PENGANTAR
Pengekangan Demonstrasi
Pada tanggal 28 Oktober 2015, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka (“Pergub 228/2015”). Pergub 228/2015 mengatur mengenai pembatasan tempat dan waktu aksi demonstrasi di wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan Pergub 228/2015, demonstrasi di DKI Jakarta hanya dapat dilakukan pada 3 (tiga) tempat, yaitu kawasan Parkir Timur Senayan, Silang Selatan Monumen Nasional, dan Alun-Alun Demokrasi DPR/MPR. Waktu pelaksanaan demonstrasi dibatasi pada pukul 08.00 – 18.00 WIB.
Pasal 13, 14, dan 15 Pergub 228/2015 juga memberikan kewenangan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) untuk mengarahkan atau melakukan pembubaran terhadap aksi-aksi demonstrasi yang tidak berjalan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur di dalam Pergub. TNI dan POLRI juga diamanatkan untuk mengkoordinasikan mediasi antara peserta demonstrasi dan perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Selain itu, Pergub 228/2015 juga memberikan batasan terhadap metode pelaksanaan demonstrasi. Pertama, Pasal 6 butir e Pergub 228/2015 menyatakan bahwa peserta aksi dilarang untuk melakukan konvoi atau pawai. Kedua, Pasal 6 butir c mengatur bahwa peserta demonstrasi harus mematuhi batas maksimal baku kebisingan penggunaan pengeras suara agar tidak melebihi 60 desibel.
Berdasarkan uraian di atas, konsolidasi organisasi masyarakat sipil menilai bahwa pembatasan-pembatasan demonstrasi yang diatur dalam Pergub 228/2015 merupakan bentuk pengekangan terhadap demokrasi dan kebebasan berekspresi. Selain itu, Pergub 228/2015 juga memiliki serangkaian kelemahan di sisi materiil dan formil.
Unduh Risalah Kebijakan lengkapnya pada link di bawah ini
UNDUH