Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu) ke-38 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta resmi dibuka, Senin (3/4). Bertempat di Gedung LBH Jakarta, Jl. Diponegoro, 74 Jakarta Pusat, pelatihan ini dimaksudkan untuk mengarusutamakan pemahaman tentang negara demokrasi untuk melawan oligarki. Kalabahu kali ini dibukan langsung oleh Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa dan menghadirkan Mohammad Mu’tashim Billah pembicara Stadium Generale.
Kalabahu merupakan program Pelatihan Hukum dan Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan LBH Jakarta setiap tahunnya. Kalabahu juga merupakan salah satu tahapan untuk regenerasi Pengabdi Bantuan Hukum di LBH Jakarta. Selain itu Kalabahu juga merupakan wadah untuk menyebarluaskan perspektif Gerakan Bantuan Hukum Struktural (GBHS). Dalam Kalabahu tahun ini, LBH Jakarta mengusung tema “Melawan Oligarki dengan Memperkuat Demokrasi, HAM, dan Negara Hukum melalui Perluasan Gerakan Bantuan Hukum Struktural”.
Alghiffari Aqsa yang akrab disapa Alghif dalam sambutannya memaparkan kepada peserta sejarah panjang perjalanan Kalabahu di LBH Jakarta.
“Kalabahu memiliki sejarah yang cukup panjang, LBH Jakarta tahun ini menyelenggarakan Kalabahu 38 yang artinya sudah 38 tahun kalabahu dijalankan tanpa terputus hingga saat ini,” terang Alghif.
Lebih lanjut, Alghif menjelaskan bahwa kalabahu telah menjadi role model bagi generasi pengacara, aktivis maupun pengabdi bantuan hukum secara umum. Menurut Alghif Kalabahu juga telah menjadi acuan bagi organisasi lain untuk melakukan proses regenerasi.
“Kalabahu menjadi inspirasi bagi salah satu organisasi bantuan hukum di Thailand Selatan untuk membuat pelatihan serupa yang dinamakan Kalam Rakyat,” cerita Alghif.
Acara Pembukaan Kalabahu kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Mohammad Mu’tashim Billah dalam sesi Stadium Generale. MM Billah merupakan mantan Komisioner Komnas HAM dan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lama berkecimpung dalam isu Hak Asasi Manusia. Dalam sesi ini MM Billah memaparkan tulisannya mengenai “Peran Stuktural LBH dalam Praksis Oligarki”. Di awal pemaparannya beliau menyebut Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.
“Tidak ada negara hukum apabila tidak ada penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia begitupun sebaliknya tidak akan ada penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia apabila negara tidak berdasarkan hukum”.
MM Billah juga memberikan kritik terhadap Bantuan Hukum Struktural yang ia anggap memiliki kelemahan yaitu berkaitan dengan matra politik dan matra ‘demokrasi ekonomi’. LBH Jakarta yang dikenal dengan jargon ‘lokomotif demokrasi’ cenderung bersifat metaforik atau retorik.
“Kelemahan gagasan ‘lokomotif demokrasi’ adalah ‘ketidak-niscayaan’ mengaktualisasikan gagasan itu karena LBH tidak memiliki wahana untuk melakukannya karena LBH bukanlah partai politik dan tidak memilik partai politik,” kritik MM Billah.
Kelemahan lainnya dari ‘lokomotif demokrasi’ adalah bias politik karena menegasikan matra ekonomi. Kemudian MM Billah mengutip perkataan Bung Hatta yang menekankan bahwa tidak ada ‘demokrasi politik’ tanpa ‘demokrasi ekonomi’.
“isu pokok yang harus dijawab oleh Bantuan Hukum Struktural berkaitan dengan demokrasi ekonomi adalah bagaimana Bantuan Hukum Struktural mengelaborasi rumusan Pasal 33 UUD 1945 ke dalam program terencana sistematis yang akan dilaksanakan pada masa mendatang menuju ‘keadilan dalam negara kesejahteraan’ atau ‘negara kesejahteraan yang berkeadilan?” Pungkas MM Billah.
Pembukaan Kalabahu 38 sekaligus Studium Generale ini dimoderatori oleh Citra Referandum, Pengacara Publik LBH Jakarta yang juga Ketua Panitia Kalabahu 38. Selama acara berlangsung perserta terlihat sangat antusias mengikuti hingga sesi akhir. Pembukaan dan Studium Generale berakhir pada pukul 16.00 WB dan ditutup dengan pernyerahan sertifikat dan acara foto bersama. Kalabahu 38 akan berlansung selama 45 hari yang dimulai pada 3 April hingga 17 Mei 2017. (Ali)