Majelis Hakim PTUN Jakarta Perkara Nomor 213/G/2018/PTUN-JKT membacakan putusan atas gugatan Wadah Pegawai KPK terhadap Pimpinan KPK-RI terkait tata cara mutasi pegawai KPK, Senin (11/3). Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan untuk tidak menerima gugatan Wadah Pegawai KPK.
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta beralasan dengan telah dicabutnya Objek Gugatan “Keputusan Pimpinan KPK No. 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi di Lingkungan KPK” (SK Tata Cara Mutasi) lewat penerbitan Peraturan Pimpinan (Perpim) KPK RI No. 1 Tahun 2019 tentang Penataan Karir, maka gugatan Wadah Pegawai KPK tidak diterima.
“Secara substansi apa yang menjadi tuntutan dari para penggugat telah terakomodasi oleh tergugat, sehingga tidak ada lagi sengketa,” kata Hakim Umar Dani dalam persidangan pembacaan putusan tersebut.
Meski begitu, penerbitan Perpim KPK tersebut sebenarnya menunjukkan adanya kekeliruan pada SK Tata Cara Mutasi. Hal ini dilihat dari upaya Pimpinan KPK RI yang segera melakukan revisi aturan tata cara mutasi, dengan melibatkan Wadah Pegawai KPK serta menghapus klasul-klasul yang menjadi keberatan Wadah Pegawai KPK.
Selain itu, Perpim KPK ini memperbaiki aturan tata cara mutasi, rotasi, dan promosi dengan pengaturan lebih spesifik dan tetap berprinsip pada mekanisme assesmen berdasarkan kompetensi dan profesionalitas, dan juga berjenjang.
Tampak penerbitan Perpim KPK sendiri membuktikan bahwa dalil-dalil Wadah Pegawai KPK dalam persidangan terbukti, dimana adanya pelanggaran prosedur hukum dalam proses penerbitan SK Tata Cara Mutasi. Selain itu, dari segi substansi, telah jelas jika SK Tata Cara Mutasi berpotensi memperlebar peluang intervensi terhadap indepedensi pegawai KPK.
Meski gugatan ini tidak diterima oleh Majelis Hakim PTUN Jakarta, Wadah Pegawai KPK bersama kuasa hukumnya dari Tim Advokasi Selamatkan KPK berpandangan, bahwa pada dasarnya gugatan yang dilayangkan Wadah Pegawai KPK berhasil. Artinya, dalam gugatan tersebut, beberapa tuntutan substansial-materil para penggugat yang merupakan tujuan advokasi telah dilakukan oleh Pimpinan KPK-RI selaku tergugat.
“Ya, sebenarnya sejak adanya gugatan ini, Pimpinan KPK jadi lebih berhati-hati dalam menerbitkan kebijakan. Selain itu, beberapa kali Wadah Pegawai KPK diundang untuk turut terlibat dalam merumuskan kebijakan, terutama terkait kepegawaian. Kita bukannya apa, kita cuma ingin KPK sebagai rumah bersama kita jaga agar lebih baik ke depannya,” ujar Yudi Purnomo selaku Ketua Wadah Pegawai KPK.
Upaya Wadah Pegawai KPK dalam mengajukan gugatan ini menarik, karena untuk pertama kalinya Wadah Pegawai KPK mengajukan gugatan terhadap Pimpinan KPK-RI, akibat terbitnya kebijakan internal yang menyimpang dan tidak berpatokan pada nilai transparansi, akuntabel, & profesional.
Selain itu, putusan Majelis Hakim PTUN yang tidak menerima gugatan Wadah Pegawai KPK hanya mempertimbangkan masalah telah dicabutnya objek sengketa oleh tergugat. Oleh karena itu, secara implisit Majelis Hakim telah mengakui dan menerima legal standing (kedudukan hukum) Wadah Pegawai KPK untuk mengajukan gugatan di pengadilan.
Kedepannya, oleh WP KPK, KPK RI diharapkan tidak lagi menerbitkan dan melakukan praktik serta kebijakan yang sewenang-wenang tanpa proses yang akuntabel dan transparan. Hal ini mesti dilakukan agar citra lembaga KPK-RI sebagai lembaga yang profesional, transparan, akuntabel, dan taat hukum tetap terjaga. Sehingga masyarakat Indonesia tetap percaya pada lembaga bentukan amanat reformasi 1998 ini, sehingga segala upaya dan kerja pemberantasan korupsi oleh KPK-RI tetap mendapatkan dukungan dari masyarakat. [] (Wayan Bima)