Siaran Pers
1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional bermula dari perjuangan 200.000 buruh di Amerika Serikat pada 1886 untuk memperjuangkan 8 jam kerja sehari. Oleh karenanya, saat ini perjuangan buruh dapat dinikmati oleh seluruh kaum buruh yang berkerah biru maupun putih.
Di Indonesia, perjuangan buruh masih belum tuntas dan masih menemukan serangkaian jalan panjang menuju keadilan. Dalam kondisi demokrasi yang berada dalam cengkeraman oligarki, kekuasaan penguasa-pengusaha adalah bentuk duplikasi diri yang mempertahankan sumber-sumber kapital atau modal. Ragam kebijakan yang menyengsarakan lahir, sehingga hisapan modal-modal yang dilakukan seolah-olah benar di mata hukum.
Di PHK karena Buruh Berserikat
Salah satu perjuangan panjang yang dilakukan buruh ialah dalam memperjuangkan hak atas kebebasan berserikat, baik untuk turut aktif dalam kegiatan berserikat maupun memperjuangkan hak-hak pekerja yang belum sesuai dengan Undang-Undang, yang mana dampaknya buruh seringkali di PHK oleh pengusaha. Hal ini terlihat dari pengaduan PHK massal yang diterima oleh LBH Jakarta. Sebanyak 1409 buruh di PHK dengan alasan yang paling mendominasi ialah karena aktif di dalam memperjuangkan hak kebebasan berserikat, tercatat khusus di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 83% buruh dari ratusan buruh ter-PHK atas Pemberangusan Serikat (Union Busting). Banyaknya praktek sistem Outsourcing dan Sistem Kerja Kontrak membuat buruh yang sudah rentan dengan relasi kuasa antara pengusaha terhadap buruh, menjadi semakin rentan karena tidak ada jaminan kesejahteraan dan perlindungan sosial.
Pasar Kerja Fleksibel sebagai Kebijakan Eksploitatif dan Diskriminatif terhadap Buruh
Pemerintahan Jokowi- JK saat ini belum menunjukkan keberpihakan kepada kaum buruh, malah menciptakan kebijakan dan memperkuat Pasar Kerja Fleksibel. Di Pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan Paket Kebijakan ekonomi, salah satunya memberlakukan PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. PP Pengupahan tersebut akan memperkuat politik upah murah, sehingga paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh rezim Jokow-JK tersebut merupakan kebijakan yang mengeksploitasi dan memiskinkan kaum buruh, namun menguntungkan kaum pemodal. Maka dipastikan paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh rezim Jokowi-JK akan menjadikan kaum buruh menjadi budak bagi para pemodal.
Kriminalisasi Buruh dan Ancaman Kemerdekaan Berserikat
Dalam catatan LBH Jakarta, kondisi 1 (satu) tahun terakhir ini menunjukkan masih banyak aktivis buruh yang di kriminalisasi baik karena mengemukakan hak atas kebebasan berpendapat di muka umum, karena tidak menuruti perintah pengusaha, maupun sebagai bentuk aksi balasan untuk mengancam kemerdekaan berserikat. Salah satu yang harus digarisbawahi adalah kriminalisasi 26 aktivis yang terdiri dari 2 Pengabdi Bantuan Hukum LBH Jakarta, 23 aktivis buruh dan 1 mahasiswa yang di-siksa dan ditangkap secara paksa karena melakukan aksi damai menolak PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan pada 30 Oktober 2015 lalu. 26 aktivis tersebut harus duduk di kursi pesakitan disidang sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sejatinya mengemukakan pendapat di muka umum bukanlah kejahatan, tapi merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam UUD 1945 dan undang-undang serta merupakan salah satu cara menyampaikan aspirasi demokras. Namun disinyalir adanya intervensi penguasa-pemodal menyebabkan 26 aktivis dikriminalisasi, Maka dalam kasus ini sangat kental bernuansanuansa oligarki, dimana penguasa dan pemodal berbentuk satu wajah untuk melawan rakyat yang menghalangi akses perluasan kapital melalui politik dan ekonomi.
