Jakarta, bantuanhukum.or.id – Ciliwung Merdeka bekerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) menggelar Diskusi Publik yang bertajuk Menata Ruang yang Berkeadilan, di LBH Jakarta (25/11). Diharapkan lewat diskusi publik ini akan menjawab bagaimana penataan ruang wilayah berdasarkan konsep ruang yang berkeadilan. Peserta diskusi terdiri dari peneliti pengelolaan limbah kota dari urban planning, peneliti perkotaan dari LIPI, praktisi pengolahan limbah biogas pertanian kota, arsitek perencanaan kota dan real estate, Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta mahasiswa dari berbagai universitas seperti Universitas California Los Angeles (UCLA), Universitas Diponegoro (UNDIP) dan Universitas Tarumanegara (UNTAR).
Alghiffari Aqsa selaku Direktur LBH Jakarta dalam pembukaan diskusi publik ini menyatakan “Hak atas kota di uji, dimana dalam hak atas kota terkandung hak asasi manusia serta hak ekonomi sosial budaya dan hak sipil politik. Namun unsur yang paling penting adalah partisipasi, dimana pemerintah membuka sedikit ruang bagi masyarakat untuk menentukan sendiri bagaimana lingkungannya yang di impikan, sebagaimana yang dilakukan oleh Ciliwung Merdeka lewat konsep penataan kampung kota yang disetujui oleh Pemprov DKI. Inisiatif ini yang harus di dorong agar tidak hanya berhenti sampai di Ciliwung Merdeka tapi bisa menular di berbagai tempat,” jelasnya.
Diskusi publik ini di moderatori oleh Annisa dengan Elisa Sutanudjaja selaku Direktur Program Rujak Center For Urban Studies sebagai narasumber. Elsa mengatakan “Warga juga memiliki hak untuk berpartisipasi dalam penataan ruang dan memiliki kewajiban sebagai bagian dari partisipasi aktif dalam bekerjanya sistem penataan ruang,” pungkasnya.
Hak warga untuk berpartisipasi dalam penataan ruang dalam hal ini melibatkan peran warga secara aktif dalam proses penataan ruang melalui partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang, partisipasi dalam pemanfaatan ruang, dan partisipasi dalam pengendalian penataan ruang (pengawasan). Melalui hak tersebut maka masyarakat juga memiliki kewajiban sebagai bagian dari partisipasi aktif dalam bekerjanya sistem penataan ruang antara lain; menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, memberikan akses terhadap kawasan yang dinyatakan sebagai milik umum dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Lewat partisipasi aktif warga dapat terwujud penataan ruang wilayah berdasarkan konsep ruang yang berkeadilan.
Vera W Soemarwi, peserta diskusi menyatakan “Warga berhak untuk terlibat dan berperan serta secara aktif dalam perencanaan, pemanfaatan ruang, serta berhak terlibat dalam proses perencanaan program pembangunan di wilayahnya, sehingga proses perencanaan baik penataan ruang dan pembangunan dengan menggunakan pola bottom – up dapat diupayakan dan akan menjawab kebutuhan nyata masyarakat,” jelasnya.
Terkait partisipasi, Alldo Fellix selaku Pengacara Publik LBH Jakarta yang fokus pada isu Perkotaan dan Masyarakat Urban menambahkan, “Ketiadaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah akar dari banyak pelanggaran hak, mulai dari kekerasan, informasi yang tidak memadai, hingga pemulihan bagi warga terdampak pembangunan. Kami menilai akar masalah ini adalah akibat ketiadaan regulasi penggusuran sesuai dengan standar HAM. Kami merekomendasikan para pegiat hak atas kota untuk terjun ke dalam advokasi mendorong regulasi sesuai dengan standar HAM.”
Pertemuan ini merupakan kali ketiga yang digagas Ciliwung Merdeka, setelah sebelumnya dilaksanakan pada Selasa, 27 Oktober 2015 bertempat di Semeru Institute. Pertemuan kedua pada Rabu, 11 November 2015 bertempat di Universitas Tarumanegara (UNTAR). Ciliwung Merdeka mengagendakan pertemuan lanjutan adalah Pleno yang akan di laksanakan pada 7 Desember 2015 bertempat di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). (Hani)