[Surat Terbuka]
Kepada Yang Terhormat,
Presiden Republik Indonesia
Ir. Joko Widodo
Di –
Tempat
Melalui surat terbuka ini, kami, Suciwati bersama dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Imparsial, Amnesty International Indonesia, Omah Munir, Setara Institute dengan ini mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mungkin menjelaskan secara terbuka keberadaan dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Meninggalnya Munir dan mengumumkan hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat.
Kami mengingatkan Bapak Presiden, ini adalah desakan yang kesekian kali. Sebagai warga negara yang taat pada hukum, sebagai keluarga yang dirugikan, dan diabaikan hak keadilannya kami tidak akan berhenti mendesak dan melakukan berbagai upaya dan langkah untuk meminta pertanggungjawaban Bapak Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan yang bertanggungjawab atas ketidakjelasan keberadaan dokumen TPF Munir dan mangkirnya pemerintah untuk mengumukan hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat.
Ketidakjelasan keberadaan dokumen Munir adalah bentuk kelalaian serius pemerintahan yang Bapak pimpin dalam menjamin keamanan dokumen atau arsip penting pemerintah. Sikap Bapak Presiden yang tidak juga mengumumkan hasil dokumen tersebut adalah bentuk pembangkangan hukum sekaligus sebagai upaya menghalangi – halangi pemenuhan keadilan.
Kewajiban pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan adalah kewajiban hukum yang tercantum dengan tegas di dalam Penetapan Kesembilan, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 tahun 2004 tentang pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus meninggalnya Munir, bahwa “Pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan Tim kepada Masyarakat” dokumen hasil penyelidikan tersebut telah diserahkan kepada Presiden RI ke-5 Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005 di Istana Negara.
Ketidakjelasan keberadaan dokumen TPF di bawah pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo, dan ketiadaan penguasaan dokumen tersebut oleh Kementerian Kesekretariatan Negara tidak menggugurkan kewajiban pemerintahan Bapak untuk mengumumkan hasil penyelidikan dokumen tersebut kepada masyarakat dan menjelaskan kepastian keberadaan dokumen TPF Munir.
Sebelumnya, pada tanggal 12 Oktober 2016, Juru Bicara Presiden, Johan Budi, menyampaikan bahwa Presiden Jokowi memerintahkan Jaksa Agung untuk mencari keberadaan dokumen laporan TPF Munir. Selain itu, Bapak juga telah memerintahkan agar dokumen tersebut ditelusuri lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat novum yang dapat ditindaklanjuti. (sumber: “Presiden Jokowi Perintahkan Jaksa Agung Cari Dokumen Laporan TPF Munir”, Kompas.com, 12/10/2016).
Setelah 7 (tujuh) bulan perintah tersebut diatas, kami dan juga masyarakat tidak juga mendapat penjelasan mengenai keberadaan dokumen tersebut. Dalam hal ini wibawa hukum dan pemerintahan Bapak Presiden sangat memalukan, Negara yang dilengkapi dengan berbagai perangkat otoritas dibawah pemerintah Bapak Presiden membiarkan dokumen TPF Munir tidak diketahui keberadaanya, dan mungkin saja dihilangkan. Otoritas negara gagal menemukan dokumen tersebut, atau memang ketidakjelasan keberadaan dokumen TPF Munir hanya alasan bagi Bapak Presiden untuk tidak mengumumkan hasil penyelidikan tersebut.
Selain itu, pada 26 Oktober 2016, Sudi Silalahi (mantan Menseskab) atas permintaan Soesilo Bambang Yudhoyono telah mengirimkan salinan naskah dokumen hasil penyelidikan TPF Munir tersebut ke Istana Negara. Kebenaran penyerahan salinan dokumen tersebut juga telah dikonfirmasi oleh Johan Budi, Juru Bicara Kepresidenan RI.
Hal – hal tersebut diatas, seharusnya tidak lagi ada alasan bagi Presiden untuk mengelak, menunda atau mangkir untuk segera menjelaskan keberadaan dokumen TPF tersebut dan mengumumkannya kepada masyarakat, atau Bapak Presiden Joko Widodo lebih senang saling melempar tanggung jawab dengan Mantan Presiden, Soesilo Bambang Yudhoyono sementara pelaku pembunuhan Munir masih bebas menikmati impunitas, dan penegak hukum tidak berdaya.
Kelalaian dan ketidakpatuhan ini telah merugikan kami, selama 12 tahun terjadi ketidakpastian hukum karena tidak adanya tindaklanjut yang memadai dalam mengusut konspirasi kematian Munir. Hak masyarakat atas informasi hasil penyelidikan TPF Munir juga diabaikan.
Kelalaian berupa hilangnya dokumen TPF Munir dan ketidakpatuhan berupa tidak diumumkan hasil penyelidikan munir kepada publik dapat mengarah pada pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 52, 53, 55 UU No 14 tahun 2008 Komisi Informasi Publik yang pada pokoknya menyebutkan bahwa setiap Badan Publik atau Seseorang yang tidak menyediakan informasi publik, menghilangkan dokumen informasi publik dapat dikenakan hukuman pidana 1- 2 tahun dan atau denda sebesar Rp. 5.000.000 – 10.000.000 (Lima – Sepuluh Juta Rupiah)
Apabila ada unsur – unsur kesengajaan menghilangkan, menyembunyikan dokumen TPF Munir oleh otoritas pemerintah maka menempuh langkah pelaporan pidana dan mal administrasi akan sangat mungkin kami lakukan.
Melalui surat desakan terbuka ini kami mendesak kembali Bapak Presiden RI, Joko Widodo untuk memastikan dan menjelaskan keberadaan dokumen hasil penyelidikan TPF Munir kepada kami dan masyarakat, segera mengumumkan hasil penyelidikan TPF Munir kepada masyarakat, dan memberikan langsung dokumen tersebut kepada keluarga dan Kuasa Hukum.
Jakarta, 26 April 2017
Suciwati
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Imparsial
Amnesty International Indonesia
Omah Munir
Setara Institute