Jakarta, 14 November 2025 – Mahkamah Konstitusi telah membacakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 dalam perkara Pengujian Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) terhadap UUD NRI Tahun 1945 pada 13 November 2025. Adapun amar putusan dari Permohonan yang diajukan oleh pemohon yang terdiri dari Advokat dan Mahasiswa ini sebagai berikut:
- mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
- menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
- memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri telah ternyata mengakibat ketidakjelasan serta mengatur norma yang berbeda dengan norma batang tubuhnya, yaitu Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Pengaturan tersebut juga bertentangan dengan Pasal 10 ayat (3) TAP MPR Nomor VII/MPR/2000. Sehingga, pengaturan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Atas adanya putusan a quo, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai bahwa putusan ini adalah satu langkah koreksi konstitusional terhadap praktik penempatan anggota Polri aktif di institusi non-Polri. Hal ini sekaligus menjadi penegasan kembali agenda Reformasi yang menginginkan adanya Polri-TNI yang profesional sebagaimana diamanatkan termuat dalam Agenda Reformasi pada 1998 yang belakangan ini sempat tersendat. Oleh karena itu, LBH Jakarta berpendapat sebagai berikut:
Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi ini menegaskan bahwa anggota aktif Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak dapat lagi menduduki jabatan di luar institusi kepolisian, kecuali setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisiannya. Frasa yang sebelumnya memungkinkan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil dengan “penugasan dari Kapolri” kini dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Kedua, LBH Jakarta menilai putusan ini menegaskan kembali prinsip netralitas dan profesionalitas Kepolisian sekaligus memperkuat pemisahan yang tegas antara lembaga penegak hukum dengan jabatan sipil atau politik. Mengingat bahwa dalam fakta di lapangan memang menunjukkan bahwa praktik penempatan anggota aktif Kepolisian pada jabatan di luar institusi Polri masih terus berlangsung. Sejumlah perwira tinggi dan menengah Polri yang masih aktif tercatat menduduki posisi-posisi strategis di luar institusi kepolisian. Misalnya, Irjen Pol. Mohammad Iqbal yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPD RI, serta Brigjen Pol. Dover Christian yang juga bertugas di lembaga yang sama. Di lingkungan kementerian, terdapat Irjen Pol. Prabowo Argo Yuwono yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal di Kementerian Koperasi dan UKM; Komjen Pol. Djoko Poerwanto sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan; Irjen Pol. Pudji Prasetijanto Hadi sebagai Sekretaris Jenderal di Kementerian ATR/BPN; serta Komjen Pol Setyo Budiyanto dan Komjen Pol. Reynhard SP Silitonga masing-masing menjabat sebagai Irjen di Kementerian Pertanian dan Kemenkumham. Ini bahkan belum semua, di mana masih ada setidaknya 4.351 polisi yang bekerja di luar institusi kepolisian.
Ketiga, bahwa praktik Dwifungsi Kepolisian Republik Indonesia telah dilanggengkan sejak era Presiden Joko Widodo dan berlanjut pada masa Presiden Prabowo Subianto. Anggota Polri aktif justru menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan administrasi sipil di luar kewenangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Praktik ini jelas bertentangan dengan prinsip negara hukum, demokrasi, dan supremasi sipil, yang menuntut lembaga penegak hukum untuk tunduk pada dan dibatasi oleh otoritas sipil, bukan mengambil alih peran-peran pemerintahan.
Keempat, LBH Jakarta mengapresiasi pandangan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa keberadaan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota kepolisian itu sendiri dalam konteks karier dan batasan tugasnya, tetapi juga telah merugikan kepastian hukum dan kesempatan karier Aparatur Sipil Negara (ASN) di luar institusi kepolisian. Dalam putusannya, Mahkamah bahkan menyatakan secara eksplisit bahwa “dalil para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.”
Kelima, LBH Jakarta menilai praktik penugasan anggota kepolisian aktif di lembaga-lembaga pemerintahan sipil merupakan pelanggaran terhadap prinsip pemisahan “fungsi keamanan” dan pemerintahan sipil, serta mencerminkan kecenderungan “militerisasi”
lembaga pemerintahan sipil yang bertentangan dengan semangat reformasi dan agenda demiliterisasi sektor publik pasca-Reformasi 1998.
