RILIS PERS
No. 953/SK/LBH/VIII/2014
Penertiban Tidak Menyelesaikan Masalah
LBH Jakarta – 8 Agustus 2014, LBH Jakarta menyatakan keprihatinannya kepada Pemda DKI terhadap upaya penertiban yang dilakukan pada sepanjang bulan Juli 2014 sampai sakarang, termasuk rencana-rencana penertiban selanjutnya. LBH Jakarta mendesak Pemda DKI melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi, melindungi dan menghormati hak atas perumahan, hak atas rasa aman dan hak untuk dilindungi dari kekerasan dan penggusuran paksa. Penertiban yang dilakukan oleh Pemda DKI berdampak pada ribuan warga. Pada penertiban di Bongkaran di RW 15, RT 01 sampai dengan RT 04, terdapat 418 Kepala Keluarga dengan total keseluruhan penduduk sekitar 1100an orang yang mana mayoritas memiliki KTP DKI Jakarta.
Dalam investigasi LBH Jakarta pada penertiban di Bongkaran Tanah Abang Pemda DKI tidak hanya melibatkan Satpol PP, PKD , Polisi melainkan juga melibatkan TNI. Keterlibatan tentara ini sangat disayangkan karena dapat menimbulkan dampak traumatis yang besar kepada korban serta mencederai reformasi TNI yang telah berjalan selama 15 tahun dimana tentara tidak lagi terlibat dalam kebijakan pemerintah sipil sebagaimana diatur pada Pasal 7 ayat (2) huruf b. UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
“Saya baru saja pulang kampung, baru tau akan terjadi bongkaran hari ini, teman-teman yang lain katanya telah mendapatkan pemberitahun tertulis hari Jum’at yang lalu, sampai sekarang belum ada tawaran dari PT. KAI maupun Pemda terkait solusi kami akan dikemanakan “ sahut Sunili warga yang menjadi korban penertiban. Saat ini Sunili dan keluarga telah kehilangan tempat tinggalnya, dan terpaksa tidur di tempat bongkaran beralaskan tanah beratapkan langit. Sunili juga kebingungan kepada nasib anaknya dan keponakannya yang yatim piatu yang sebentar lagi akan sekolah. Sunili takut penertiban kali ini akan mengganggu sekolah putra-putrinya. Pemberitahuan 2 hari sebelum pembongkaran terjadi tidak cukup memberikan kesempatan kepada warga untuk mempersiapkan diri dan mencari alternatif tempat tinggal. Belum lagi banyak warga yang tidak tahu. Sebagian besar warga mengatakan mereka akan kembali lagi karena tidak punya tempat tinggal lain. Fenomena kembalinya warga juga kami temui di lokasi-lokasi penertiban lainnya juga terjadi pada penertiban di Pasar Senen dan penertiban PKL di Jalan Bendungan Melayu.
Realitas di atas menunjukkan bahwa cara penertiban yang dilakukan Pemerintah DKI tidak menyelesaikan masalah. Akar permasalahan ini dikarenakan Pemda DKI belum mengadopsi Peraturan Bersama Menkumham dan Mendagri Nomor 20 Tahun 2012/ 77 tahun 2012 tentang Parameter Hak Asasi Manusia dalam pembentukan Produk Hukum Daerah.jo Komentar umum Nomor 7 Paragraf 13 Undang-Undang No.11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvenan Ekonomi Sosial dan Budaya untuk melakukan penertiban berdasarkan Hak asasi manusia. Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa pengusiran seharusnya ada musyawarah sejati, pemberitahuan rasional, alternative solusi pindah, data korban, peluang pemulihan hukum, dan bantuan hukum untuk kompensasi. Dalam keterangan di atas korban penertiban mengaku tidak mendapatkan pemberitahuan rasional terkait penertiban, alternative solusi pindah dan peluang pemulihan/ bantuan hukum. LBH Jakarta mendesak Pemda DKI untuk segera mengadopsi ketentuan Hak Asasi Manusia sehingga tidak terjadi pengusiran paksa kepada warga DKI. Selain itu, TNI harus ditarik dari seluruh lokasi penertiban di DKI Jakarta. LBH Jakarta meminta Pemda DKI melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi, melindungi dan menghormati hak atas perumahan, hak atas rasa aman dan hak untuk dilindungi dari kekerasan dan penggusuran paksa.
Jakarta, 9 Agusutus 2014
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta