Pengantar
Pada dasarnya TNI mempunyai peran penting sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugannya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. TNI juga mempunyai tugas antara lain, Pertama, sebagai alat pertahanan negara, dimana TNI berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keuntuhan wilayah dan keselamatan bangsa. TNI juga penindak terhadap setiap bentuk ancaman serta pemulihan terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Kedua, dalam melaksanakan fungsinya,TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan negara. TNI memiliki tugas pokok untuk menegakan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Seiring perkembangannya diketahui belakangan ini TNI telah melakukan aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan apa-apa yang telah di atur dalam perundang-undangan terutama Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. TNI telah melakukan perjanjian-perjanjian dengan berbagai instansi baik dengan instansi pemerintahan seperti Kementerian dan Instansi lainnya semakin marak dibuat. Hingga saat ini kurang lebih terdapat 31 (tiga puluh satu) MoU telah dibuat. Dengan alasan melakukan operasi militer selain perang (OMSP). Saat ini TNI mulai masuk kembali dan mulai terlibat kembali dalam ranah sipil dan menjalankan fungsi keamanan dengan pijakan MoU tersebut. Hal tersebut diperparah dengan pembiaran pemerintah dan parlemen yang berotoritas tidak melakukan koreksi dan evaluasi terhadap MoU yang ada. Pertanyaan menarik dari pembiaran tersebut adalah “ Apakah pemerintah mengetahui atau pura-pura tidak mengetahui akan keberadaan MoU tersebut ? ”.
Salah satu MoU “menarik” yang dibuat TNI adalah MoU dengan perusahaan yang ditetapkan sebagai Obyek Vital Nasional. Contohnya MoU antara TNI dengan PT. Kawasan Berikat Nusantara (Persero) yang bertujuan untuk rangka keamanan dan kenyamanan investor, tugas tersebut seharusnya adalah tugas kepolisian. Banyak MoU TNI mengarah pada kembalinya penguatan militerisme.. MoU tersebut jelas bertentangan dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, selain itu legal standing dari MoU tersebut dapat dikatakan lemah dan yang terpenting TNI akan kembali menempati ruang-ruang publik, seperti rezim orde baru.
Analisis
Jika dikaji dari sudut pandang hukum, TNI memang dapat menjaga objek vital nasional, namun harus didahului beberapa prosedur dan persyaratan.
Pertama, menurut Pasal 7 ayat (3) UU No. 34 Tahun 2004, dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Artinya kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.
Kedua, dalam hal pengerahan kekuatan TNI, Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI.
Ketiga, dalam hal melaksanakan pengamanan Obyek Vital Nasional, TNI dapat membatu pengamanan namun atas permintaan Kepolisian dan hanya berhubungan dengan tugas harfiahnya. Bukan serta merta melakukan MoU langsung dengan instansi-instansi yang terkait.
Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya banyak MoU yang dibuat TNI dengan banyaknya instansi, Aparata TNI terlibat telah menyalahi kewenangan. TNI telah melangkahi kewenang Presiden dan Parlemennya serta kewenangan POLRI. Selain itu dengan adanya intervensi penuh TNI , tidak menutup kemungkinan militerisme semakin menguat. Pelanggaran-pelanggaran HAM pun sering terjadi akibat intervensi-intervensi TNI yang memasuki ranah wilayah sipil. Musuh negara pun berubah menjadi masyarakt-masyarakat yang menuntut sebuah keadilan. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip demokrasi dan semangat reformasi sektor keamanan
Penutup
Dari fenomena maraknaya kesepakatan-kesepakan yang dibuat TNI dengan banyaknya instansi seharusnya dipandang sebagai kebijakan using. Apalagi reformasi keamanan masih mengalamai kendala serius dengan belum dilakukan revisi UU Peradilan Militer, Maka seharusnya pemerintah bertindak tegas dengan keberadaan MoU yang dibuat aparat TNI. seperti :
- Adanya evaluasi MoU yang dibuat TNI karena melanggar Pasal 7 ayat (3) UU TNI.
- Membatalkan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat TNI dengan instansi-instansi karena illegal dan menabrak undang-undang.
- Menghukum tokoh-tokoh yang bekerja sama, baik aparat TNI yang menandatangani MoU maupun pihak kedua
- Memberikan hukuman administrative, jika pihak kedua adalah sebuah badan hukum (perusahaan) yang melakukan MoU dengan TNI.
- Pemerintah juga harus membuat UU Perbantuan Militer yang mengatur secara spesifik kapan militer dapat turun tangan dalam persoalan keamanan dalam negeri.
Ayu Eza Tiara
Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta
[box type=”note” align=”aligncenter” ]Disclaimer: Seluruh tulisan dalam rubrik Opini merupakan representasi pribadi penulis sebagai personal dan bukan merupakan representasi dari LBH Jakarta.[/box]