Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang Judicial Review atas pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD, (UU MD3) dengan Nomor Perkara 36/PUU-XV/2017, 37/PUU-XV/2017, 40/PUU-XV2017 dan 47/PUU-XV/2017 pada Rabu (11/10). Pada kesempatan sidang kali ini Majelis MK mendengar dan menyaksikan rekaman Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) III dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berlangsung pada tanggal 18-19 April 2017. Melalui pemutaran video RDP dalam persidangan ini terungkap latar belakang munculnya Hak Angket DPR terhadap KPK.
Dari video dalam persidangan, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat, terungkap permasalahan bahwa Pihak KPK dan Komisi III tidak sepakat akan kesimpulan terakhir dari RDP tersebut. Dalam kesimpulan terakhir video RDP tersebut, Komisi III DPR mendesak KPK agar menyerahkan BAP atas nama Miryam S. Haryani. Adapun Miryam S. Haryani adalah salah satu saksi dalam kasus E-KTP.
Berdasarkan RDP tersebut, Komisi III DPR menyimpulkannya menjadi 4 kesimpulan. Pada kesimpulan pertamanya, Komisi III DPR mendesak KPK untuk segera menyelesaikan konflik internal KPK. Komisi III juga mendesak KPK untuk melakukan pengawasan anggota terhadap seluruh pegawai KPK, mengaktifkan kembali penggunaan sistem pengendalian internal KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Komisi III DPR hal tersebut penting untuk dilakukan guna mencegah pelemahan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
Pada kesimpulan keduanya, Komisi III juga meminta KPK untuk lebih cermat dan akuntabel dalam penggunaan kewenangan yang telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan. untuk menciptakan institusi KPK yang kredibel akuntabel dan profesional. Komisi III memperbolehkan KPK menggunakan kewenangannya namun agar lebih cermat dalam menggunakannya.
Ketiga, Komisi III DPR memandang perlu adanya objek lanjutan BPK terkait kepatuhan KPK terhadap peraturan perundang-undangan. Menurut Komisi III hal tersebut merupakan wujud implementasi prinsip transparansi profesionalisme dan independensi dalam pelaksanaan tugas akhir.
Pada kesimpulannya yang keempat Komisi III DPR meminta Pimpinan KPK untuk melakukan klarifikasi dengan membuka rekaman BAP atas nama Miryam S. Haryani tentang penyebutan sejumlah nama anggota dewan. Kesimpulan ini yang kemudian langsung ditolak oleh KPK, sebab BAP Miryam adalah bagian dari penyidikan yang masih berlangsung.
La Ode Muhammad Syarief dalam RDP tersebut menyampaikan permohonan maafnya karena KPK tidak bisa memenuhi apa yang dimintakan oleh Komisi III DPR. Menurutnya, Miryam masih dalam tahap penyidikan sehingga KPK tidak bisa menyerahkan BAP Miryam kepada Komisi III.
“Mohon maaf pak pimpinan, ini kan dalam rangka transparansi, betul kami sangat menghormati itu, tapi Miryam ini masih dalam tahap penyidikan. Jadi kalau Miryam ini kalau BAP nya ini kami buka dan kami berikan kepada bapak-bapak maka itu melanggar aturan kami,” kata La Ode dalam rekaman video RDP antara KPK dan Komisi III DPR RI yang diputar dalam persidangan ini.
Namun, atas desakan tersebut pihak KPK menyanggupi jika kesimpulan poin keempat dalam RDP tersebut hanya sekadar klarifikasi dari pihak KPK terkait ada tidaknya nama anggota DPR yang disebutkan dalam BAP Miryam. Namun usulan KPK tersebut ditolak oleh pimpinan sidang dan seluruh anggota Komisi III yang hadir.
Menanggapi sikap KPK tersebut, anggota Komisi III dari Fraksi PDI P, Hanura, Golkar, Nasdem, Gerindra, PPP, Demokrat, PKS, PAN menyatakan setuju untuk menggunakan hak angket mereka terhadap KPK. Dalam video tersebut Benny Harman menegaskan, permintaan dari Komisi III DPR bukan menyangkut nama baik pribadi namun menyangkut nama baik lembaga (DPR).
Dalam persidangan kali ini selain dari pihak pemerintah, turut hadir juga para pihak pemohon Judicial Review seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), Konfederasi Buruh Indonesia, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi dan Tim Advokasi Selamatkan KPK dan Angket DPR. Selain itu, KPK sebagai pihak terkait dalam perkara ini dihadiri oleh Rasamala Aritonang dan Hasna.
Pada persidangan Judicial Review ini tidak dihadiri oleh Perwakilan dari DPR. Terkait ketidakhadiran DPR pada persidangan ini Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat mengatakan bahwa belum ada surat pemberitahuan kepada Majelis Hakim dari DPR.
Sebelum memulai pemutaran video, Majelis Hakim menyampaikan bahwa mereka telah menerima surat dari DPR tertanggal 2 Oktober 2017 yang menyatakan bahwa keterangan ahli dari Pihak DPR akan tetap disampaikan secara tertulis. Surat ini menyangkut permintaan dari DPR untuk dapat menghadirkan ahli pada persidangan yang akan dating, setelah pada persidangan sebelumnya diputuskan akan menyampaikannya secara tertulis.
Sidang Perkara selanjutnya akan dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2017 dengan agenda persidangan pemeriksaan Ahli. Pada persidangan selanjutnya pemerintah akan menghadirkan satu orang ahli dan dari KPK akan menghadirkan dua orang saksi ahli yang salah satunya ialah Refly Harun. (Bram)