RISALAH KEBIJAKAN
Saatnya Membuat Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar HAM
Belum Ada Satupun Peraturan yang Melindungi Warga Tergusur dari Pelanggaran Hak dan Kekerasan
Pada tahun 2015, LBH Jakarta mengadakan penelitian tentang situasi penggusuran paksa yang marak terjadi di DKI Jakarta. Penelitian yang diberi judul “Kami Terusir: Laporan Penggusuran Paksa DKI Jakarta Januari – Agustus 2015” menemukan fakta bahwa terdapat 3433 Kelapa Keluarga (“KK”) dan 433 Unit Usaha menjadi korban dari penggusuran paksa. Pelaku dari sebagian besar kasus-kasus penggusuran paksa tersebut adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Fakta tersebut bukan ihwal baru, mengingat pada periode Gubernur DKI Jakarta 2007 – 2012, penggusuran paksa juga marak terjadi dengan jumlah korban jiwa mencapai 3200 warga setiap bulannya.
Apa yang patut disayangkan dari peristiwa tersebut adalah warga terdampak penggusuran paksa seringkali mengalami ancaman kekerasan, baik psikis ataupun fisik. Warga juga tidak mendapatkan ganti rugi yang layak – tidak seluruh warga juga mendapatkan relokasi berupa tempat tinggal. LBH Jakarta mencatat, 86,67 persen kasus penggusuran tidak melibatkan warga untuk melakukan musyawarah terlebih dahulu. Akibatnya, 83,33 persen dari kasus-kasus penggusuran paksa tidak mendapatkan ganti rugi yang layak ataupun direlokasi seluruh korbannya.
Padahal, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (“Kovenan EKOSOB”). Pasal 11 Kovenan EKOSOB menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan kesejahteraan hidup yang layak, termasuk hak atas perumahan yang layak. Lebih lanjut, ketentuan Pendapat Umum PBB Nomor 7 Tahun 1997 tentang Penggusuran Paksa terhadap Pasal 11 Kovenan EKOSOB dan United Nations Basic Principles and Guidelines on Development-Based Evictions and Displacement telah mengatur mengenai standarstandar HAM bagi warga yang menjadi korban terdampak penggusuran. Standar HAM tersebut menjadi penting karena penggusuran paksa juga telah ditetapkan sebagai sebuah pelanggaran HAM berat berdasarkan Resolusi Komisi HAM PBB Nomor 2004/28.
Namun, ketentuan-ketentuan HAM tersebut sama sekali belum diadopsi ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan nasional. Apabila situasi ini dibiarkan, akan lebih banyak warga terdampak penggusuran yang menjadi korban kekerasan dan pelanggaran hak. Selain itu, mereka juga akan menjadi masalah baru bagi pemerintah karena rentan berada dalam kemiskinan akibat kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.
Unduh Risalah Kebijakan lengkapnya pada link di bawah ini