Persidangan Asep, pria Serang diduga korban salah tangkap, kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Barat (25/17). Agenda pada persidangan kali ini adalah pembacaan nota pembelaan penasihat hukum dan pembelaan pribadi Asep.
Melalui pembelaan yang dibacakan dengan judul “Dipasung tanpa Kesalahan”, Bunga Siagian, penasihat hukum Asep dari LBH Jakarta membantah tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dalam pembelaannya Bunga menekankan bahwa sejak awal, dakwaan yang menjadi acuan perkara ini tidaklah sah. Dakwaan berdasar pada bukti-bukti yang diperoleh dengan penyiksaan, yaitu sebelum dilakukannya BAP. Hal tersebut yang pada akhirnya menimbulkan intimidasi dan ketakutan pada saksi dan terdakwa.
“Semestinya perkara ini tidak dilanjutkan,” tegas Bunga dihadapan Majelis Hakim.
Bunga juga menjabarkan kejanggalan-kejanggalan pada fakta persidangan sehingga dapat disimpulkan tidak ada satu saksi pun yang terkualifikasi.
Pembelaan yang dibuat oleh LBH Jakarta ini juga memasukkan Amicus Curiae (sahabat peradilan) yang dimasukkan oleh Institute of Criminal Justice Reform dan dosen hukum acara pidana Abdul Fickar Hadjar, S.H, M.H. Keduanya memiliki kepentingan untuk menyampaikan pendapatnya demi perbaikan bidaya hukum di pengadilan dan pembaruan hukum acara pidana di Indonesia. ICJR mengingatkan Majelis Hakim untuk menerapkan prinsip Exclusionary Rule sebagaimana juga disampaikan oleh Hakim Altidjo Alkotsar dalam bukunya. Sejalan dengan itu, Komnas HAM dan dosen hukum acara pidana juga berpendapat bahwa bukti yang didapat dengan melawan hukum tidak dapat digunakan dalam proses peradilan pidana.
Asep Sunandar dalam kesempatan ini membuat nota pembelaan pribadinya yang ia sampaikan di muka persidangan.
“Saya bersumpah demi langit dan bumi, demi darah yang mengalir di tubuh saya, bahwa saya tidak melakukan tindakan yang dituduhkan kepada saya. Saya tahu saya hanya lulusan SD, saya tidak mengerti hukum, tapi saya insyaallah dapat mengetahui mana tindakan yang benar dan tidak benar. Saya memohon kepada Majelis Hakim, permintaan saya tidak muluk-muluk, saya ingin dibebaskan karena saya tidak bersalah. Saya masih mau membahagiakan Bapak Ibu saya,” ujar Asep dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa 25 April 2017 kemarin.
Dalam persidangan sebelumnya, telah didengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa Asep Sunandar, korban penyiksaan Kepolisian yang diduga salah tangkap, layak untuk dihukum selama 4 tahun pidana penjara atas tindakan yang tidak ia lakukan. Jaksa Penuntut Umum tetap berpendapat bahwa Asep meyakinkan bersalah melakukan tindakan pencurian dengan kekerasan sebagaimana tercantum dalam Pasal 365 ayat (2) ke-1 dan ke-2 KUHP, meskipun fakta persidangan telah jelas dan terang bahwa pelaku sebenarnya bukanlah Asep. Saksi mahkota Masrudin alias Adit yang merupakan pelaku sebenarnya dari tindakan pencurian dengan kekerasan tersebut telah mengakui di persidangan bahwa Asep adalah korban salah tangkap dan bahwa Asep tidak pernah melakukan tindakan yang dituduhkan kepadanya, Adit melakukan perbuatan tersebut dengan orang lain yang mengancam akan membunuhnya apabila ia mengumbar nama mereka.
“Fiat Justisia Ruat Coelum” yang berarti meskipun langit runtuh keadilan (bukan hukum) harus ditegakkan. Hal ini diungkapkan penasihat hukum di akhir Pembelaanya. Terkadang, hukum bukan jawaban dari setiap kebenaran. Namun keadilan tidak pernah mengkhianati kebenaran. Untuk itu, demi kebenaran dan keadilan, Asep harus dinyatakan bebas. (JCA)