Risalah Kebijakan
Mendorong Jaminan Hak Atas Bantuan Hukum Bagi Buruh Migran Dalam Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri
BURUH MIGRAN BELUM TERLINDUNGI
Jaminan Perlindungan Bantuan Hukum dalam RUU Perlindungan Buruh Migran belum Optimal Bantuan Hukum merupakan konsep pemberian bantuan kepada masyarakat miskin dan tertindas untuk mendapatkan keadilan. Aktor utama pemberian bantuan hukum adalah Negara sebagai pemenuhan pemangku kewajiban dalam konsep hak asasi manusia, untuk memberikan kedudukan yang sama di hadapan hukum.
Pemberian bantuan hukum di luar negeri diatur dalam Pasal 80 UU No 39 Tahun 2004 yang kemudian dilanjutkan dengan PP No 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Dalam PP tersebut, pemberian bantuan hukum di luar negeri meliputi: pembinaan dan pengawasan; bantuan dan perlindungan kekonsuleran; pemberian bantuan hukum; pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI; perlindungan dan bantuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional; dan upaya diplomatik.
Ketentuan bantuan hukum dalam Pasal 80 UU No 39 Tahun 2004 memperkecil pengertian “buruh migran” itu sendiri karena hanya megakomodir bantuan hukum di Negara penempatan. Itu berarti, Negara hanya mengakui seserorang disebut buruh migran untuk mereka yang sudah bekerja di Negara penempatan. Padahal, konsep perlindungan buruh migran yang ada dalam UU No 39 Tahun 2004, Pasal 1 angka 4 “Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik
sebelum, selama, maupun sesudah bekerja”.
Kritik atas Konsep Bantuan Hukum untuk Buruh Migran dalam Revisi UU Hasil Konsinyering 4 September 2015
Ketentuan Bantuan Hukum dalam naskah draft Revisi UU No 39 Tahun 2004 diatur dalam Bab Penyelesaian Sengketa yang mengklasifikasikan permasalahan buruh migran berdasarkan wilayah, yaitu:
a. Dalam Negeri: saat buruh migran bermasalah dengan PPPILN (Pelaksana Penempatan Pekerja Indonesia di Luar Negeri) saat masih berada di wilayah Negara Indonesia, maka diupayakan dengan musyawarah dan jika tidak berhasil akan diberikan bantuan hukum dan advokasi oleh BNPPILN (Pasal 97 ayat 1 dan 2);
b. Luar Negeri: saat buruh migran bermasalah dengan pengguna, maka diupayakan dengan musyawarah dan jika tidak berhasil, akan diberikan bantuan hukum dan advokasi dari Perwakilan Republik Indonesia dan BNPPILN di Negara penerima (Pasal 98 ayat 1 dan 2);
Jika dibandingkan dengan di PP No 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, konsep bantuan hukum yang ada dalam draft revisi ini sangat jauh dari konsep perlindungan. Dalam Pasal 17 PP No 3 Tahun 2013 konsep bantuan hukum yang digagas DPR hanya meliputi bantuan hukum dan advokasi yang menyempitkan konsep pemberian bantuan hukum di UU sebelumnya (sebelum direvisi).
Unduh Risalah Kebijakan lengkapnya pada link di bawah ini
UNDUH