Sejak akhir bulan November 2017, Komisi Yudisial telah membuka seleksi pendaftaran Calon Hakim Agung periode II. Mekanisme pendaftaran Calon Hakim Agung tersebut dilakukan dengan cara memberikan usulan nama-nama Hakim yang dirasa layak menjadi Hakim Agung. Adapun usulan nama-nama Calon Hakim Agung tersebut dapat diusulkan dari Masyarakat, Mahkamah Agung dan Pemerintah. Seleksi pendaftaran Calon Hakim Agung tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hakim agung di lingkungan Mahkamah Agung (MA).
Dalam konteks proses pemilihan Calon Hakim Agung yang ada, LBH Jakarta sebagai lembaga yang memiliki fokus dalam perbaikan sistem peradilan di Indonesia, menilai bahwa proses pemilihan Calon Hakim Agung kali ini lagi-lagi tidak memiliki standar baku dan prosedur yang baik. Terdapat 3 (tiga) poin permasalahan yang menjadi catatan LBH Jakarta, antara lain sebagai berikut:
Pertama: Minimnya informasi rekam jejak Calon Hakim Agung mempersulit peran serta masyarakat melakukan pengawasan
Alih-alih ingin meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menjaring Calon Hakim Agung yang potensial untuk diusulkan mengikuti seleksi Calon Hakim Agung, nyatanya hal tersebut tidak sejalan dengan ketersediaan informasi terkait profil Calon Hakim Agung. Dengan minimnya informasi terkait profil dan rekam jejak Calon Hakim Agung tentunya juga menyulitkan masyarakat yang hendak ikut memantau pemilihan Calon Hakim Agung. LBH Jakarta telah melakukan pemantauan dari 23 (dua puluh tiga) nama calon hakim agung yang dinyatakan telah lulus pada tahap uji kualitas dan hanya 3 (tiga) calon hakim agung yang dapat ditelusuri informasi profil pribadinya, namun demikian informasi mengenai rekam jejak dan perspektif Calon Hakim Agung, hampir tidak ditemukan sama sekali informasi yang memadai.
Kedua: Ditemukan nama-nama Calon Hakim Agung yang memiliki catatan sikap yang buruk dalam proses persidangan
Komisi Yudisial seharusnya melakukan seleksi calon hakim yang berkompeten dan memiliki integritas yang tinggi untuk memperbaiki kinerja Mahkamah Agung. Namun nyatanya dari dalam proses pemilihan Calon Hakim Agung masih ditemukan adanya Calon Hakim Agung yang memiliki rekan jejak sikap yang kurang terpuji dalam menangani sebuah permasalahan hukum mulai dari tidak memperhatikan jalannya proses peradilan dengan sibuk memainkan handphone pribadi, membatasi terdakwa untuk mengajukan pembelaan, hingga diduga menghilangkan 3 alat bukti kasus tindak pidana korupsi.
Ketiga: Masuknya nama-nama Calon Hakim Agung yang tidak menghargai hak untuk hidup dari warga negara
Mengenai hukuman mati memang selalu mengundang perdebatan. Melalui penelusuran media yang telah dilakukan LBH Jakarta, dapat diketahui bahwa tidak ada satu calon hakim agung yang mendukung penghapusan hukum mati. Calon hakim agung yang ada mengatakan pendapatnya mengenai mendukung pemberlakuan hukuman mati, namun demikian pendapat yang disampaikan oleh calon hakim agung tidak ada yang dapat menjabarkan alasan-alasannya secara ilmiah.
Tidak ada satu calon hakim agung pula yang menjelaskan mengenai pentingnya kehati-hatian dalam penjatuhan hukuman terutama hukuman mati. Nyatanya yang kerap kita temui di lapangan adalah putusan pengadilan meskipun telah inkracht, tetap rentan terjadi kekeliruan. Terlebih lagi di Indonesia, kondisi unfair trial dalam situasi peradilan masih kerap terjadi seperti masih sulitnya akses bantuan hukum, pembuktian yang masih berbasis berkas perkara, korupsi peradilan, minimnya pengawasan jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis), self incrimination, sampai dengan rekayasa kasus.
Oleh karena itu, LBH Jakarta mendesak agar nama-nama calon profil lengkap dan alokasi waktu seleksi disosialisasikan kepada publik, sehingga membuka ruang yang cukup dan accessible bagi publik untuk menyampaikan masukan dan laporan seputar profil dan rekam jejak Calon Hakim Agung.
LBH Jakarta juga meminta kepada Komisi Yudisial agar melakukan seleksi dengan memperhatikan rekam jejak, pengalaman dan persprektif Calon Hakim Agung sejak awal pendaftaran yakni pada tahap pengusulan nama-nama Calon Hakim Agung sehingga Hakim Agung yang terpilih benar-benar Hakim yang memiliki standar dan perspektif yang baik. Disamping itu keterwakilan gender juga sebaiknya diperhatikan, karena seluruh calon yang mengikuti tahapan seleksi di DPR ataupun yang dicalonkan oleh MA tidak menunjukan komposisi yang berimbang ataupun keterwakilan perempuan.
LBH Jakarta juga mendesak agar penguasaan dan penghormatan terhadap isu Hak Asasi Manusia menjadi parameter bagi Komisi Yudisial dalam menilai dan memilih Calon Hakim Agung, termasuk bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Hormat Kami,
Jakarta, 7 Juni 2018
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung :
Ayu Eza Tiara ( 082111340222)
Arif Maulana (0817256167)