Jakarta, bantuanhukum.or.id—Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kembali melanjutkan rangkaian kegiatan dalam Kalabahu 36 pada Rabu (1/4) di Gedung LBH Jakarta. Sejak pagi hingga sore hari para peserta Kalabahu mendapatkan materi Gerakan Bantuan Hukum Struktural, Politik Hukum dan Gerakan Sosial. Gerakan Sosial merupakan materi terakhir pada hari tersebut dibawakan oleh fasilitator Hilmar Farid sejarawan dari Universitas Indonesia, ditemani oleh co-fasilitator Haikal.
Co fasilitator membuka sesi dengan memperkenalkan secara singkat riwayat hidup dan kiprah-kiprah fasilitator dalam Gerakan Sosial. Setelah perkenalan usai, maka co- fasilitator memberikan kesempatan kepada fasilitator untuk membawakan sesi Gerakan Sosial.
Hilmar yang juga pendiri dari web indoprogress.com, sebuah situs media pemikiran progresif, membuka fasilitasi dengan mengajak peserta Kalabahu untuk mendiskusikan kasus Nenek Arsyani yang dituduh mengambil tujuh batang kayu jati yang diklaim milik Perhutani di Situbondo.
Diskusi tersebut menghadirkan perdebatan soal salah, tidak salah, adil maupun tidak adil di kasus Nenek Arsyani . Dalam diskusi tersebut Hilmar menyatakan “kasus yang menimpa nenek Arsyani bukanlah sekali terjadi, hal tersebut merupakan kejadian yang berulang” tegasnya.
Masih lekat dalam ingatan kita, seorang Nenek Minah yang mengambil 3 butir kakao untuk disemai menjadi bibit di lahan garapan miliknya, harus berurusan dengan Pengadilan pada akhirnya. Hal tersebut merupakan bagian kecil dari fenomena “kriminalisasi” yang kerap menimpa masyarakat kecil dan buta hukum.
Kepada para peserta, Hilmar menjelaskan bahwasannya, “ struktur dalam hukum kita belum memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat, permasalahan ini merupakan warisan masa lalu, ada peristiwa-peristiwa dalam sejarah dimana untuk sementara hukum ditangguhkan untuk kepentingan penguasa”, tegas HIlmar.
Struktur yang tidak adil tersebut tampak dari maraknya proses “kriminalisasi” yang melukai perasaan keadilan dalam masyarakat.
Hilmar melanjutkan penjelasannya tentang Gerakan Sosial dengan menjabarkan konsep untuk membela rakyat yang mengalami “kriminalisasi”, dengan Gerakan Sosial. Menurutnya Gerakan Sosial dapat diartikan sebagai suatu gerakan bersama untuk memperjuangkan apa yang dipikir baik dan layak diperjuangkan bersama. Dalam sebuah gerakan sosial, nilai-nilai yang akan diperjuangkan didefinisikan dan disepakati bersama dalam gerakan tersebut.
Mangambil contoh dari Gerakan Buruh, tuntutan kerja 8 jam sehari merupakan hasil praxis dan refleksi yang mengemuka dalam tuntutan Gerakan Buruh. Setelah tujuan tercapai, maka tuntutan akan selalu meningkat seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat. Artinya gerakan tersebut menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
Hilmar berharap melalui Kalabahu ini dapat memperkuat pemahaman bersama serta memperkaya strategi dan taktik yang tepat dalam gerakan sosial. Disamping itu tak lupa beliau menyarankan kepada peserta untuk membaca Tetralogi Pulau Buru karangan Pramoedya Ananta Toer. (Haikal)