Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan yang diumumkan pada 9 April 2018 menyatakan Kantor Pertanahan Jakarta utara telah melakukan maladministrasi dalam menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT. Bumi Pari Asri. Hal tersebut membuat sejumlah warga Pulau Pari yang datang ke kantor ORI di Jalan Rasuna Said menangis, terharu bahagia. Sesekali mereka menyeka air mata, dan juga melakukan sujud syukur kepada Tuhan yang Maha Esa.
Warga Pulau Pari menilai Ombudsman telah cermat dan teliti dalam mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) tentang Dugaan Maladministrasi. Bentuk maladministrasi tersebut berupa penyalahgunaan wewenang oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara terkait penerbitan SHM. No. 210 dan SHGB No. 9 tahun 2015 yang dikliam milik PT. Bumi Pari Asri.
“ORI mengemukakan dua alasan yang menyatakan penerbitan SHM yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara maladministrasi, pertama, dalam melakukan pengukuran tidak memberitahukan terlebih dahulu kepada warga, sehingga warga yang berbatasan dengan bidang-bidang tanah yang akan diukur tidak mengetahui aktivitas pengukuran. Kedua, Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara tidak mengumumkan hasil pengukuran dan peta bidang-bidang tanah. Karena hal tersebut warga tidak mengatahui atau tidak memiliki kesempatan untuk melakukan keberatan terhadap hasil pengukuran tersebut,” jelas Nelson Nikodemus salah satu kuasa hukum warga Pulau Pari dari LBH Jakarta.
Sementara dalam penerbitan SHGB Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan mengabaikan kewajiban hukum. Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta utara tidak berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau Pemerintah Kab. Kepulauan Seribu, kedua pemilik SHGB tidak menguasai secara fisik tanah. Tanah yang menjadi terbitnya SHGB dalam penguasaan warga Pulau Pari. Ketiga, penerbitan SHGB juga tidak memperhatikan tata ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam RTRW, Pulau Pari adalah Kawasan Pemukiman Nelayan.
ORI dalam laporannya turut menemukan beberapa dugaan praktik intimidasi yang dilakukan oleh PT. Bumi Pari Asri terhadap warga Pulau Pari. Intimidasi tersebut berbentuk, diantaranya memberikan somasi disertai ancaman kepada warga untuk meninggalkan tempat tinggalnya. Somasi tersebut dilayangkan PT. Bumi Pari Asri dengan alasan bahwa PT. Bumi Pari Asri merupakan pemilik yang sah, sehingga melarang warga untuk mendirikan maupun merenovasi bangunan. PT. Bumi Pari Asri juga memaksa warga untuk menandatangani surat pernyataan bahwa PT. Bumi Pari Griyanusa merupakan pemilik lahan Pulau Pari. Perusahaan tersebut jug menyurati warga yang mengelola Pantai Bintang dan Pantai Pasir Perawan secara mandiri agar bekerja sama dalam melakukan pengelolaan pantai.
Laporan Ombudsman ini keluar setelah warga Pulau Pari melaporkan dugaan adanya maladministrasi kepada ORI sejak 29 Maret 2017 dan laporan tersebut selesai pada tanggal 21 Maret 2018. Hampir satu tahun ORI melakukan penelusuran. lamanya ORI melakukan penelusuran karena banyaknya dokumen-dokumen tua yang ada dalam kasus dan harus melihat satu persatu.
Dikeluarkannya LAHP oleh ORI merupakan titik cerah bagi warga untuk menolak klaim sepihak dari PT Bumi Pari Asri. Warga telah menempati pulau pari sejak tahun 1974 dan turun – temurun diwariskan kepada anak cucunya. (Maulana)