Dewi Septiani, 29 tahun, adalah orang yang pertama kali melaporkan adanya beras plastik ke media sosial. Dia mengaku sempat merasa diintimidasi beberapa pihak karena melaporkan dugaan beras plastik.
Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang mendampingi Dewi, Ahmad Hardi Firman, mengatakan tindakan Dewi itu seharusnya diapresiasi. “Itu mengajarkan orang untuk bisa menjadi konsumen cerdas,” kata Ahmad kepada Tempo, Rabu, 27 Mei 2015.
Dewi, kata Hardi, hanya berupaya untuk menyampaikan informasi yang diperolehnya kepada masyarakat. “Dia berupaya juga dengan melaporkan ke Badan POM,” ujarnya. Menurut dia, itu tindakan yang cukup bertanggung jawab.
Terkait dengan kebenaran informasi Dewi, Hardi mengatakan hal tersebut menjadi tugas kepolisian untuk membuktikannya. “Apakah itu benar atau salah, kepolisian yang perlu menyelidikinya,” kata dia.
Karenanya, LBH Jakarta akan tetap mendampingi Dewi sampai proses penyelidikan atas temuan beras palsu ini selesai. “Besok dia akan menjalani pemeriksaan lagi di Polres Bekasi,” kata Hardi.
Hasil uji laboratorium dari PT Sucofindo, Cibitung, Kabupaten Bekasi, menyimpulkan bahwa beras yang diuji mengandung unsur plastik. Tiga senyawa plastik itu antara lain benzyl butyl phthalate(BBP), bis (2-ethylhexyl phthalate) (DEHP), dan diisionyl phatalate (DINP). Kandungan itu terdapat dalam bahan-bahan pembuat pipa, kabel, dan barang lainnya yang terbuat dari plastik.
Ini berbeda dengan pernyataan Kepala Kepolisian RI yang mengumumkan uji laboratorium beras hasilnya negatif dan tak ditemukan kandungan plastik.
Dewi mengaku pasrah setelah pemerintah pusat mengumumkan beras temuannya tak mengandung plastik. Ia menegaskan, tak ada motif apa pun selain hanya ingin menginformasikan temuannya itu.
“Tidak ada maksud apa-apa, saya hanya aware saja,” kata Dewi, Rabu, 27 Mei 2015. Soalnya, kata dia, beras temuannya itu berbeda dari seperti biasa. Hasil masakannya tak dapat dikonsumsi. Menurut dia, nasinya rusak dan bahkan adiknya sendiri yang mengkonsumsi mengalami sakit perut, muntah, mual, dan mencret.
Karena itu, ia langsung mengunggah temuannya tersebut media sosial, sebab aduan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan belum mendapatkan jawaban. Tak lama kemudian, langkahnya membuat heboh masyarakat. “Enggak ada maksud lain. Apalagi, untuk menyudutkan seseorang,” katanya. (tempo.co)