Pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 5 dan 6 Oktober 2013, diadakan pelatihan mengenai hukum perburuhan untuk buruh di Kabupaten Karawang yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI).
Pada hari pertama materi diisi oleh Alghiffari Aqsa (Pengacara Publik LBH Jakarta) dan Tigor Hutapea (Pengacara Publik LBH Jakarta), ada beberapa materi yang disampaikan pada hari pertama yaitu mengenai substansi hukum perburuhan dan sumber hukum perburuhan, pelatihan pada hari pertama diikuti oleh sekitar 40 buruh.
Materi pertama disampaikan Alghiffari Aqsa (pengacara publik LBH Jakarta) tentang substansi hukum perburuhan, dalam penyampaiannya Alghiffari Aqsa mengajak peserta untuk menuliskan pemahaman peserta tentang hukum perburuhan dengan membagi metaplan, hasilnya peserta menuliskan banyak hal tentang hukum perburuhan. Fasilitator membuat skema jaring laba-laba atas hasil yang dituliskan peserta. Dari sesi ini dapat diketahui bahwa peserta cukup mengetahui hukum perburuhan.
Dalam paparan materinya Alghiffari Aqsa mengarahkan agar peserta dapat memahami pengertian hukum publik dan hukum privat, mengarahkan peserta untuk memahami bahwa hukum perburuhan merupakan hukum publik yang menjadi tanggung jawab negara untuk menjamin hak-hak buruh. Dalam sesi penutup dijelaskan bahwa perburuhan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang juga telah diatur dalam berbagai macam peraturan internasional dan nasional.
Materi kedua disampaikan Tigor Hutapea (Pengacara Publik LBH Jakarta) yang menyampaikan perkembangan sumber hukum perburuhan, sesi ini mengarahkan agar peserta memahami sumber hukum perburuhan yakni hukum heterogen (hukum yang dibuat oleh pemerintah) dan hukum otonom (hukum yang dibuat oleh buruh dan pengusaha). Peserta juga diarahkan untuk memahami konsekuensi dari kedua sumber hukum tersebut. Dalam paparannya Tigor Hutapea menjelaskan bahwa dalam konsekuensinya sumber hukum heteronom menjadi pedoman dalam pembuatan hukum otonom, hukum otonom tidak boleh bertentangan terhadap hukum heteronom, apabila bertentangan hukum otonom tidak berlaku.
Fasilitator membagi peserta kedalam kelompok-kelompok diskusi, kemudian diarahkan untuk mendiskusikan langkah-langkah apa saja yang disiapkan peserta apabila ditunjuk mewakili buruh untuk melakukan perundingan perjanjian kerja bersama.Peserta sangat antusias dalam menyampaikan hasil diskusi ke peserta lain, terjadi sharing pengetahuan dan pengalaman antar peserta. Diharapkan dari diskusi ini peserta dapat lebih memahami pentingnya sumber hukum perburuhan dalam menjamin hak-hak buruh.
Pada hari kedua, pelatihan ini dihadiri oleh sekitar 35 orang, materi diberikan oleh Maruli Rajagukguk Pengacara Publik LBH Jakarta. Materi yang akan disampaikan dalam hari kedua pelatihan ini, diantaranya sifat hukum perburuhan dan mogok kerja.
Dalam pelatihan ini Maruli menjelaskan bahwa sifat hukum perburuhan yakni bersifat publik dan bersifat privat. Hukum perburuhan bersifat publik karena adanya intervensi pemerintah dalam mengatur ketenagakerjaan seperti bentuk pengaturan hukum ketenagakerjaan dalam peraturan perundang-undangan, dan dikatakan bersifat privat karena hubungan pengusaha dan buruh merupakan hubungan kontraktual (perdata) ujar Maruli.
Lebih lanjut Maruli menjelaskan mengenai permasalahan yang dihadapi oleh para buruh diantaranya masalah upah layak, pegawai outsourching, diskriminasi, jamsostek, PHK, dan lain sebagainya. Setelah selesai pemaparan materi, Maruli melanjutkan dengan diskusi kelompok dengan membagi peserta kedalam dua kelompok untuk diskusi kasus tindakan anti serikat pekerja, diharapkan para peserta lebih memahami materi yang telah diberikan dan menerapkannya dalam kondisi yang sebenarnya.
Materi kedua dlanjutkan oleh Maruli mengenai mogok kerja, dalam materi ini dijelaskan mengenai pengertian mogok kerja dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik di UU tentang Ketenagakerjaan sampai Peraturan Menteri terkait mogok kerja, pada dasarnya dalam materi ini dijelaskan mengenai apa yang harus dilakukan pada saat melakukan mogok kerja, mogok kerja yang dilarang, keadaan apa saja yang memungkinkan untuk melakukan mogok kerja sampai kepada akibat mogok kerja yang tidak sah dan pada akhir materi dijelaskan juga mengenai strategi mogok kerja yang efektif, diantaranya merencanakan mogok dengan matang, menyusun perangkat aksi yang efektif, mengkonsolidasikan anggota, menentukan perunding dan diusahakan mogok kerja membangun simpati publik ujar Maruli.
Pengemasan penyampaian Materi kedua ini tidak kalah menariknya dengan materi pertama, dimana dalam materi kedua adanya diskusi antar buruh terhadap suatu kasus, simulasi dan bermain perana, dimana peserta ada yang berperan sebagai mediator dari Disnaker, Pengusaha, dan buruh. Diharapkan dengan adanya adanya simulasi ini diharapkan peserta mengerti dan memiliki gambaran saat berhadapan dengan pengusaha dan pegawai Disnaker.
Maruli berharap kepada seluruh peserta setelah selesai pelatihan ini, peserta dapat lebih memahami esensi hukum perburuhan, dan para buruh sadar akan hak-hak yang dimilikinya tutup Maruli.
Karawang, 5-6 Oktober 2013