Siaran Pers
Pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang menyatakan bahwa Harun Masiku ada di luar negeri, dan kemudian mengakui bahwa Harun Masiku ada di Indonesia, mengundang sejumlah kecurigaan publik. Faktanya, berdasarkan catatan terakhir pihak instansi keimigrasian, diketahui bahwa Harun Masiku sudah berada di Indonesia sejak tanggal 7 Januari 2020 atau sehari sebelum OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan oleh KPK-RI terhadap komisioner KPU-RI Wahyu Setiawan.
Ada dugaan kuat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly seolah bersikap tidak transparan, serta seolah hendak mengaburkan fakta dan informasi yang berimbas pada terhambatnya proses penyidikan KPK-RI dalam kasus suap Komisioner KPU-RI Wahyu Setiawan dan kader PDIP Harun Masiku. Keterangan janggal yang dilontarkan Yasonna Laoly tersebut dapat diduga sebagai bentuk dari obstruction of justice (Penghalangan Penyidikan) karena berupaya mengaburkan keberadaan terduga pelaku Harun Masiku.
Sebelumnya juga, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sendiri hadir dalam Konferensi Pers pembentukkan Tim Hukum dan menyikapi di Kantor DPP PDIP (Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan) Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wahyu Setiawan yang pada saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU pada 8 Januari 2020 terkait dugaan suap yang dilakukan oleh Kader PDIP Harun Masiku dan diduga melibatkan Sekretaris Jendral PDIP Hasto Krisyanto. Kehadirannya tersebut mendapatkan respon keras dari masyarakat sipil.
Bergabungnya Yasonna Laoly pada Konfrensi Pers di Kantor PDIP tersebut menimbulkan konflik kepentingan dan menunjukkan sikap tidak profesional dirinya sebagai Menteri Hukum dan HAM maupun ketidaknetralan dia sebagai aparat pejabat publik dalam persoalan pemberantasan korupsi, Yasonna Laoly seharusnya mendukung pengungkapan kasus yang diduga melibatkan Kader PDIP Harun Masiku dan Sekjend PDIP Hasto Krisyanto bukan terlibat langsung membentuk Tim Hukum PDIP untuk melawan KPK.
Walaupun Yasonna Laoly berdalih dia tidak akan melakukan intervensi terhadap penanganan kasus yang sedang dilakukan KPK, namun kehadirannya tersebut dapat memberikan gambaran kepada khalayak publik jika dalam perkara ini Yasonna Laoly berpihak dan membela PDIP. Artinya, yang terjadi adalah Yasonna Laoly justru seolah hendak menentang upaya pemberantasan korupsi yang sedang dilakukan oleh KPK-RI.
Semestinya, ketika Yasonna Laoly menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM RI, pada saat itu juga ia sudah menanggalkan baju partainya. Ia bukan lagi pejabat partai, melainkan pejabat publik yang harus imparsial sekaligus netral. Keberadaannya kini yang mendua –di satu sisi adalah petugas partai yang hendak menghadapi upaya pemberantasan korupsi, dan di sisi yang lain adalah pejabat publik-, menimbulkan konflik kepentingan dan berpotensi dapat merintangi upaya penyelidikan maupun penyidikan KPK-RI terkait kasus korupsi yang menjerat Wahyu Setiawan (KPU RI) maupun Harun Masiku (PDIP).
Di sisi lain, KPK-RI telah memeriksa Hasto Kristiyanto (Sekjend PDIP) dalam kasus dugaan suap komisioner KPU-RI Wahyu Setiawan. Namun, belakangan Hasto menyatakan kepada awak media jika Harun Masiku adalah korban. Pernyataan ini lantas langsung dibantah KPK-RI, jika Harun adalah tersangka berdasarkan bukti-bukti yang jelas. Ada dugaan kuat dalam kasus ini terdapat skenario untuk menyembunyikan Harun dari upaya penyidikan yang dilakukan KPK-RI.
Menanggapi hal tersebut, LBH Jakarta mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk mengangkat dan memberhentikan menteri agar dapat melakukan evaluasi terhadap tindakan Yasonna Laoly yang berpotensi konflik kepentingan dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK.
Selain itu karena tindakan Yasonna Laoly yang membuat gaduh dan berpotensi merugikan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia ke depannya, LBH Jakarta juga mendesak DPR-RI melakukan evaluasi terhadap kinerja maupun perilaku Yasonna Laoly selaku pejabat publik (dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM RI).
LBH Jakarta juga mendesak kepada Yasonna Laoly agar mundur dan meminta maaf kepada publik berkaitan dengan tergabungnya dirinya dalam tim hukum PDIP yang kini sedang berupaya menghadapi proses penyelidikan-penyidikan KPK-RI. Bila Yasonna Laoly tidak bersedia mundur dan meminta maaf, LBH Jakarta memandang lebih baik seyogyanya Yasonna Laoly agar rela hati untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Hukum dan HAM RI agar tidak berpotensi menimbulkan konflik kepentingan penegakan hukum ke depannya.
LBH Jakarta juga mendorong dan mendesak KPK-RI agar melakukan upaya penyelidikan-penyidikan terkait dugaan tindakan obstruction of justice (Penghalangan Penyidikan) yang dilakukan oleh Yasonna Laoly karena diduga melakukan pengaburan fakta terkait keberadaan Harun Masiku yang merupakan buronan kasus tindak pidana korupsi.
Hormat kami,
Jakarta, 24 Januari 2020
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta