Minimalisir korban salah tangkap, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama Yayasan Budaya Mandiri mengadakan diskusi Korban salah tangkap di posko Budaya Mandiri ( 31/10/2015).
Dalam diskusi tersebut ternyata dampak langsung kepada korban salah tangkap biasanya kepada perempuan dan anak. “Ternyata dampak korban Salah tangkap banyak dirasakan langsung kepada ibu-ibu dan keluarga yang sangat rugi. Terbukti dari pertemuan hari ini banyak sekali di hadir oleh para kaum perempuan yang yang memperjuangkan suami atau anaknya yang menjadi korban,” kata Susanto Kadir fasilitator LBH Api Keadilan Rakyat Gorontalo.
Dalam diskusi tersebut menurut Susanto ada menarik ternyata korban salah tangkap bukan saja dilakukan oleh oknum kepolisian saja ! Tetapi juga dilakukan oleh Sappol PP. “ Korban Salah Tangkap bukan hanya cerita di alami Tukang ojek dedi atau kasus anak jalanan Cipulir dilakukan oleh polisi. Ternyata cerita ibu tini yang sedang membeli nasi goreng pun bisa jadi korban salah tangkap yang dilakukan oleh Sappol PP yang di sangka sebagai pekerja seks, oleh sebab itu diskusi ini diadakan agar dapat minimalisir korban salah tangkap, ” kata Susanto.
Kasus di atas dapat memberikan pengertian korban salah tangkap adalah orang baik secara individual atau kolektif yang menderita secara fisik maupun mental yang disebabkan kesalahan prosedur atau kesalahan tindakan penyidikan ataupun penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang maupun pejabat sejenisnya.
Memotret akar masalah kasus-kasus yang sudah diungkapkan dalam diskusi ini. Dapat disimpulkan mayoritas kasus salah tangkap dan peradilan sesat disebabkan karena pelanggaran hak-hak tersangka/terdakwa, diantaranya ;
- Minimnya informasi masyarakat tentang hak-hak tersangka/terdakwa, khususnya hak bantuan hukum. Seperti : dampingan paralegal, salin berita acara, hak praduga tidak bersalah, hak mendapatkan bantuan hukum, dan sebagainya.
- Sering kali terjadi penyiksaan dan penggunaan kekerasan, dan intimidasi untuk memperoleh informasi.
- Proses Pemeriksaan (penahanan) di setiap tingkatan berlangsung lama. Contoh jika tersangka tidak diperiksa 1 X 24 jam. Maka tersangka berhak untuk dibebaskan.
- Hak untuk menghadirkan saksi/ahli yang meringankan tidak seimbang dengan saksi/ahli yang diajukan Jaksa Penuntut Umum.
- Sulitnya menuntut ganti rugi akibat penangkapan dan penahanan yang tidak sah.
Akhir dalam diskusi mengutip perkataan Alm Adnan Buyung Nasution; “Sebagai kaum terdidik. Kita semua merasa terpanggil bagaimana mendorong rakyat memiliki kesadaran hukum yang tinggi sehingga hukum bisa menjadi budaya.” Diskusi langkah kecil LBH Jakarta, Yayasan Budaya Mandiri, dan lembaga/komunitas yang peduli untuk mengatakan STOP KORBAN SALAH TANGKAP ! (max)