Jakarta, 3 Oktober 2013, Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mengajukan somasi (teguran) kepada Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta atas rencana pembelian saham PALYJA melalui BUMD PT. Pembangunan Jaya dan PT. Jakarta Propertindo. KMSSAJ menilai, pembelian saham tersebut telah mengabaikan Gugatan Warga Negara yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu langkah Pemrov DKI tersebut telah melanggar hukum karena tidak memperhatikan asas transparansi dan akuntabilitas dengan tidak sekalipun melakukan konsultasi publik mengenai pengelolaan air Jakarta.
Sejak November 2012, KMMSAJ melalui Tim Advokasi Hak atas Air telah mendaftarkan Gugatan Warga Negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan register Perkara Nomor: 527/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. Tergugat utama adalah unsur-unsur Pemerintah Pusat dan Daerah Ibukota Jakarta dengan dasar perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat beberapa diantaranya adalah Gubernur dan DPRD DKI Jakarta atas pengalihan kewenangan pengelolaan air bersih dari PDAM kepada pihak swasta melalui Perjanjian Kerjasama antara PDAM DKI Jakarta dengan dua konsorsium swasta.
Pada pertemuan dengan KMMSAJ tanggal 27 Maret 2013, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Bapak Ir. Joko Widodo telah mengakui kelalaian-kelalaian yang dilakukan pemerintah di masa lalu dan berjanji untuk mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung dan menyetujui 100 % penghentian kerjasama dengan dua pihak swasta. Tindakan Pemerintahan DKI Jakarta dalam pengambilalihan pengelolaan air dengan cara pembelian saham adalah penghinaan atas rasa keadilan masyarakat Jakarta yang selama ini menjadi korban dari tindakan-tindakan pelanggaran hukum oleh swasta yang selalu memperoleh “kekebalan” hukum dan berlindung di balik klausul-klausul rahasia dalam kontrak. Pembelian saham tersebut telah melanggar Pasal 2 mengenai Asas Transparansi dan Akuntabilitas, Pasal 82 huruf a dan d dan Pasal 84 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pembelian saham Palyja tidak akan menyelesaikan masalah mendasar dari pengelolaan air Jakarta yaitu privatisasi/swastanisasi pengelolaan air yang tujuannya adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya dari pengelolaan air bersih. Berbagai kecurangan-kecurangan yang telah dilakukan oleh kedua operator swasta tersebut terancam tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dan manajemen tidak akan bertanggungjawab bahkan akan mendapatkan keuntungan yang besar dari pembelian saham oleh Pemerintahan DKI Jakarta. Ditambah lagi masuknya PT. Pembangunan Jaya yang merupakan perusahaan terbuka di pasar saham yang akan menambah ketidak pastian pengelolaan air oleh publik tanpa ada upaya meraup keuntungan.
Bahwa atas segala pertimbangan dan dasar hukum yang kami jelaskan di atas, kami berharap Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk menempuh langkah-langkah hukum sebagai berikut:
- Menghentikan kebijakan pembelian saham Palyja via BUMD PT. Pembangunan Jaya dan PT. Jakarta Propertindo;
- Gubernur Provinsi DKI Jakarta tidak melakukan tindakan hukum berupa pengalihan kepemilikan dan/atau pembelian asset saham dari operator swasta baik dari PALYJA maupun dari AETRA;
- Gubernur Provinsi DKI Jakarta demi kepentingan umum mengambil alih pengelolaan air Jakarta dari pihak swasta;
- DPRD DKI Jakarta untuk melakukan konsultasi publik yang sejati terkait dengan pengelolan dan pelayanan air bersih di DKI Jakarta;
- Membentuk Tim Independen yang terdiri dari unsur masyarakat, Pemerintah Daerah Provinsi, Akademisi, untuk melakukan evaluasi dan audit komprehensif secara transparan dan akuntabel terhadap implementasi serta dampak swastanisasi pengelolaan air di Jakarta yang selama ini berlangsung;
Kami berkeyakinan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta telah menerima informasi dan masukan-masukan yang keliru, sehingga mengeluarkan keputusan yang keliru pula dalam rangka mengembalikan layanan air ke domain publik. Untuk itu, kami meminta agar Gubernur membatalkan rencana pembelian saham swasta, menggugat pihak swasta atas berbagai tindak pidana yang dilakukan dan kecurangan-kecurangan yang telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak atas air dan menimbulkan kerugian kepada warga Jakarta.
Jika dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat ini dibuat, pihak Gubernur DKI Jakarta tidak juga bersedia melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna menyelesaikan kewajibannya, maka kami akan menyelesaikan permasalahan ini melalui upaya hukum, baik pidana, perdata maupun tata usaha negara.
Jakarta, 3 Oktober 2013
Koalisi Mayarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta
Koalisi Masyarakat Untuk Hak Atas Air (KRuHa), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Koalisi Anti Utang (KAU), Solidaritas Perempuan, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Jaringan Rakyat Miskin Kota, Indonesia Corruption Watch (ICW)