Jakarta, bantuanhukum.or.id—Pada Selasa, 15 Desember 2015, Jaringan Buruh Migran (JBM) melakukan konferensi pers dalam rangka memperingati Hari Buruh Migran Internasional di Gedung LBH Jakarta. Konferensi pers ini sekaligus meluncurkan hashtag #i[M]igrant untuk mengkampanyekan perlindungan yang komperehensif terhadap buruh migran. Konferensi Pers ini dihadiri oleh anggora JBM, diantaranya LBH Jakarta, SBMI, HRWG, dan Solidaritas Perempuan.
Peringatan Hari Buruh Migran Internasional ditetapkan pada 18 Desember 2015 bertepatan dengan diadopsinya Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi PBB 1990). Walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB 1990 melalui UU No 6 Tahun 2012, namun belum menunjukan hasil yang signifikan terhadap perlindungan buruh migran. Padahal buruh migran Indonesia di luar negeri mengalami berbagai macam permasalahan, diantaranya penyiksaan oleh majikan, perdagangan orang, eksploitasi, pelecehan seksual, hukuman mati, dan beragam bentuk kekerasan lainnya, seperti kekerasan psikis dan ekonomi.
“Buruh migran kita sudah memberikan kontribusi kepada Negara, tidak hanya devisa, melainkan buruh migran juga mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Sudah sepantasnya negara memberikan perlindungan maksimal bagi buruh migran karena kondisi mereka sangat rentan”, demikian pernyataan Eny Rofiatul, Pengacara Publik LBH Jakarta.
Oleh karena itulah konferensi pers kali ini, JBM menuntut Jokowi-JK memenuhi janji yang pernah diucapkan dalam nawa cita untuk melindungi buruh migran, antara lain: memberikan pembatasan dan pengawasan peran swasta; menghapus semua praktek diskriminatif terhadap buruh migran terutama buruh migran perempuan; menyediakan layanan publik bagi buruh/pekerja migran yang mudah, murah dan aman sejak rekruitmen, selama di luar negeri hingga pulang kembali ke Indonesia; menyediakan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi buruh/pekerja migran yang berhadapan dengan masalah hukum; dan harmonisasi Konvensi Internasional PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya ke dalam seluruh kebijakan terkait migrasi tenaga kerja.
Jokowi-JK harus mengingat kembali Nawa Cita yang pernah disampaikan. Arah revisi UU No 39 Tahun 2004 harus benar-benar memastikan peran negara sejak pra penempatan, penempatan, hingga purna penempatan butuh migran. Jangan sampai Nawa Cita yang dijanjikan Jokowi-JK menjadi duka cita bagi buruh migran dan keluarganya, karena mereka dilupakan oleh Negara.
“Jangan sampai ada perekrutan non prosedural lagi, pemalsuan identitas, eksploitasi buruh migran, dan pemidanaan terhadap buruh migran yang menjadi korban perdagangan orang. Pemerintahan Jokowi-JK harus memastikan perlindungan dengan sungguh-sungguh”, Eny Rofiatul N menutup konferensi pers. (Mike)