LBH Jakarta kembali menggelar rangkaian pelatihan Kalabahu Buruh 2017 di Gedung YLBHI/LBH Jakarta (05/11. Rangkaian pelatihan pada sesi kali ini mengenai Sistem Hukum Perburuhan di Indonesia. Materi tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati.
Asfin menyampaikan materi secara detail kepada para peserta, mulai dari peraturan dasar ketenagakerjaan dalam konteks perdata hingga peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Dalam penyampaiannya kepada para peserta, Asfin menjelaskan perkembangan Undang-undang yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dari waktu ke waktu.
“Dulu berlaku Undang-Undang No. 1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Kerja tahun 1948 No. 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia dan Undang-Undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. kedua UU tersebut berpihak kepada kepentingan buruh,” jelas Asfin.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, peraturan yang mengatur permasalahan ketenagakerjaan saat ini adalah Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial hingga Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menurut Asfin, UU Ketenagakerjaan saat ini lebih membenturkan buruh dan pengusaha. Dalam UU tersebut Pemerintah yang seharusnya berpihak kepada buruh seolah-olah enggan untuk berpihak kepada buruh.
Untuk lebih memahami hal ini, Asfin mencoba mengajak peserta membandingan UU yang mengatur ketenagakerjaan lama dan baru. Asfin meminta kepada para peserta untuk melihat definisi buruh dalam UU No. 1 tahun 1951 dan membandingkannya dengan UU No. 13 tahun 2003. Para peserta kemudian menilai bahwa UU No. 1 tahun 1951 lebih baik dalam mendefinisikan buruh dari pada UU No. 13 tahun 2003. Dalam UU No. 1 tahun 1951 buruh terlindungi dari sistem kerja outsourcing dibanding dalam UU No. 13 tahun 2003.
“Hukum itu tidak lahir dari ruang hampa, hukum lahir dari ruang politik di pemerintahan, dibahas parlemen hingga terbentuk undang-undang yang diberlakukan, peran buruh adalah sebagai Preasure Group terhadap Interest Group dalam pemberlakuan hukum dalam Undang-undang dan penegakannya,” terang Asfinawati menanggapi adanya perbedaan definisi pada kedua UU tersebut.
Sebelum sesi ditutup, Asfin menyarankan para peserta agar dalam membaca UU harus mulai meningkatkan keahliannya, peserta juga harus mampu membaca logika yang dapat digunakan untuk mengkritisi UU. Hal tersebut juga diyakini Asfin mampu membantu para peserta ketika berkeinginan menyusun sebuah draft UU jika ingin melakukan advokasi kebijakan. (Toha)