tapak. Upaya hari ini adalah langkah awal untuk membaca bagaimana dokumen lingkungan tersebut bekerja. Peran Bli Igam sebagai Peneliti/Akademisi sangat penting di sini, bagaimana dengan keilmuannya membaca secara komprehensif informasi ini. Harapannya, hal ini menjadi informasi yang dapat disalurkan kepada publik dan menunjukkan kesesuaian antara yang ada di dokumen dan yang ada dalam kenyataan. Hal ini menjadi ruang bagi adanya partisipasi publik yang bermakna bagi publik. Persoalan polusi udara adalah masalah kita bersama, bahkan masalah anak-cucu kita nantinya.”
Persoalan polusi udara yang disebabkan oleh PLTU telah lama menjadi ancaman bagi kesehatan warga dan kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, sudah selayaknya Pemerintah membuka ruang bagi warga untuk turut mengawasi pengelolaan PLTU dengan membuka akses informasi publik sehingga pengelolaan PLTU menjadi akuntabel dan transparan.
Menurut Pasal 22 ayat (7) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 34 ayat (3) Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik, informasi tersebut di atas dapat dapat terima secara tertulis dalam bentuk salinan cetak (hard copy) atau salinan digital (soft copy) dengan jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak permohonan diterima.
Menurut Alif dari LBH Jakarta, sudah selayaknya Kementerian Lingkungan Hidup memberikan informasi yang diminta sebab informasi tersebut berkaitan dengan kepentingan publik. “Informasi serupa telah pernah dimintakan sebelumnya dan telah menjadi Yurisprudensi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 985K/Pdt.Sus-KIP/2024 yang menyatakan bahwa informasi yang diminta bukan merupakan informasi yang dikecualikan, melainkan informasi publik yang penting untuk menjamin hak-hak publik dalam konteks lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pemenuhan hak asasi manusia,” ujar Alif.
Narahubung: Alif Fauzi Nurwidiastomo (LBH Jakarta)