Perjuangan Zulkarnaen (76), lansia korban perdata yang dipidanakan akhirnya membuahkan hasil yang menggembirakan. Putusan pengadilan tinggi yang diterima oleh LBH Jakarta pada Jumat (7/2) memutus menerima permintaan banding Zulkarnaen dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. PT. DKI Jakarta membebaskan Zulkaranen dari hukuman 3 bulan penjara.
Persidangan di PN Jakarta Selatan berakhir pada akhir November 2019. Hakim memutus Zulkarnaen terbukti bersalah melanggar Pasal 167 ayat (1) KUHP dan divonis dengan hukuman 3 bulan penjara. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menimbang, bahwa Zulkarnaen memberikan keterangan berbelit-belit dalam persidangan, yang kemudian hal tersebut dijadikan dasar pemberat oleh hakim. Padahal, sejak awal penasehat hukum Zulkarnaen telah meminta hakim untuk dapat menyediakan alat bantu pendengaran dan telah menjelaskan keterbatasan Zulkarnaen dikarenakan penyakitnya.
Namun, keterbatasan tersebut tidak pernah menghalangi Zulkarnaen untuk berjuang mencari keadilan. Hal ini dibuktikan dengan usaha kerasnya dalam agenda sidang pledoi, yakni menulis pembelaan dengan tulisan tangannya sendiri. Zulkarnaen percaya bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan atau tindak pidana dalam bentuk apapun.
“Saya tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Sejak awal saya sudah meminta jaksa untuk memastikan kembali kasus yang saya alami. Saya mengatakan bahwa kasus ini bisa diselesaikan melalui jalur kekeluargaan. Namun jaksa justru mempersilahkan saya untuk menyelesaikannya di pengadilan,” ungkap Zulkarnaen.
Atas putusan hakim PN Jakarta Selatan yang menangani perkara Zulkarnaen, Zulkarnaen melalui LBH Jakarta menyatakan banding. Memori banding disusun dengan menyajikan berbagai fakta selama proses persidangan di PN Jakarta Selatan yang dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan.
Dua bulan berselang, Pengadilan Tinggi DKI mengeluarkan putusan Nomor: 451/PID/2019/PT.DKI yang mengamini dalil korban dan menyatakan bahwa Zulkarnaen terbukti tidak bersalah. Dalam pertimbangannya, majelis hakim pengadilan tinggi berpendapat bahwa kasus yang didakwakan kepada Zulkarnaen bukan merupakan suatu tindak pidana. Majelis hakim menimbang bahwa alm. H. Ashari Angkat Sultan saat masih hidup meminta Zulkarnaen menempati tanah dan bangunan terperkara, sehingga ia menempati tanah dan bangunan tersebut, tidak ada aturan yang dilanggar. Tanah dan bangunan secara fisik telah ditempati Zulkarnaen sejak tahun 1987 sampai dengan sekarang.
Pengacara Publik LBH Jakarta Shaleh Al-Ghifari selaku penasehat hukum Zulkarnaen juga mengapresiasi putusan pengadilan tinggi yang diputus oleh Majelis Hakim Imam Sungudi, SH., Haryono, SH.,M.H., Mohammad Lutfi, S.H,M.H.
“Putusan ini dapat menjadi preseden baik kedepannya bagi upaya penegakan hukum. Sehingga, apabila kedepannya ditemukkan korban-korban lain dengan kasus serupa, aparat penegak hukum dapat menjadikan putusan ini sebagai acuan untuk menolak laporan yang berdimensi perdata,” Ungkapnya.
Menurut LBH Jakarta, putusan ini telah sesuai dengan aturan tentang penanganan perkara pidana yang menandung unsur perdata di Kejaksaan RI.
Putusan ini juga sekaligus menjadi kritik kepada jajaran Aparat Penegak Hukum terutama kejaksaan dalam menindaklanjuti suatu perkara hukum dari kepolisian. Sebagaimana tercantum di dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: B-230/E/Ejp/01/2013 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum yang Objeknya Berupa Tanah. Poin 5 surat edaran tersebut menerangkan bahwa dalam menangani kasus perdata yang objeknya berupa tanah diminta agar tidak serta merta menganggap perkara tersebut adalah pidana dan tidak tergesa-gesa menerbitkan P-21,”tambah Shaleh Al-Ghifari.
Atas putusan pengadilan tinggi tersebut, jaksa masih dimungkinkan untuk mengajukan upaya hukum Kasasi dalam waktu 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Pemberitahuan Putusan Banding berdasarkan Pasal 245 KUHP. Namun, apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ada upaya hukum apapun yang dilakukan, maka putusan pengadilan tinggi ini akan dianggap mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Zulkarnaen adalah seorang kakek lanjut usia yang dilaporkan ke kepolisian oleh anak pamannya sendiri. Ia dilaporkan dengan tuduhan penyerobotan lahan, memasuki pekarangan orang lain tanpa izin. Zulkarnaen kemudian didakwa dengan Pasal 167 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kasus yang menimpa Zulkarnaen ini disebabkan karena Ia menempati rumah pemberian pamannya H. Ashari Angkat Sultan, telah ditempati sejak tahun 1987.
Zulkarnaen telah melalui proses pemeriksaan di kepolisian hingga menjalani persidangan yang memakan waktu sangat lama. Proses tersebut juga telah menyebabkan kesehatan fisik dan psikis Zulkarnaen kian menurun. Dalam beberapa kali kesempatan sidang Zulkarnaen tidak dapat hadir dikarenakan mengidap penyakit komplikasi stroke, diabetes vertigo dan hipertensi. Hal ini juga menyebabkan pendengaran Zulkarnaen tidak lagi berfungsi dengan baik dan langkahnya pun harus dituntun menggunakan tongkat. Penyakit Zulkarnaen juga dibuktikan dengan surat-surat dokter yang diajukan dalam selama proses persidangan. (Cikita)