Emanuele Lobina, Ahli hak atas air dan dosen utama dari University of Greenwich, Inggris dihadirkan oleh LBH Jakarta dan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) memberikan pendapatnya tentang pengembalian pengelolaan air dari swasta ke negara/publik.
Pendapatnya bisa menjadi masukan bagi LBH Jakarta dan KMMSAJ yang sedang memperjuangkan hak atas air untuk warga Jakarta agar pengelolaan air di Jakarta dikelola oleh pemerintah bukan swasta.
Menurut Emanuele Lobina, dalam beberapa tahun belakang ini, ada suatu upaya yang dilakukan secara sadar, oleh organisasi-organisasi multinasional yang menyarankan untuk mengklaim bahwa PPP ada bukan privatisasi air. Hal ini disebabkan karena privatasi air merupakan issue kontroversial dan membuat banyak masalah, jadi di seluruh dunia mendapatkan konotasi yang negatif.
Dengan kata lain, privatisasi air sudah banyak ditinggal di banyak negara dan sekarang tren nya adalah remunisipalisasi atau pengelolaan kembali kepada negara tetapi masih ada yang melakukan privatisasi air karena bank dunia memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan disebuah negara, contohnya Ekuador, dimana banyak sekali masalah mengenai privatasasi air, dan juga ada resistensi akan tetapi pengambil keputusan setempat segan untuk menghentikan kontrak tersebut kanrena adanya lembaga bank dunia yang akan memberikan sanksi jutaan dollar kepada Ekuador sebetulnya kasus ini hampir serupa dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Dalam banyak hal ada satu titik, dimana pengambil keputusan memutuskan lebih baik sekarang memutuskan kontrak privatisasi air daripada akhirnya membayar biaya yang tinggi dalam jangka panjang.Permasalahan ini dihadapi oleh hampir banyak negara yang sudah memutuskan remunisipalisasi airnya dengan memutuskan kontrak secara sepihak dan memutuskan warga mendapatkan layanan publik.
Dari kebanyakan kasus pemutusan perjanjian kerja sama secara sepihak, ada kemungkinan pemerintah harus membayar kompensasi karena pemerintah telah menghitung, jika tidak memutuskan kontrak, biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih tinggi daripada bekerja secara normal dengan kontrak tersebut.
Kasus di Kolombia Bogota, memilih untuk memutuskan kontrak adalah keputusan yang tepat. Dimana sektor publik tidak mengutamakan maksimalisasi keuntungan. Sehingga biaya untuk memberi layanan tersebut bisa dikurangi dan kepentingan sosial lebih didahulukan di atas kepentingan mendapatkan keuntungan. Ini yang menjadi dasar mengapa kota-kota besar di dunia memutuskan kontrak sepihak walaupun ada resiko mereka harus membayar kompensasi untuk mendapatkan haknya kembali dalam pengelolaan air untuk publik.