Hukum Tajam saat Menghadapi Buruh dan Tumpul saat Melawan Pengusaha
Dalam kasus kriminalisasi 26 aktivis, Kepolisian beralasan melakukan penegakan hukum, namun ketika kepolisian berhadapan dengan para pemodal/pengusaha, yang melanggar Aturan Hukum Ketenagakerjaan, kepolisian tidak berdaya dan bertekuk lutut dihadapan para pemodal. Hal tersebut terkonfirmasi dari Kasus-kasus tindak pidana perburuhan yang dilaporkan kepada intitusi kepolisian. Jenis Kasus tindak pidana perburuhan yang dilaporkan ke kepolisian yakni pemberangusan serikat pekerja yang dilakukan oleh PT Panawub Dwi Karya pada 2012 dihentikan oleh kepolisian dengan SP3 pada Januari 2016. Kasus Itop Reptianto melawan Direktur PT Askes juga dihentikan pada 2013, kasus Widodo Edi Sektianto dihentikan oleh polisi pada 2013. Ketiga kasus tersebut adalah tindak pidana pemberangusan serikat yang secara nyata pengusaha telah melakukan kejahatan dan diancam dengan pidana penjara.
Namun berbeda ketika, Pengusaha melaporkan buruh, kepolisian sangat cepat menindaknya. Sebagai contoh dalam kasus PT Panarub Dwi Karya, Omih Binti Sanan pada 2012 lalu. Ia dipecat dan tidak mendapatkan jatah cuti serta upah selama dua bulan. Kemudian ia mengikuti aksi demonstrasi di pabrik tempatnya bekerja. Bukannya mendapatkan haknya, pekerja paruh waktu di perusahaan pembuat sepatu merek Adidas dan Mizuno itu malah dijadikan tersangka oleh Polres Metro Tangerang. Ia mendekam selama enam hari di Lapas Tangerang dengan alasan menyebarkan teror melalui pesan singkat. Omih disangka melanggar Pasal 336 KUHP dan Pasal 45 ayat 1 juncto pasal 27 ayat 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Begitu juga yang terjadi dengan kriminalisasi 26 aktivis. Proses penangkapan yang menyesatkan, penyiksaan berupa pemukulan, diinjak-injak, dipukul, dilempar ke dalam mobil, diperiksa dalam keadaan luka-luka, rekayasa fakta dalam berita acara pemeriksaan, kecacatan prosedur penangkapan, semuanya dilakukan dengan sangat cepat oleh kepolisian, dimana dalam hitungan jam status 26 aktivis dari saksi langsung menjadi tersangka dan saat ini disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dengan demikian institusi Kepolisian, patut diduga digunakan sebagai alat penguasa dan pemodal untuk mempertahankan demokrasi dibawah kendali oligarki.
Penutup
Dari uraian diatas terlihat jelas bahwa demokrasi kita saat ini dibawah kendali oligarki yang menyengsarakan buruh dan rakyat. Oleh karenanya dalam pada Hari Buruh Internasional 2016 ini, kami mendesak:
1. Kepolisian Republik Indonesia membentuk Desk Khusus Pidana Perburuhan di Kepolisian untuk menghukum pengusaha-pengusaha nakal yang melanggar ketentuan pidana ketenagakerjaan serta menghentikan kriminalisasi terhadap buruh yang memperjuangkan hak-haknya;
2. Pemerintah Republik Indonesia: Presiden RI, untuk menghentikan praktek pasar kerja fleksibel dalam bentuk upah murah, tenaga kerja kontrak dan outsourcing yang diskriminatif dan eksploitatif;
3. Menteri Tenaga Kerja agar melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan norma ketenagakerjaan, mencegah terjadinya PHK massal, mengapus sistem kerja kontrak dan outsourcing, memaksimalkan pengawas ketenagakerjaan untuk menghukum pengusaha yang melakukan pelanggaran norma ketenagakerjaan dan melakukan pemberangusan serikat.
Jakarta, 1 Mei 2016
Hormat Kami,
LBH Jakarta , Paralegal LBH Jakarta, Klien LBH Jakarta, Solidaritas Masyarakat Peduli Keadilan (Simpul) LBH Jakarta, SP Johnson, FSPMI, OASE, FKAM UNTAG, FK MATA, FMKB, SEKAR POSINDO, KPSI, ARUS PELANGI, PPDI
Kontak:
Alghif (081280666410);
Maruli (081369350396)