Jumat 21 Januari 2021, Aliansi Solidaritas Pakel, warga pakel korban brutalitas aparat kepolisian bersama tim Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Daulat Agraria (TeKAD GARUDA) dan Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) melakukan aksi di depan Mabes Polri dan juga melaporkan Anggota Polresta Banyuwangi ke Divisi Propam Polri atas tindakan brutalitas dan kriminalisasi yang dilakukan oleh Polres Banyuwangi terhadap petani dan warga Pakel, Banyuwangi.
Aliansi Solidaritas Pakel menyoroti pula kriminalisasi terhadap pejuang Agraria dari berbagai daerah lain, seperti, penangkapan kepala Desa Kinipan, konflik di Seluma Bengkulu, Konflik Agraria desa Wadas, dan juga tingginya angka Konflik Agraria serta perampasan tanah warga di sepanjang tahun 2021.
Sepanjang tahun 2021 terjadi 1.191 kasus Konflik Agraria berdasarkan pengaduan yang masuk ke Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Sementara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terdapat 207 Konflik Agraria di seluruh Indonesia dengan melibatkan hampir 198.895 KK yang tersebar di 32 Provinsi dengan luasan konflik sekitar 500.062,58 hektar. Hampir di semua konflik melibatkan aktor negara seperti lembaga negara, perusahaan, hingga aparat keamanan negara. Selain itu, terdapat juga aktor swasta yang didominasi perusahaan, oligarki tambang dan perkebunan skala luas.
Tingginya angka Konflik Agraria ini menandakan lemahnya komitmen pemerintah dalam penyelesaian Konflik Agraria dan pembangunan kesejahteraan desa melalui penguatan tanah pertanian rakyat. Padahal belum lama ini KSP mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1B/T/2021 (tertanggal 29 Januari 2021) tentang pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria Tahun 2021. Hal ini menyuratkan bahwa tidak ada komitmen negara dalam menyelesaikan konflik-konflik agraria struktural di berbagai daerah yang terjadi hari-hari belakangan ini.
Ombudsman Republik Indonesia menilai selama empat tahun berjalan, Reforma Agraria di bawah Pemerintahan Jokowi-JK belum mampu menyelesaikan Konflik Agraria di lapangan, salah satunya izin konsesi skala besar terhadap perusahaan. Reforma Agraria bukanlah “sertifikasi” tanah belaka karena sertifikasi merupakan hak warga negara yang memiliki hak atas tanah. Belum lama ini presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Perpres tersebut mengatur penyelenggaraan Reforma Agraria dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah terhadap Tanah Objek Reforma Agraria melalui perencanaan dan pelaksanaan Reforma Agraria.
Namun sampai sekarang Konflik Agraria masih terjadi di setiap daerah. Penyebab utamanya adalah pemberian izin-izin konsesi skala luas kepada perusahaan-perusahaan negara dan swasta. Hal inilah penyebab Reforma Agraria “yang digadang-gadang” Jokowi belum memberikan kesejahteraan dan keadilan agraria bagi mayoritas penduduk yang mengusahakan tanah secara langsung.
Begitu juga aparat kepolisian dalam menangani kasus konflik agraria tidak diperbolehkan melakukan represi terhadap warga sebagai pihak yang seharusnya diperlakukan setara dalam suatu konflik ataupun sengketa. Dalam penanganan dan konflik agraria Polri harus melakukan upaya-upaya pencegahan dan penindakan yang didasarkan pada nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Hal ini adalah bentuk pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri pasal 4 yang menyatakan “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”. Dalam hal ini upaya yang dapat dilakukan Polri untuk mencegah terjadinya konflik lahan antara warga petani Pakel dengan PT Bumi Sari adalah melalui implementasi tugas Polri yang bersifat pre-emptif dan preventif sesuai dengan tugas, fungsi, dan peran Polri yang lebih memprioritaskan dalam meredam gejolak agar tidak meluas ke permasalahan lain. Jika tidak demikian akibatnya konflik menjadi kompleks dan rumit. Sudah selayaknya Polri tetap berperan secara fungsional dan proporsional melalui upaya pencegahan.
Oleh karena itu Aksi Aliansi Solidaritas Pakel pada aksi ini menuntut:
- Hentikan kekerasan, kriminalisasi, dan intimidasi terhadap pejuang agraria
- Lindungi wilayah kelola rakyat, lokasi kuasa rakyat dari perampasan
- Usut tuntas mafia tanah (korporasi, kepolisian, TNI, bank tanah, kementerian, dan lembaga terkait) yang terlibat dalam perampasan tanah rakyat
Aksi ditutup dengan penyerahan laporan brutalitas aparat Polres Banyuwangi kepada divisi Propam Polri oleh warga Pakel.