Oleh: Arsa Mufti
Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta
A. Pengertian Tri Dharma Perguruan Tinggi
Perbedaan utama dari meningkatnya jenjang pendidikan dari Sekolah Menengah Atas (SMA) ke Perguruan Tinggi adalah perubahan status dari seorang “Siswa” menjadi seorang “Mahasiswa”. Berbicara mengenai Mahasiswa tentu berbeda dengan pengertian Siswa pada umumnya sewaktu masih bersekolah di SMA. Perbedaan mendasar dari kata “Siswa dan “Mahasiswa” salah satunya adalah seorang Mahasiswa Perguruan tinggi tidak hanya bertugas menerapkan pengetahuan yang ada terhadap masalah-masalah, namun juga bertugas untuk menambah cadangan pengetahuan yang ada, mengembangkan struktur teoritis yang menjadikan pengetahuan baru yang mempunyai makna, dan mampu menunjukkan arah-arah penelitian lebih lanjut. Perbedaan lainnya adalah melekatnya Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam status seorang Mahasiswa, Tri Dharma Perguruan Tinggi itu sendiri adalah salah satu dasar tanggung jawab mahasiswa yang harus dikembangkan secara simultan dan bersama-sama, serta harus disadari oleh semua mahasiswa agar dapat tercipta mahasiswa yang sadar akan Tri Dharma Perguruan Tinggi, adapun isi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah:
Pengertian pendidikan adalah dalam rangka meneruskan pengetahuan atau dengan kata lain dalam rangka transfer of knowledge ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan melalui penelitian oleh mahasiswa di perguruan tinggi. Dalam pendidikan tinggi dinegara kita dikenal dengan istialh strata, mulai daristrata satu(S-1) yaitu merupakan pendidikan program sarjana, strata dua(S-2)merupakan program magister dan strata tiga (S-3) yaitu pendidikan doktor dalam suatu disiplin ilmu, serta pendidikan jalur vokasional/non gelar(diploma).
Kegiatan penelitian dan pengembangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa penelitian, maka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi terhambat. Penelitian ini tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi harus dilihat keterkaitannya dalam pembangunan dalam arti luas. Artinya penelitian tidak semata-mata hanya untuk hal yang diperlukan atau langsung dapat digunakan oleh masyarakat pada saat itu saja, akan tetapi harus dilihat dengan proyeksi kemasa depan. Dengan kata lain penelitian dipergurun tinggi tidak hanya diarahkan untuk penelitian terapan saja, tetapi juga sekaligus melaksanakan penelitian ilmu-ilmu dasar yang manfaatnya baru terasa penting artinya jauh dimasa yang akan datang.
Dharma pengabdian pada masyarakat harus diartikan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dikembangkan di perguruan tinggi, khususnya sebagi hasil dari berbagai penelitian. Pengabdian pada masyarakat merupakan serangkaian aktivitas dalam rangka kontribusi perguruan tinggi terhadap masyarakat yang bersifat konkrit dan langsung dirasakan manfaatnya dalam waktu yang relatif pendek. Aktivitas ini dapat dilakukan atas inisiatif individu atau kelompok anggota civitas akademika perguruan tinggi terhadap masyarakat maupun terhadap inisiatif perguruan tinggi yang bersangkutan yang bersifat nonprofit (tidak mencari keuntungan). Dengan aktivitas ini diharapkan adanya umpan balik dari masyarakat ke perguruan tinggi, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih lanjut.
Dalam paper ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah poin Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ketiga, yaitu Pengabdian pada Masyarakat.
Kesejahteraan merupakan hak dan kewajiban untuk diperjuangkan dan semua itu dapat dikontribusikan oleh Tinggi Iman dan Tinggi Ilmu. Mahasiswa menempati lapisan kedua dalam relasi kemasyarakatan, yaitu berperan sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemerintah. Mahasiswa adalah yang paling dekat dengan rakyat dan memahami secara jelas kondisi masyarakat tersebut. Kewajiban sebagai mahasiswa menjadi front line dalam masyarakat dalam mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah terhadap rakyat karena sebagaian besar keputusan pemerintah di masa ini sudah terkontaminasi oleh berbagai kepentingan politik tertentu dan kita sebagai mahasiswa yang memiliki mata yang masih bening tanpa ternodai kepentingan-kepentingan serupa mampu melihat secara jernih, melihat yang terdalam dari yang terdalam terhadap intrik politik yang tidak jarang mengeksploitasi kepentingan rakyat. Jika perguruan tinggi berhasil mewujudkan suatu suasana demokratis dalam menjalankan misinya di bidang pendidikan, mereka akan memberi kontribusi besar dalam pemimpin yang berjiwa demokratis untuk masa depan dan tentunya menjadi harapan banga kita ke arah yang lebih baik.
Disini mahasiswa juga berperan untuk membela kepentingan masyarakat, tentu tidak dengan jalan kekerasan, namun menjunjung tinggi nilai-nilai luhur pendidikan, kaji terlebih dahulu, pahami, dan sosialisasikan pada rakyat, mahasiswa memiliki ilmu tentang permasalahan yang ada, mahasiswa juga yang dapat membuka mata rakyat sebagai salah satu bentuk pengabdian terhadap rakyat. Maka keberadaan perguruan tinggi harus dapat dirasakan manfaatnya bagi kemajuan masyarakat. Dalam konteks globalisasi dewasa ini, maka perguruan tinggi melalui perpaduan dari tri dharma yang diembannya, harus mampu berperan dalam menjaga keberlangsungan nilai-nilai etika masyarakat dan nilai budaya bangsa agar tidak hanyut oleh terpaan arus global yang menggiring kepada proses homogenisasi atau penyeragaman nilai budaya, karena jika itu terjadi maka suatu bangsa akan kehilangan martabat dan jati dirinya serta kepribadian masyarakatnya akan terkikis oleh nilai-nilai baru yang datang seiring dengan arus besar globalisasi.
B. Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu pola pengabdian masyarakat yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa fakultas hukum adalah melakukan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang berarti “pemberian kekuasaan” karena power bukan sekedar “daya”, tetapi juga “kekuasaan”, sehingga kata “daya” tidak saja bermakna “mampu”, tetapi juga “mempunyai kuasa”. Bryant & White (1987) menyatakan pemberdayaan sebagai upaya menumbuhkan kekuasaan dan wewenang yang lebih besar kepada masyarakat miskin. Sementara Freire menyatakan empowerment bukan sekedar memberikan kesempatan rakyat menggunakan sumber daya dan biaya pembangunan saja, tetapi juga upaya untuk mendorong mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur yang ada. Konsep lain menyatakan bahwa pemberdayakan mempunyai dua makna, yakni mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Makna lainnya adalah melindungi, membela dan berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan terjadinya eksploitasi terhadap yang lemah. Dalam konsep pemberdayaan, ada tiga komponen yang harus ada, yaitu:
- Enabling setting, yaitu memperkuat situasi kondisi di tingkat lokal menjadi baik, sehingga masyarakat lokal bisa berkreativitas. Ibaratnya, membuat „panggung‟ yang baik, sehingga masyarakat lokal bisa „menari‟ di atas panggung tersebut.
- Empowering local community. Setelah ada “panggung‟ yang baik untuk menari, maka masyarakat setempat harus ditingkatkan kemampuannya “menari‟. Artinya, setelah local setting tersebut disiapkan, masyarakat lokal harus ditingkatkan pengetahuan dan ketrampilannya, sehingga mampu memanfaatkan setting dengan baik. Hal ini antara lain dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan berbagai bentuk pengembangan SDM lainnya.
- Socio-political support. Kalau panggung sudah baik, masyarakat lokal sudah bisa „menari‟, maka diperlukan adanya perangkat pendukung lain, seperti perlengkapan, penonton, dan seterusnya, yang tidak lain berupa dukungan sosial, dukungan politik, networking, dan sebagainya. Tanpa dukungan sosial-politik yang memadai, masyarakat lokal tidak akan bisa “menari‟ dengan baik di “panggung‟, meskipun masyarakat tersebut sesungguhnya pintar “menari‟
Dekade 1970-an adalah awal kemunculan konsep pemberdayaan dan berkembang seiring kemajuan zaman hingga akhir abad ke-20. Konsep pemberdayaan merupakan bagian yang menyatu dengan aliran – aliran yang muncul pada paruh abad ke-20. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu berkaitan dengan pendekatan kemandirian, partisipatif dan jaringan kerja. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi masyarakat, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri dan harga diri serta terpeliharanya tatanan nilai dan budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial budaya yang impelemntatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkembangkan added vallue ekonomi, tetapi juga nilai-nilai sosial budaya.
Upaya-upaya pemberdayaan yang dilaksanakan melalui pemberian bantuan sosial sangat rentan sebatas memenuhi kebutuhan sesaat. Hal ini juga tidak mendidik pribadi masyarakat untuk berusaha mengembangkan kemampuan dan potensi sumber daya yang dimlikinya. Masyarakat memiliki potensi dan kekuatan dari sumber-sumber daya alam dan sosial budaya yang dimilikinya. Potensi tersebut perlu digali melalui strategi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Cara menggali inilah yang merupakan initi dalam pemberdayaan masyarakat. Dalam pemberdayaan masyarakat, kita harus berpegang teguh terhadap konsep dan memahami betul kebutuhan masyarakat dan permasalahan yang dihadapinya. Masyarakat harus terlibat dalam penyusunan pemecahan masalah yang akan diselesaikan melalui pemberdayaan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus didukung dan ditumbuhkankembangkan secara bertahap, perlahan namun pasti dan menyeluruh. Jiwa partisipatif yang ditanamkan terhadap masyarakat akan memunculkan perasaan memiliki terhadap apa yang dikembangkan, karena hal tersebut telah menjadi wadah pemenuhan kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Bertnes, K.1993. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kajian Onotomi Perguruan Tinggi/Bagong Suyanto & Helmy Prasetyo (ed). Lembaga
Penelitian Universitas Airlangga dengan Badan Penelitian dan Pengembangan
Propinsi Jawa Timur: Lutfansyah mediatama
Notosusanto, Nugroho. 1983. Menegakkan Wawasan Alma mater. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia
Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB
Sutrisno, Muji. 2009. Ranah-ranah Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
B. Sumber internet
- http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/pengertian-etika-peranan-dan.html,
- http://www.unsri.ac.id/upload/arsip/Pengenalan%20nilai%20budaya%20tata%20krama%20dan%20etika%20keilmuan-fali.pdf,
- http://www.stikstarakanita.ac.id/files/Jurnal%20Vol.%201%20No.%201/51.%20Peran%20Perguruan%20Tinggi%20dalam%20Membentuk%20Pribadi%20(Martha).pdf.