Keenam, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan a quo secara tegas mengembalikan pemaknaan UU Polri kepada semangat politik hukum yang terkandung di dalam Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri. Mahkamah dalam hal ini menilai bahwa sekalipun Tap MPR a quo telah dicabut melalui Tap MPR Nomor I/MPR/2003, semangat dan politik hukum yang terkandung di dalamnya tetap merupakan refleksi dari semangat konstitusional Pasal 30 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 dan Tap MPR VII/2000 sebagai dasar pembentukannya, sebagaimana dapat dibaca dalam konsiderans “Mengingat” angka 1 dan angka 3 UU Polri. Maka dari itu, seluruh materi di dalam UU Polri, termasuk bagian penjelasannya, sudah semestinya dipahami secara konsisten dengan prinsip dasar bahwa Polri adalah alat negara di bidang keamanan.
Ketujuh, Putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan yang berkekuatan hukum tetap dan wajib dipatuhi sebagai bagian dari pelaksanaan konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi pada prinsipnya bersifat final dan mengikat serta bercirikan erga omnes (berlaku bagi semua pihak) sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan hal tersebut, LBH Jakarta mendesak:
- Presiden Republik Indonesia untuk segera memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk menarik seluruh anggota Polri aktif dari jabatan-jabatan di luar institusi kepolisian;
- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk segera menarik seluruh anggota Polri aktif yang masih menempati jabatan-jabatan institusional lainnya di luar institusi Polri;
- Kementerian/Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian untuk segera menghentikan praktik pengangkatan anggota Polri aktif dalam jabatan struktural;
- Pembentuk Undang-Undang, yaitu DPR RI dan Pemerintah untuk segera melakukan revisi menyeluruh terhadap Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia agar selaras dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 dan prinsip-prinsip konstitusional terkait pemisahan fungsi-fungsi sipil dan kepolisian.
Reformasi Polri tidak boleh berhenti pada jargon dan basa-basi, melainkan pada tindakan nyata yang benar-benar mewujudkan pemolisian sipil yang ideal dan profesional.
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung:
Alif Fauzi Nurwidiastomo ([email protected])
Daniel Winarta ([email protected])
Sumber:
- Rachel Caroline L. Toruan, “Profil Muhammad Iqbal yang Baru Dilantik Jadi Sekjen DPD RI,” Tempo.co, 20 Mei 2025, https://www.tempo.co/politik/profil-muhammad-iqbal-yang-baru-dilantik-jadi-sekjen-dpd-ri–1493855.
- Alfitra Akbar, “Polemik Perwira Polisi Ramai-ramai Duduki Jabatan Sipil,” Tirto.id, 11 April 2025, https://tirto.id/polemik-perwira-polisi-ramai-ramai-duduki-jabatan-sipil-hanN.
- Alfitria Nefi P., “Mabes Polri Gelar Sertijab Usai Mutasi Besar-Besaran,” Tempo.co, 14 Maret 2025, https://www.tempo.co/hukum/mabes-polri-gelar-sertijab-usai-mutasi-besar-besaran-1219712.
- Irfan Kamil, “Kapolda Termiskin Djoko Poerwanto Ditugaskan ke Kementerian Kehutanan,” Kompas.com, 13 Maret 2025, https://nasional.kompas.com/read/2025/03/13/11332791/kapolda-termiskin-djoko-poerwanto-ditugaskan-ke-kementerian-kehutanan.
- Selamat Datang Irjen Pol. Drs. Pudji Prasetijanto Hadi MH yang Telah Dilantik Sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN,” Kantor Pertanahan Kota Jakarta Pusat, diakses 13 November 2025, https://kot-jakpus.atrbpn.go.id/berita/selamat-datang-irjen-pol-drs-pudji-prasetijanto-hadi-mh-yang-telah-dilantik-sebagai-sekretaris-jenderal-kementerian-atrbpn.
- Malvyandie Haryadi (eds.), “Daftar Nama Belasan Jenderal Polisi yang Duduki Jabatan Sipil, Apakah ASN Tidak Ada yang Kompeten?”, Tribunnews.com, 10 Juni 2024, https://www.tribunnews.com/nasional/2024/06/10/daftar-nama-belasan-jenderal-polisi-yang-duduki-jabatan-sipil-apakah-asn-tidak-ada-yang-kompeten.
- BBC News Indonesia, “MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Bagaimana Respons Istana dan Polri?”, 13 November 2025, https://www.bbc.com/indonesia/articles/c7v8g1ep0d7o






